Minggu, 01 Juni 2014

STRATEGI  LEMBAGA  PENDIDIKAN
UNTUK  MENDAPATKAN  MANFAAT  YANG  MAKSIMAL
DARI  KETERSEDIAAN  SISTEM  INFORMASI

Oleh Eny Nuryati
Email : nuryatieny@gmail.com

Keuntungan yang diperoleh dari ketersediaan sistem informasi suatu lembaga pendidikan dapat dilihat dari 3 sisi yaitu pemberi data, pengambil keputusan, dan pengguna informasi.
Dari sisi pemberi data keuntungan diperoleh dengan adanya pemanfaatan data yang lebih optimal dan peluang menjual informasi dengan dimensi lebih luas.
Sisi pengambil keputusan memperoleh manfaat di dalam peningkatan pelayanan, pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat, maupun kebijakan-kebijakan yang akan lebih efektif dan efisien.
Sedangkan dari sisi pengguna informasi nilai tambah ada pada berkurangnya resiko atas tindakan yang tidak tepat, meningkatnya daya saing, dan meningkatnya keuntungan suatu lembaga.
Bagaimana strategi lembaga pendidikan untuk mencapai keuntungan-keuntungan tersebut ?
Agar Sistem Informasi  di dunia pendidikan dapat menjawab tantangan zaman maka Sistem Informasi tersebut haruslah yang berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Teknologi Informasi menekankan pada sistem pengolahan informasi sedangkan teknologi komunikasi berfungsi untuk pengiriman informasi melalui internet dengan jaringan satelit atau kabel.  Pembelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK ) di dunia pendidikan (sekolah dan perguruan tinggi) bertujuan agar siswa/ mahasiswa dan guru/ dosen memiliki kompetensi untuk memanfaatkan teknologi informasi sebagai perangkat keras dan perangkat lunak untuk mengolah, menganalisis dan mentransmisikan data dengan memperhatikan dan memanfaatkan teknologi komunikasi agar komunikasi dapat berjalan dengan lancar, sehingga produk teknologi informasi yang dihasilkan bermanfaat sebagai alat dan bahan komunikasi pembelajaran, yang dalam hal ini untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
Selanjutnya untuk mendapatkan manfaat yang maksimal dari penerapan TIK di lingkungan pendidikan, tentu saja harus melalui perubahan pola pikir yang cukup fundamental dan tentu saja tidaklah mudah karena dalam hal ini berkaitan dengan sikap hidup seseorang. Dari hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan diperoleh kesimpulan bahwa kunci utama keberhasilan inisiatif apapun yang terkait dengan pemanfaatan TIK di lingkungan pembelajaran sangat tergantung pada tenaga pengajar ( guru atau dosen). Hakekat guru sebagai pihak “yang digugu dan ditiru”, memperlihatkan bahwa semaju apa pun lingkungan pendidikan di Indonesia, faktor budaya yang meletakkan tenaga pengajar sebagai pemeran utama dalam proses pendidikan formal di kelas akan teramat sulit dihilangkan. Sehingga usaha pertama yang harus dilakukan adalah pemberdayaan tenaga pengajar guru maupun dosen ini, baru kemudian ditunjang yang lain-lain. Atau lebih jelasnya strategi-strategi yang harus diupayakan oleh lembaga pendidikan dalam hal ini adalah sebagai berikut :
1.   Pemberdayaan pengajar.
Seperti yang telah disampaikan di atas bahwa tokoh sentralnya adalah guru/ dosen, maka harus diusahakan semaksimal mungkin bisa terjadi perubahan gaya mengajar (teaching skills) guru/ dosen yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masa kini.
Rancangan pembelajaran dibuat sedemikian rupa sehingga model pembelajaran yang tadinya hanya terjadi komunikasi satu arah dari guru ke siswa ( guru menjadi subyek ) diubah menjadi komunikasi dua arah dengan siswa sebagai subyek dengan melibatkan seluruh panca indera, diaplikasikan ke hal-hal yang lebih kongkrit dan faktual yang ditunjang dengan pendekatan pedagogik yang tepat dan berkualitas. Selain itu, dikondisikan agar guru bukan satu-satunya sumber belajar, dan digiring agar siswa lebih memanfaatkan sumber belajar yang lain seperti perpustakaan berbasis teknologi informasi, atau bahkan langsung memanfaatkan informasi-informasi melalui media komunikasi berbasis internet, sehingga proses belajar tidak monoton, lebih interaktif dengan memanfaatkan bantuan media/ vasilitas pembelajaran, agar siswa memperoleh ilmu pengetahuan yang lebih beragam.
Tak kalah pentingnya adalah lokasi belajar, yang biasanya hanya di kelas agar tidak membosankan dibuat lebih bervariasi dengan lokasi tempat belajar yang lebih menarik.
Dengan memperhatikan kondisi kebutuhan anak didiknya tersebut, mau tidak mau, sang guru akan lebih termotivasi dengan meningkatkan pengetahuan dan skillnya, utamanya dalam bidang pemanfaataan TIK .


