Tulisan ini mencoba untuk menguraikan hal-hal penting yang harus ada dalam diri seorang ilmuwan, baik itu karakteristik, kerjasama maupun kompetisinya. Berikut ini akan dipaparkan Generalisasi karakteristik ilmuwan menurut Jarrard yakni sebagai berikut :
A. Karakteristik Umum
1. Kecintaan terhadap sains.
Memang diakui bahwa efek kecintaan terhadap sains dalam mendorong
produktifitas sangat besar. Kecintaan pada sains, pada penemuan, dan antuisme
sangat berguna, dan dipupuk oleh interaksi saintifik. Pekerjaan dengan tingkat
kepuasan yang paling tinggi dari pelakunya adalah pekerjaan yang dihormati oleh
masyarakat, yang dapat memberikan keleluasaan bagi individu-individunya, dan
keterlibatan dalam tim. Karis sains menyediakan itu semua.
2.
Kecerdasan di atas rata-rata.
Karakteristik ini hampir esensial, tetapi ilmuwan yang hanya memiliki
kecerdasan rata-rata pun dapat sukses dengan menguasai sifat-sifat esensial
lainnya. Pada dasarnya jenius tidak diperlukan. Di antara orang-orang dengan
IQ>120, hanya sedikit ditemukan hubungan IQ dengan inovasi saintifik maupun
dengan produktivitas (Simonton, 1988. Seperti yang dikutip oleh Jarrard).
Jenius tanpa kualitas lainnya yang dibutuhkan tidak cukup untuk mencapai
kesuksesan dalam sains. IQ yang sering dijadikan ukuran kecerdasan seseorang
hanya mengukur kemampuan verbal dan matematis, bukan bagaimana kemampuan
tersebut diterapkan dalam permasalahan yang dihadapi sehari-hari. Kemampuan
untuk bereaksi terhadap krisis yang terjadi dan manajemen emosi seseorang dalam
kehidupan nyata sama pentingnya dengan IQ.
3.
Imajinasi.
Imajinasi dibutuhkan dalam pemecahan masalah sehari-hari. Hampir semua
ilmuwan imajinatif, tetapi yang tidak imajinatif pun dapat menghasilkan produk
sains yang berharga, dalam bentuk pengujian hipotesis yang teliti. Individu
yang memiliki imajinasi tetapi tanpa sikap kritis tidak mungkin disebut
ilmuwan. Ketika imajinasi dikombinasikan dengan kemauan dan kemampuan untuk
melihat mana yang mungkin dan mana yang tidak, hasilnya bisa luar biasa: “Kita
memilih untuk pergi ke bulan” ( J. F. Kennedy ).
4.
Hasrat untuk maju.
Rasa bosan terhadap pencapaian saat ini, keinginan untuk melakukan
perubahan dan untuk melakukan hal yang lebih baik, merupakan stimulus bagi
kemajuan sains. Terutama karena sikap ini menuntun pada usaha untuk mencoba
berbagai variasi konsep yang baru.
5.
Agresifitas.
Ilmuwan yang agresif cenderung lebih sukses dan produktif. Pada dasarnya
sains adalah jalan yang penuh hambatan dan potongan-potongan misteri, serta
masalah-masalah dalam eksperimen. Dibutuhkan sikap agresif yang tidak mau kalah
dalam mengatasi semua hambatan tersebut. Namun harus diingat bahwa perlu adanya
keseimbangan antara etika dan sifat agresif.
6.
Kepercayaan diri.
Kepercayaan diri membangun kesediaan untuk menghadapi hambatan dan
optimisme., relatif lebih bebas terhadap kekhawatiran pada pandangan orang lain
dan bebas dari ketakutan akan masalah yang tidak mampu dipecahkan.
B. Karakteristik yang Esensial.
1. Ketekunan (Persistence).
Karakteristik ini mecakup sikap tidak mudah menyerah,
sabar, teliti, dan sikap mencurahkan pikiran pada satu tujuan. Mungkn contoh
yang paling tepat untuk menunjukkan usaha yang membutuhkan ketekunan tinggi
adalah proses mendapatkan gelar Ph.D. Kegagalan atau kemunduran dan kemajuan
dalam setiap tahap kegiatan saintifik terjadi bergantian, yang harus dilalui
oleh setiap ilmuwan. Ketekunan adalah jembatannya.
