PENGGABUNGAN (REGROUPING)
BEBERAPA SEKOLAH DASAR DI DAERAH
A.
Fakta Adanya Penggabungan (Regrouping) Beberapa
Sekolah Dasar Di Daerah.
1. Penggabungan beberapa SD di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur.
Dinas Pendidikan
Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, telah menggabungkan (merger) atau
yang lebih dikenal dengan nama “Regrouping” beberapa sekolah dasar (SD)
di daerah tersebut yang mengalami kekurangan murid.
"Merger
tersebut kami lakukan sebagai langkah efisiensi anggaran dan tenaga, sehingga
gurunya bisa dialihkan untuk sekolah-sekolah yang saat ini kekurangan tenaga
pendidik. Namun untuk jumlahnya kami masih menunggu pengusulan dari tingkat
bawah," kata Kabid Pendidikan Dasar pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Kabupaten Trenggalek, Munib, yang telah kami kutib dari salah satu artikel di
Kantor Berita Antara.
Beliau menjelaskan
bahwa sejumlah SD yang mengalami kekurangan murid tersebut rata-rata memiliki
siswa kurang dari 50 anak, bahkan dari catatan Dinas Pendidikan Kabupaten
Trenggalek, ada sekolah yang hanya memiliki total murid kelas I sampai kelas VI
sejumlah 23 anak. "Ini terjadi di SD Negeri Dermosari II Kecamatan Tugu.
Di SD tersebut satu kelas ada yang hanya memiliki 4 siswa, bahkan ada juga yang
3 siswa saja. Kemudian lagi di SD Prambon 6 Tugu, yang hanya memiliki 38 siswa,"
katanya lagi.
2. Penggabungan beberapa SD di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.
Bekas gedung SDN 8 Pamotan, Kabupaten Rembang yang tak
lagi digunakan setelah sekolah itu digabung (regrouping) akan dimanfaatkan
untuk mendirikan SLB baru.
Sekretaris Dewan Pendidikan Kabupaten Rembang Edi
Winarno mengatakan, pendirian SLB di tempat itu akan membantu orang tua Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK) untuk bisa menyekolahkan anaknya. Selain itu Edi juga mengatakan,
ada ribuan ABK di Kabupaten Rembang yang kesulitan bersekolah karena jauhnya
akses ke SLB di kabupaten Rembang. Kabupaten Rembang baru memiliki satu SLB di
Rembang Kota dan satu SLB filial di Kecamatan Lasem. “Idealnya memang harus ada
satu SLB di eks wilayah kawedanan. Dengan begitu para orang tua anak
berkebutuhan khusus tidak kesulitan lagi untuk menyekolahkan anaknya,”
jelasnya.
Para orang tua kerap kewalahan karena harus mengantar
jemput anaknya ke sekolah. Karena jarak yang jauh, mereka akhirnya memutuskan
tidak menyekolahkan anaknya. Sebagian memilih sekolah inklusif bagi anaknya.
“Namun karena guru di sekolah umum berstatus inklusif belum banyak yang memiliki
keahlian, akhirnya kebutuhan belajar para ABK juga masih sedikit terabaikan,”
katanya. Edi Winarno menambahkan, setelah SLB di Pamotan berdiri, pihaknya akan
memperjuangkan pendirian sekolah serupa di wilayah Sulang dan Kragan. SLB di
Sulang penting untuk melayani ABK di wilayah selatan kabupaten tersebut.
Sedangkan di Kragan bisa untuk melayani wilayah timur Kabupaten Rembang.
Selain itu Kepala Bidang Kurikulum Dinas Pendidikan
(Disdik) Rembang Mardi membenarkan pembukaan SLB baru di wilayah Pamotan. Pemkab
sudah mengucurkan bantuan Rp 130 juta kepada Dewan Pendidikan untuk
merealisasikan rencana itu pada tahun ini. (Suara Merdeka, Minggu (21/10/2012).