2.   Pemberdayaan peserta didik.
Setelah guru/ dosen mampu mendesain atau merancang mata ajar dengan model pembelajaran berbasis TIK sehingga telah siap untuk menghadapi  peserta didik yang relatif biasanya lebih siap dan terbuka dalam memanfaatkan TIK. Namun jika dianggap siswa terlihat belum siap dan memiliki motivasi yang cukup, maka dilakukan juga pemberdayaan para peserta didik tersebut melalui berbagai program pelatihan dan pengembangan.
3.   Meningkatkan pengelolaan manajemen sumber daya yang dimiliki.
Untuk sekolah kejuruan misalnya, harus lebih memanfaatkan peralatan bengkel yang dimiliki.Jika tadinya satu peralatan dikerubuti oleh sekian banyak siswa, maka harus diubah polanya menjadi pola one by one, satu murid satu alat, yakni dengan pengaturan jadwal yang efektif.
Sedangkan untuk perguruan tinggi, misalnya dengan mengubah paradigma belajar untuk memperoleh gelar, diubah menjadi konsep belajar untuk meningkatkan kualitas hidup, sehingga setiap mahasiswa akan berusaha meningkatkan pengetahuan dan pengalamannya, dan selanjutnya akan tercipta menjadi individu yang selalu belajar terus menerus tak berkesudahan dalam hidupnya. Selain itu, paradigma perguruan tinggi yang diibaratkan sebuah menara besi tempat berkutat para ilmuwan harus diubah menjadi suatu tempat bursa pertukaran ilmu pengetahuan yang bisa dikunjungi oleh siapapun yang ingin meningkatkan pengetahuan dan kompetensinya.Dan sejalan dengan itu perguruan tinggi dapat secara mandiri menjalin kerjasama dengan siapa saja asalkan mematuhi aturan main yang telah disepakati.
4.   Meningkatkan kerja sama dengan institusi lain ataupun dengan Dunia Industri/ Dunia Usaha.
Institusi pendidikan baik seolah maupun perguruan tinggi yang biasanya sangat eksklusif dan tertutup harus lebih membuka diri untuk meningkatkan kerja sama dengan pihak lain baik sesama institusi maupun dengan Dunia Industri/ Dunia Usaha. Sehingga dalam hal ini akan direncanakan kurikulum Adaptif dan dinamis, yang benar-benar berkualitas sesuai permintaan pasar kerja, bukan kurikulum yang serba teoritis. Dengan demikian dimungkinkan diseminasi ilmu pengetahuan tidak hanya akan diberikan di ruang kelas/ bangku kuliah semata, tetapi dapat dilakukan kapan saja dan dari mana saja sesuai keinginan peserta didik dengan memanfaatkan berbagai fasilitas teknologi informasi dan komunikasi.

5.   Penyediaan Infrastruktur dan Fasilitas TIK.
Harus diusahakan ketersediaan infrastruktur dan fasilitas TIK yang memadai walau dengan segala keterbatasan yang ada.Bagi institusi pendidikan yang memiliki modal kuat, tentu hal ini tidak menjadi masalah, namun tidak demikian dengan institusi pendidikan di daerah pinggiran atau bahkan di daerah-daerah terpencil. Namun dengan tekad yang kuat dan motivasi yang tinggi, dengan melibatkan stake holder pendidikan maka kesulitan akan bisa diatasi. Selain itu bisa juga dengan menjalin kerja sama dengan institusi pendidikan lain yang lebih modern, atau dengan pihak swasta, serta mengajukan bantuan kepada pemerintah pusat maupun daerah sebagai perumus kebijakan pendidikan.
6.   Meningkatkan kerja sama (kolaborasi) dengan sekolah/ perguruan tinggi ternama.
Dalam era globalisasi yang ditandai dengan tingginya persaingan antar negara, perlu diterapkan strategi “berkompetisi” dengan melakukan kolaborasi untuk meningkatkan daya saing pada level yang lebih tinggi, yaitu regional atau internasional. Tanpa adanya ini, maka masing-masing institusi akan mengalami kesulitan bertahan dalam waktu yang lama akibat sedemikian ketatnya situasi persaingan global dewasa ini. Dengan adanya kerjasama antar lembaga pendidikan, maka akan tercipta frekuensi dan volume interaksi maupun transaksi yang tinggi di industri pendidikan Indonesia. Semakin tinggi frekuensi dan volume interaksi akan meningkatkan “bargaining position” antara industri pendidikan dengan sektor swasta karena adanya “economy of scale” yang tidak dapat diingkari. Hal ini berarti bahwa akan semakin banyak tercipta produk-produk dan jasa-jasa khusus bagi dunia pendidikan yang jauh lebih terjangkau secara biaya, dan jauh lebih cepat dari segi akses pelayanan, serta jauh lebih baik dari segi kualitas produk/ jasa. Hanya dengan kebersamaan inilah maka keluhan terhadap mahalnya TIK untuk pendidikan dapat ditekan serendah mungkin biayanya.
7.   Melakukan segala kegiatan dengan skala prioritas.
Institusi pendidikan, dalam hal ini Kepala Sekolah/ Rektor bersama jajarannya harus lebih jeli dalam merencanakan dan melakukan pentahapan-pentahapan kegiatan, berdasarkan skala prioritas.


Pergi ke Kota Krian beli kembang selasih

( Sekian dan terima kasih )