Lalu apakah itu berarti ketekunan selalu berujung pada
kesuksesan? Belum tentu. Seorang ilmuwan harus tahu kapan waktunya untuk
berhenti. Terlalu naïve jika beranggapan bahwa semua permasalahan dapat
diselesaikan hanya dengan bekerja atau berusaha lebih keras. Jika suatu masalah
telah mencapai titik dimana semua pilihan solusi tidak memuaskan, maka
tinggalkan. Mungkin permasalahnnya terletak pada perumusan atau pendekatan yang
dipakai salah.
Sebagai
ilustrasi, Jarrard mengutip Matthiesen (1978).
“Budha
merasa kasihan saat melihat seorang pendeta Yoga di tepi sungai yang
menghabiskan waktu hidupnya sebagai manusia selama 20 tahun untuk belajar
berjalan di atas air, sementara ada tukang perahu yang bisa menyeberangkannya
dengan biaya murah”.
Ilustrasi di
atas menggambarkan bahwa sikap tekun (ngotot) tanpa mempertimbangkan rasio
dapat berujung pada kesia-siaan. Walau demikian, pada kenyataannya jauh lebih
banyak ilmuwan yang gagal karena kurangnya ketekunan dibandng karena terlalu
tekun.
2.
Keingintahuan (Curiosity).
Sikap selalu ingin tahu lebih banyak, tidak puas terhadap informasi atau
penjelasan yang hanya menyentuh kulit luar suatu permasalahan saja, adalah roda
penggerak kemajuan sains.
3.
Motivasi diri (Self-motivation).
Hasrat untuk bekerja adalah buah dari kenikmatan dalam
bekerja. Motivasi diri jarang ditemui dalam kebanyakan pekerja, sering dijumpai
pada profesional, dan merupakan suatu yang berfsifat universal pada diri
ilmuwan yang produktif. Pikiran yang dicurahkan pada satu tujuan jelas akan
meningkatkan usaha seseorang, tapi motivasi diri bisa menghasilkan pencapaian
yang lebih dibanding usaha tanpa motivasi. Seorang ilmuwan yang mengerjakan
riset paruh waktu, mungkin di sela-sela tanggung jawabnya dalam mengajar,
dengan motivasi yang kuat dapat lebih produktif dibanding peneliti yang bekerja
secara penuh tapi tanpa memiliki motivasi yang kuat.
Terkait dengan produktivitas seorang ilmuwan, ukuran
yang biasanya digunakan alah kuantitas publikasi, tetapi yang harus diingat
bahwa dampak atau sumbangan terhadap sains sendiri tidak bergantung pada jumlah
publikasi. Artinya bahwa kualitas lebih penting dibanding kuantitas.
4.
Fokus (Focus).
Fokus adalah kemampuan untuk memperoleh poin yang
penting diantara setumpuk detail dan informasi, kemudian berkonsentrasi
terhadap pon tersebut tanpa teralihkan oleh gangguan dari luar. Sikap fokus
menjamin bahwa objek mendapat semua perhatian yang dibutuhkan. Kurangnya fokus
dapat dilihat dari kecenderungan pembahasan yang tidak tuntas, kurang efisien,
ada detail penting yang terlewat, logika yang meloncat-loncat, dan kepanikan
yang berlebihan saat menghadapi hambatan.
5.
Keseimbangan antara sikap skeptis dan penerimaan
(Balance between skepticism and receptivity).
Sikap kritis itu penting. Semua data dan interpretasi
harus dievaluasi terlebih dahulu, bukan langsung diterima mentah-mentah. Akan
tetapi, yang lebih penting lagi ialah mencapai keseimbangan antara sikap
skeptis dan penerimaan: kesedian untuk mengajukan hipotesis yang mungkin
terbukti salah, dibarengi dengan kemampuan untuk memilah hipotesis yang tidak
tepat. Seorang ilmuwan seharusnya menerima (dan kemudian mengkritisi) suatu
konsep atau hasil baru yang diajukan ketimbang menghadapinya dengan penolakan.