3. Penggabungan beberapa SD di Kabupaten Kulonprogo.
Sebagai contoh adalah regrouping SD
Balangan 1 dan SD Sendangrejo, Kabupaten Kulonprogo. Kepala Dinas Pendidikan
Kabupaten Kulon progo mengatakan bahwa perencanaan sarana dan prasarana
pendidikan SDN yang terkena kebijakan
regrouping yang tidak digunakan untuk KBM umumnya sudah direncanakan dan
dimusyawarahkan terlebih dahulu oleh kedua belah pihak (sekolah yang digabungi
dengan yang digabung) yang dihadiri oleh kepala sekolah, guru, komite
sekolah/BP3 kedua SD serta dihadiri oleh perangkat desa setempat dan Dinas Pendidikan
Kecamatan maupun Kabupaten sehingga tidak terjadi masalah yang tidak
diinginkan. Seperti yang terjadi di SD Balangan 1 dan SD Sendangrejo tersebut.
Sebelum diadakan regrouping, para guru di ke dua SD tersebut sudah dikumpulkan
dan diajak bermusyawarah, apa dan bagaimana hingga ada wacana penggabungan
(Regrouping ). Regrouping ke dua SD tersebut juga mampu mengatasi kekurangan
guru SD di kecamatan Minggir.
4. Penggabungan beberapa SD di Kecamatan Tulakan.
SDN Losari 1 dan SDN Losari 3 merupakan dua sekolah
yang secara teknis layak digabung. Kedua sekolah memiliki halaman yang sama ( satu
tapak sekolah ), tetapi berbeda jumlah muridnya. SDN 1 banyak muridnya 125
orang , sedangkan SDN 3 sebanyak 75 orang dan ada kecenderungan jumlah muris
kian meturun. Kepala Cabang Dinas Pendidikan Kec. Tulakan, Bapak Sulistyo berani
mengambil inisiatif untuk melakukan regrouping pada tahun ajaran 2000/2001
tanpa menunggu SK Bupati, dan berhasil melakukannya tanpa menimbulkan konflik
yang tidak perlu.
5. Rencana/ wacana penggabungan beberapa SD di Kabupaten Batang,
Jawa Tengah.
Sebagai contoh adalah SDN Kauman 3 dan 4, Kabupaten
Batang terletak di lokasi yang sama dan mempunyai satu halaman yang tidak
terlalu besar. SD Kauman 4 mempunyai 175 siswa dan SD Kauman 3 mempunyai 116
murid. Di SD Kauman 4, kelas V nya memiliki 28 siswa sedangkan di SD Kauman 3
hanya ada 14 siswa.
Di kedua sekolah tersebut gurunya cukup lengkap, hanya
kekurangan guru olah raga di SD Kauman 3. Di Kecamatan Batang banyak sekolah
yang jumlah gurunya masih kurang. Kedua sekolah tersebut juga sudah mempunyai
buku perpustakaan tetapi belum ada ruangan khusus untuk perpustakaa. Kondisi
beberapa ruang kelas di SD Kauman 3 sudah sangat buruk ( atapnya
berlubang-lubang dan sangat mengkhawatirkan ) dan tentu saja bila terjadi hujan
akan sangat merepotkan. Kedua sekolah ini ternyata mempunyai satu Komite
Sekolah bersama. Dari hasil analisis data pemetaan, penggabungan kedua sekolah
ini menjadi satu SD diusulkan. Siswa dapat dibagikan lebih merata setiap kelas,
kalau tetap ada kelas paralel. Kalau tidak ada kelas paralel beberapa guru
dapat dimanfaatkan di sekolah lain yang kekurangan guru. Salah satu ruang yang
tidak lagi digunakan dapat dimanfaatkan sebagai perpustakaan sekolah. Mungkin
ruang kelas yang rusak berat tidak perlu digunakan lagi. Kepala Sekolah SDN
Kauman 3 dan 4 mengatakan bahwa animo pendaftaran siswa di sekolah mereka
menurun, sehingga ada baiknya jika dilakukan penggabungan Regrouping.
B.
Faktor Yang
Menyebabkan Terjadinya Penggabungan ( Regrouping) Beberapa Sekolah Dasar Di
Daerah.
Ada beberapa faktor
yang menyebabkan terjadinya penggabungan (Regrouping ) beberapa Sekolah Dasar
di daerah :
1. Himbauan
dari pemerintah.
