STRATEGI LEMBAGA PENDIDIKAN
UNTUK MENDAPATKAN MANFAAT YANG MAKSIMAL
DARI KETERSEDIAAN SISTEM INFORMASI
Oleh
Eny Nuryati
Email
: nuryatieny@gmail.com
Keuntungan yang diperoleh dari
ketersediaan sistem informasi suatu lembaga pendidikan dapat dilihat dari 3
sisi yaitu pemberi data, pengambil keputusan, dan
pengguna informasi.
Dari sisi pemberi
data keuntungan diperoleh
dengan adanya pemanfaatan data yang lebih optimal dan peluang menjual informasi
dengan dimensi lebih luas.
Sisi pengambil
keputusan memperoleh
manfaat di dalam peningkatan pelayanan, pengambilan keputusan yang lebih cepat
dan tepat, maupun kebijakan-kebijakan yang akan lebih efektif dan efisien.
Sedangkan dari sisi pengguna
informasi nilai tambah ada
pada berkurangnya resiko atas tindakan yang tidak tepat, meningkatnya daya
saing, dan meningkatnya keuntungan suatu lembaga.
Bagaimana strategi
lembaga pendidikan untuk
mencapai keuntungan-keuntungan tersebut ?
Agar Sistem Informasi di dunia pendidikan dapat menjawab
tantangan zaman maka Sistem Informasi tersebut haruslah yang berbasis Teknologi
Informasi dan Komunikasi. Teknologi Informasi menekankan pada sistem pengolahan
informasi sedangkan teknologi komunikasi berfungsi untuk pengiriman informasi
melalui internet dengan jaringan satelit atau kabel. Pembelajaran Teknologi Informasi
dan Komunikasi (TIK ) di dunia pendidikan (sekolah dan perguruan tinggi)
bertujuan agar siswa/ mahasiswa dan guru/ dosen memiliki kompetensi untuk
memanfaatkan teknologi informasi sebagai perangkat keras dan perangkat lunak
untuk mengolah, menganalisis dan mentransmisikan data dengan memperhatikan dan
memanfaatkan teknologi komunikasi agar komunikasi dapat berjalan dengan lancar,
sehingga produk teknologi informasi yang dihasilkan bermanfaat sebagai alat dan
bahan komunikasi pembelajaran, yang dalam hal ini untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran.
Selanjutnya untuk mendapatkan
manfaat yang maksimal dari penerapan TIK di lingkungan pendidikan, tentu saja
harus melalui perubahan pola pikir yang cukup fundamental dan tentu saja
tidaklah mudah karena dalam hal ini berkaitan dengan sikap hidup seseorang.
Dari hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan
diperoleh kesimpulan bahwa kunci utama keberhasilan inisiatif apapun yang terkait
dengan pemanfaatan TIK di lingkungan pembelajaran sangat tergantung pada tenaga
pengajar ( guru atau dosen). Hakekat guru sebagai pihak “yang digugu dan
ditiru”, memperlihatkan bahwa semaju apa pun lingkungan pendidikan di
Indonesia, faktor budaya yang meletakkan tenaga pengajar sebagai pemeran utama
dalam proses pendidikan formal di kelas akan teramat sulit dihilangkan.
Sehingga usaha pertama yang harus dilakukan adalah pemberdayaan tenaga pengajar
guru maupun dosen ini, baru kemudian ditunjang yang lain-lain. Atau lebih
jelasnya strategi-strategi yang harus diupayakan oleh lembaga pendidikan dalam
hal ini adalah sebagai berikut :
1. Pemberdayaan pengajar.
Seperti yang telah disampaikan
di atas bahwa tokoh sentralnya adalah guru/ dosen, maka harus diusahakan
semaksimal mungkin bisa terjadi perubahan gaya mengajar (teaching skills) guru/
dosen yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masa kini.
Rancangan pembelajaran dibuat
sedemikian rupa sehingga model pembelajaran yang tadinya hanya terjadi
komunikasi satu arah dari guru ke siswa ( guru menjadi subyek ) diubah menjadi
komunikasi dua arah dengan siswa sebagai subyek dengan melibatkan seluruh panca
indera, diaplikasikan ke hal-hal yang lebih kongkrit dan faktual yang ditunjang
dengan pendekatan pedagogik yang tepat dan berkualitas. Selain itu,
dikondisikan agar guru bukan satu-satunya sumber belajar, dan digiring agar
siswa lebih memanfaatkan sumber belajar yang lain seperti perpustakaan berbasis
teknologi informasi, atau bahkan langsung memanfaatkan informasi-informasi
melalui media komunikasi berbasis internet, sehingga proses belajar tidak
monoton, lebih interaktif dengan memanfaatkan bantuan media/ vasilitas
pembelajaran, agar siswa memperoleh ilmu pengetahuan yang lebih beragam.
Tak kalah pentingnya adalah lokasi belajar, yang biasanya hanya di
kelas agar tidak membosankan dibuat lebih bervariasi dengan lokasi tempat
belajar yang lebih menarik.
Dengan memperhatikan kondisi
kebutuhan anak didiknya tersebut, mau tidak mau, sang guru akan lebih
termotivasi dengan meningkatkan pengetahuan dan skillnya, utamanya dalam bidang
pemanfaataan TIK .
2. Pemberdayaan peserta didik.
Setelah guru/ dosen mampu
mendesain atau merancang mata ajar dengan model pembelajaran berbasis TIK
sehingga telah siap untuk menghadapi peserta
didik yang relatif biasanya lebih siap dan terbuka dalam memanfaatkan TIK.
Namun jika dianggap siswa terlihat belum siap dan memiliki motivasi yang cukup,
maka dilakukan juga pemberdayaan para peserta didik tersebut melalui berbagai
program pelatihan dan pengembangan.
3. Meningkatkan pengelolaan
manajemen sumber daya yang dimiliki.
Untuk sekolah kejuruan
misalnya, harus lebih memanfaatkan peralatan bengkel yang dimiliki.Jika tadinya
satu peralatan dikerubuti oleh sekian banyak siswa, maka harus diubah polanya
menjadi pola one by one, satu murid satu alat, yakni dengan pengaturan jadwal
yang efektif.
Sedangkan untuk perguruan
tinggi, misalnya dengan mengubah paradigma belajar untuk memperoleh gelar,
diubah menjadi konsep belajar untuk meningkatkan kualitas hidup, sehingga
setiap mahasiswa akan berusaha meningkatkan pengetahuan dan pengalamannya, dan
selanjutnya akan tercipta menjadi individu yang selalu belajar terus menerus
tak berkesudahan dalam hidupnya. Selain itu, paradigma perguruan tinggi yang
diibaratkan sebuah menara besi tempat berkutat para ilmuwan harus diubah
menjadi suatu tempat bursa pertukaran ilmu pengetahuan yang bisa dikunjungi
oleh siapapun yang ingin meningkatkan pengetahuan dan kompetensinya.Dan sejalan
dengan itu perguruan tinggi dapat secara mandiri menjalin kerjasama dengan
siapa saja asalkan mematuhi aturan main yang telah disepakati.
4. Meningkatkan kerja sama dengan
institusi lain ataupun dengan Dunia Industri/ Dunia Usaha.
Institusi pendidikan baik
seolah maupun perguruan tinggi yang biasanya sangat eksklusif dan tertutup
harus lebih membuka diri untuk meningkatkan kerja sama dengan pihak lain baik
sesama institusi maupun dengan Dunia Industri/ Dunia Usaha. Sehingga dalam hal
ini akan direncanakan kurikulum Adaptif dan dinamis, yang benar-benar
berkualitas sesuai permintaan pasar kerja, bukan kurikulum yang serba teoritis.
Dengan demikian dimungkinkan diseminasi ilmu pengetahuan tidak hanya akan
diberikan di ruang kelas/ bangku kuliah semata, tetapi dapat dilakukan kapan
saja dan dari mana saja sesuai keinginan peserta didik dengan memanfaatkan
berbagai fasilitas teknologi informasi dan komunikasi.
5. Penyediaan Infrastruktur dan
Fasilitas TIK.
Harus diusahakan ketersediaan
infrastruktur dan fasilitas TIK yang memadai walau dengan segala keterbatasan
yang ada.Bagi institusi pendidikan yang memiliki modal kuat, tentu hal ini
tidak menjadi masalah, namun tidak demikian dengan institusi pendidikan di
daerah pinggiran atau bahkan di daerah-daerah terpencil. Namun dengan tekad
yang kuat dan motivasi yang tinggi, dengan melibatkan stake holder pendidikan
maka kesulitan akan bisa diatasi. Selain itu bisa juga dengan menjalin kerja
sama dengan institusi pendidikan lain yang lebih modern, atau dengan pihak
swasta, serta mengajukan bantuan kepada pemerintah pusat maupun daerah sebagai
perumus kebijakan pendidikan.
6. Meningkatkan kerja sama
(kolaborasi) dengan sekolah/ perguruan tinggi ternama.
Dalam era globalisasi yang
ditandai dengan tingginya persaingan antar negara, perlu diterapkan strategi
“berkompetisi” dengan melakukan kolaborasi untuk meningkatkan daya saing pada
level yang lebih tinggi, yaitu regional atau internasional. Tanpa adanya ini,
maka masing-masing institusi akan mengalami kesulitan bertahan dalam waktu yang
lama akibat sedemikian ketatnya situasi persaingan global dewasa ini. Dengan
adanya kerjasama antar lembaga pendidikan, maka akan tercipta frekuensi dan
volume interaksi maupun transaksi yang tinggi di industri pendidikan Indonesia.
Semakin tinggi frekuensi dan volume interaksi akan meningkatkan “bargaining
position” antara industri pendidikan dengan sektor swasta karena adanya
“economy of scale” yang tidak dapat diingkari. Hal ini berarti bahwa akan
semakin banyak tercipta produk-produk dan jasa-jasa khusus bagi dunia
pendidikan yang jauh lebih terjangkau secara biaya, dan jauh lebih cepat dari
segi akses pelayanan, serta jauh lebih baik dari segi kualitas produk/ jasa.
Hanya dengan kebersamaan inilah maka keluhan terhadap mahalnya TIK untuk pendidikan
dapat ditekan serendah mungkin biayanya.
7. Melakukan segala kegiatan
dengan skala prioritas.
Institusi pendidikan, dalam hal
ini Kepala Sekolah/ Rektor bersama jajarannya harus lebih jeli dalam
merencanakan dan melakukan pentahapan-pentahapan kegiatan, berdasarkan skala
prioritas.
Pergi ke Kota Krian beli kembang selasih
( Sekian dan terima kasih )