Sikap kritis yang menolak semua hal baru telah terbukti merampas baik
kesenangan dalam sains maupun bahan mentah bagi kemajuan sains.
Generalisasi karakteristik ilmuwan oleh Jarrard ini
cenderung subjektif, merupakan hasil pengalamannya dan rekan-rekan sesama
ilmuwan.
C. Karakteristik Ilmuwan ideal hasil rangkuman dari beberapa analisa statistik.
Pandangan yang lebih objektif tentang ilmuwan diberikan oleh Rusthon (1988), hasil rangkuman dari beberapa analisa statistik, yakni sebagai berikut:
“Ilmuwan berbeda dari orang awam dalam hal rasa keingintahuannya yang besar
sejak usia dini dan kemampuan sosial nya yang rendah. Peneliti-peneliti
terkemuka memiliki sifat dominan, mandiri, dan termotivasi pada kesuksesan
intelektual. Ringkasnya, kesan yang ditampilkan oleh ilmuwan yang sukses adalah
individu yang kurang dapat bersosialisasi dibanding rata-rata, serius, cerdas,
agresif, mdominan, berorientasi pada pencapaian, dan mandiri” Rushton (1988).
Kerjasama atau Kompetisi? Baik
kerjasama maupun kompetisi adalah aspek integral dari interaksi saintifik.
Kerjasama membantu menggabungkan ilmuwan-ilmuwan dengan spesialisasi
berbeda-beda demi kesuksesan riset. Sebaliknya, kompetisi bagi banyak ilmuwan
memberikan motivasi untuk terus maju.
Pilihan antara kerjasama atau kompetisi adalah
keputusan sehari-hari dalam inetraksi saintifik antara satu ilmuwan dengan
rekan-rekannya. Banyak ilmuwan yang menyederhanakan pengambilan keputusan ini
dengan mengadopsi berbagai strategi. Dua strategi yang paling sederhana adalah
bekerjasama dengan semua ilmuwan atau berkompetisi dengan semua ilmuwan apapun spesialisasinya.
Pada kenyataannya, setiap individu ilmuwan biasanya berkerjasama dengan
beberapailmuwan pilihan dan berkompetisi dengan lainnya. Apapun strategi yang
kita pilih, kita harus sadar akan konsekuensinya.
Salah satu strategi yang dikembangkan adalah simulasi
oleh Axelrod dan Hamilton [1981]. Pilihan kerjasama/kompetisi disimulasikan
dengan permainan. Di tiap awal permainan, dua orang pemain secara serentak
memilih apakah bekerjasama atau berkompetisi. Kedua pemain mendapat nilai
berdasarkan perbandingan respon keduanya, dan masing-masing berusaha mendapat
nilai yang lebih tinggi :
Pilihan
Saya
|
Pilihan
Lawan
| Nilai Saya |
Keterangan
|
Kerjasama
|
Kompetisi
|
0
|
Kerugian
|
Kompetisi
|
Kompetisi
|
1
|
Saling
berkompetisi
|
Kerjasama
|
Kerjasama
|
3
|
Saling
bekerjasama
|
Kompetisi
|
Kerjasama
|
5
|
Menguntungkan
|
Permainan ini bisa dilakukan di suatu populasi dengan banyak individu, dengan banyak kemungkinan strategi.
Bisa dilihat
kalau lawan main kita hanya satu orang dengan strategi yang sama
berulang-ulang, maka strategi yang paling optimal untuk “menang” adalah dengan
selalu berkompetisi. Tetapi untuk banyak lawan main dengan kemungkinan strategi
yang berbeda-beda, maka strategi yang paling optimal adalah strategi yang
disebut tit for tat. Strategi ini menganjurkan untuk memilih kerjasama pada
awal permainan, dan pada langkah berikutnya meniru langkah lawan sebelumnya.
Strategi ini menjamin kemenangan di hampir semua simulasi.
Kemarin saya membaca sebuah buku
pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Untuk SMP yang ditulis oleh Wasis dkk.