Regrouping/ penggabungan beberapa
SD dilakukan karena adanya himbauan dari pemerintah melalui Mendagri yang telah mengeluarkan surat Nomor: 421.2/2501/Bangda/1998
tentang Pedoman Pelaksanaan Penggabungan (Regrouping) Sekolah Dasar, yang mana
tujuan penggabungan tersebut adalah untuk mengatasi masalah kekurangan tenaga
guru, peningkatan mutu, efisiensi biaya bagi perawatan gedung sekolah.
Sedangkan sekolah yang ditinggalkan dimungkinkan penggunaannya untuk rencana
pembukaan SMP kecil/SMP kelas jauh atau setara sekolah lanjutan sesuai
ketentuan setempat untuk menampung lulusan Sekolah Dasar.
2. Sebagai
implementasi keputusan Mendiknas.
Selain itu Regrouping/ penggabungan
beberapa SD tersebut dilakukan sebagai Implementasi Kepmendiknas Nomor
060/U/2002 tentang Pedoman Pendirian Sekolah, dalam ayat 1 pasal 23 dinyatakan
bahwa pengintegrasian sekolah merupakan peleburan atau penggabungan dua atau
lebih sekolah sejenis menjadi satu sekolah.
3. Kekurangan guru.
Adanya
permasalahan di beberapa daerah yang mengeluh kekurangan
guru, padahal di beberapa daerah yang lain rasio siswa dibanding guru di SD
cukup rendah. Dasar perhitungan guru perlu diadakan perubahan. Saat ini jumlah
guru kelas dihitung menurut jumlah rombongan belajar. Meskipun hanya ada
beberapa murid di satu kelas ( kadang-kadang
kurang dari 5 orang ) tetap dianggap perlu ada satu guru kelas. Akibatnya, ada
beberapa guru mempunyai sedikit murid (sering di bawah 15 orang), sedangkan
guru lain harus mengajar lebih dari 60
orang.
4. Kekurangan
murid.
Beberapa SD hanya memiliki jumlah
siswa kurang dari 50 orang, dan dengan demikian tiap-tiap kelas hanya mempunyai
siswa relatif sedikit.
5. Sarana/
prasarana untuk pembelajaran kurang memadai.
Beberapa sarana/ prasarana di suatu
Sekolah Dasar terutama gedung/ lokal kurang memadai, ditunjang dengan jumlah
siswa yang relatif sedikit, sehingga demi efisiensi biaya, dan lain-lain perlu
diadakan penggabungan dengan sekolah lain.
6. Dua
sekolah satu halaman.
Jika ada dua Sekolah Dasar yang gedungnya satu
halaman, sedangkan keadaan/ kondisi ke duanya sangat bertolak belakang, maka
perlu dilakukan penggabungan ( Regrouping )
C.
Dampak dari penggabungan ( Regrouping ) Beberapa
Sekolah Dasar
Di Daerah .
1. Dampak
positif.
Dari beberapa penelitian,
penggabungan ( Regrouping ) beberapa SD di daerah memiliki dampak positif
sebagai berikut
a. Terjadi
efisiensi biaya
b. Alokasi
dana BOS lebih terarah.
c. Pemerataan
jumlah murid di beberapa SD di suatu daerah.
d. Dapat
mengatasi kekurangan guru di suatu SD.
e. Dapat
mengatasi kekurangan sarana/prasarana berupa lokal/ ruangan tempat pembelajaran
maupun kegiatan lain, misalnya : ruang perpustakaan, ruang UKS, ruang Kepala
Sekolah, dan sebagainya
f. Gedung
bekas SD yang lama bisa digunakan untuk kegiatan yang lain, sesuai dengan
kebutuhan masing-masing daerah
g. Dapat
meningkatkan mutu pendidikan di SD yang di regroup, karena terpenuhinya
sarana/prasarana yang dibutuhkan.
2. Dampak
negatif.
Regrouping
dapat menimbulkan masalah, baik bagi siswa, orang tua murid, guru yang dimutasi, personal Kepala Sekolah ataupun stakeholder yang berkompeten demi tercapainya
sejumlah manfaat dan tujuan dari pendirian suatu sekolah dasar tersebut.
Selain
itu juga akan terjadi masalah organisasi, kesiswaan, kurikulum (pengajaran),
kepegawaian, pembiayaan, hubungan sekolah dengan masyarakat, ketatalaksanaan, terutama
jika pelaksanaan penggabungan sudah dilakukan, tetapi surat keputusan penggabungan
dari pejabat yang berwenang belum terbit
D.
Cara-cara Yang Baik Untuk Melakukan Penggabungan Sekolah
Dasar ( Regrouping ).
Ada beberapa proses
yang harus diperhatikan dan dilaksanakan sebelum pelaksaan penggabungan (
regrouping ) yakni :
1. Lakukan pengkajian
yang mendalam serta pemetaan terlebih dahulu di sekitar sekolah yang
bersangkutan, sehingga tidak terkesan
asal-asalan. Karena bisa saja, meskipun sebuah sekolah mengalami
kekurangan murid tetapi keberadaannya dibutuhkan, karena mungkin sekolah itu
satu-satunya wilayah tersebut. Kalau nekad di merger maka bisa saja anak-anak di sekitar itu tidak mau
bersekolah karena kejauhan, misalnya.
2. Lakukan analisa lapangan dengan melihat tingkat pertumbuhan
penduduk dan jumlah sekolah yang ada di sekitarnya. Hal ini harus dilakukan untuk
mengetahui kondisi riil di masing-masing sekolah tersebut.
3.
Melakukan koordinasi dengan instansi terkait (camat,
kepala desa, Dinas PU untuk menilai kelayakan bangunan ).
4. Apabila dari analisa yang diperoleh di lapangan diketahui
bahwa memang sekolah tersebut tidak prospektif lagi dan terancam bubar, kemudian
lakukan pertemuan antar guru, kepala sekolah, orang tua murid, komite sekolah,
serta pejabat setempat kedua belah pihak (sekolah yang digabungi dengan yang
digabungi ) untuk melakukan musyawarah, termasuk penggunaan sarana/ prasarana
dari sekolah yang ditinggalkan.
5. Setelah mendapat tanggapan yang positif dari para guru, kepala
sekolah, orang tua murid, dan komite sekolah, pihak UDP segera mengajukan proposal
penggabungan ke dinas pendidikan.
6.
Lakukan
sosialisasi kepada murid dan seluruh warga sekolah, akan adanya penggabungan (
Regrouping ) dengan sekolah lain.
7.
Merencanakan karier kepala sekolah yang akan
kehilangan posisinya.
8.
Merencanakan penempatan guru ke sekolah lain yang
membutuhan.
9. Setelah turun Surat
Keputusan dari pejabat yang berwenang baru
dilaksanakan penggabungan. Jadi jangan sekali-sekali pelaksanaan di lapangan
sudah terjadi, padahal SK Bupati belum turun, karena proses penggabungan
sekolah membutuhkan landasan hukum yang kuat agar tidak menimbulkan persoalan
lain di kemudian hari.
Namun
demikian, diberikan alternatif bahwa untuk sekolah yang muridnya sedikit,
tetapi lokasinya berjauhan (sehingga menyulitkan regrouping), yang dilakukan
adalah mengubah status dari SD konvensional (dengan 6 guru kelas) menjadi SD
kecil (dengan 3 guru kelas). Sementara itu, untuk sekolah-sekolah swasta,
keputusan diserahkan kepada pengelola sekolah, tetapi Pemda menentukan syarat
jumlah murid minimal untuk dapat menerima bantuan tertentu. Dengan mekanisme
demikian, esensi program akan berjalan dengan baik.
1. http://m.suaramerdeka.com /dampak penggabungan (regrouping) beberapa SD
di daera
2. http://Antara.com / penggabungan (regrouping) beberapa SD di daerah Jawa timur
3. http://m.suaramerdeka.com/bb/bblauncher/SMLauncher.jad/ penggabungan (regrouping) beberapa SD di
kab.Rembang
Mksh., smg bermanfaat!
BalasHapus