Didalamnya saya menemukan sebuah tulisan yang menjelaskan tentang
langkah-langkah penelitian dan sikap ilmiah, alangkah luar biasanya apabila
kita menerapkan sikap ilmiah dan meniru sikap dasar seorang ilmuwan yang mampu
merubah peradaban menjadi lebih maju. Lalu apa saja sih sikap-sikap tersebut?
1.
Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan
kemampuan belajar yang besar.
Seorang ilmuwan mempunyai sikap ilmiah didalam dirinya, misalnya
apabila melihat proses gejala alam, dia akan terangsang untuk ingin tahu lebih
lanjut, apa, bagaimana, mengapa peristiwa atau gejala itu. Dengan
pertanyaan-pertanyaan itu dia tak hanya diam dan merenung, namun juga mencari
informasi melalui berbagai sumber, dan berusaha memecahkan masalah yang ia
temukan.
2.
Jujur.
Dalam penelaahan ilmiah ada hal yang memaksa ilmuwan untuk jujur,
yakni faktor kontrol. Misalnya, dalam suatu penelitian tentang pengaruh sejenis
obat tertentu, dibuat kelompok penderita yang diberi obat tersebut dan kelompok
lain yang tidak diberi obat sebagai kelompok kontrol. Dengan faktor kontrol
ini, faktor-faktor kebetulan disingkirkan dan ilmuwan melakukan pengamatan dan
wajib melaporkan hasil pengamatan secara objektif.
Artinya jika sikap jujur ini mampu kita aplikasikan dalam kehidupan
kesehari-harian maka perlahan tapi pasti kemajuan dan kebaikan akan dengan
sendirinya meliputi diri kita.
3.
Terbuka.
Seseorang ilmuwan mempunyai pandangan luas, terbuka, bebas dari
prasangka. Ia meyakini bahwa prasangka dan kebencian baik pribadi maupun
kelompok adalah sangat kejam. Ilmuwan akan membuat dugaan dan terus berusaha
menguji dugaannya untuk mengetahui kebenaran tentang alam, materi, moral,
politik, ekonomi, dan tentang hidup. Ilmuwan tidak akan meremehkan suatu
gagasan baru. Ia akan menghargai setiap gagasan baru dan mengujinya sebelum
diterima atau ditolak. Jadi ia terbuka akan pendapat orang lain.
4.
Toleran.
Seorang ilmuwan tidak merasa bahwa ia paling hebat. Ia bahkan
bersedia mengakui bahwa orang lain mungkin lebih banyak pengetahuannya, bahwa
pendapatnya mungkin saja salah, sedangkan pendapat orang lain mungkin benar. Ia
bersedia menerima gagasan orang lain setelah diuji. Dalam usaha menambah ilmu
pengetahuan, ia bersedia belajar dari orang lain, memperbandingkan pendapatnya
dengan pendapat orang lain. Ia tidak akan memaksakan suatu pendapat kepada
orang lain. Ia mempunyai tenggang rasa atau sikap toleran yang tinggi, jauh
dari sikap angkuh.
5.
Optimis.
Seorang ilmuwan selalu berpengharapan baik. Ia tidak akan mengatakan
bahwa sesuatu itu tidak dapat dikerjakan, tetapi akan mengatakan, “Berikan saya
sesuatu kesempatan untuk memikirkan dan mencoba mengerjakan”. Ia selalu
optimis. Rasa humor seorang ilmuwan ada hubungannya dengan tingkat kecerdasan
maupun sikap optimis seseorang.
6.
Pemberani.
Ilmu Pengetahuan merupakan hasil kerja keras ilmuwan.
Ilmuwan sebagai pencari kebenaran akan berani melawan semua ketidakbenaran,
penipuan, dan kepura-puraan yang akan menghambat kemajuan. Keberanian
Copernicus, Galileo, dan Socrates telah banyak diketahui orang. Copernicus dan
Galileo disisihkan karena tidak mempercayai bahwa bumi adalah pusat Alam
Semesta (Geosentris); tetapi menganggap mataharilah yang menjadi pusat tempat
bumi dan planet-planet lainnya berputar (Heliosentris). Socrates memilih mati
meminum racun dari pada menerima hal yang salah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar