KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahNya, sehingga penyusunan makalah sebagai tugas Ujian Tengah Semester,
Mata Kuliah Kebijakan Pendidikan ini dapat berjalan lancar tanpa hambatan
berarti.
Dalam
makalah ini telah dapat kami paparkan tentang Dampak Sertifikasi Guru, baik
dampak positif maupun negatifnya, serta apa dan bagaimana guru yang Profesional.
Materi yang ditulis dalam makalah ini dimaksudkan agar kita dapat mengetahui
apa dan bagaimana “Guru yang Profesional, serta dampak apa saja timbul akibat
adanya Sertifikasi Guru” itu sesuai dengan keterbatasan kemampuan kami sebagai
penyaji.
Kami
tahu bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun kami berharap bahwa apa
yang telah kami paparkan ini dapat sedikit bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya.
Amin
!
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah.
Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang
mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal
balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.
Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat
utama bagi berlangsungna prses belajar-mengajar. Interaksi dalam peristiwa
belajar-mengajar mempunyai arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan antar
guru dengan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan hanya
penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan penanaman sikap dan nilai
pada siswa yang sedang belajar.
Proses belajar-mengajar mempunyai makna dan pengertian
yang lebih luas daripada pengertian mengajar. Dalam proses belajar-mengajar
tersirat adanya satu kesatuan kegiatan yang tak terpisahkan antara siswa yang
belajar dan guru yang mengajar. Antara kedua kegiatan ini terjalin interaksi
yang saling menunjang.
Guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan
keahlian khusus sebagai guru. Pekerjaan ini tidak bisa dilakukan oleh orang
yang tidak memiliki keahlian khusus untuk melakukankegiatan atau pekerjaan
sebagai guru. Orang yang pandai berbicara dalam bidang-bidang tertentu, belum
dapat disebut sebagai guru. Untuk menjadi guru diperlukan syarat-syarat khusus,
apalagi sebagai guru profesional.
Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah
laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan
lingkungannya. Seseorang setelah mengalami proses belajar, akan mengalami
perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuannya, keterampilannya, maupun
aspek sikapnya. .Misalnya dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak
mengerti menjadi mengerti, dari ragu-ragu menjadi yakin, dari tidak sopan
menjadi sopan. Kriteria keberhasilan dala belajar di antaranya ditandai dengan
terjadinya perubahan tingkah laku pada diri individu yang belajar.
Dari awal permasalahan belajar sebenarnya memiliki
kandungan substansi yang “misterius’. Berbagai macam teori belajar telah
ditawarkan para pakar pendidikan dengan belahar dapat ditempuh secara efektif
dan efisien, dengan implikasi waktu cepat dan hasilnya banyak. Namun, sampai
saat ini belum ada satupun teori yang dapat menawarkan strategi belajar secara
tuntas. Masih banyak persoalan-persoalan belajar yang belum tersentuh oleh
teori-teori tersebut.
Kompleksitas persoalan yang terkait dengan belajar
inilah yang menjadi penyebab sulitnya menuntaskan strategi belajar. Ada banyak
faktor yang mesti dipertimbangkan dalam belajar, baik yang bersifat internal
maupun yang eksternal. Diantara sekian banyak faktor eksternal terdapat guru
yang sangat berpengaruh terhadap siswa. Sukses tidaknya para siswa dalam
belajar di sekolah, sebagai penyebab tergantung pada guru. Ketika berada di
rumah, para siswa berada dalam tanggung jawab orang tua, tetapi di sekolah
tanggung jawab itu diambil oleh guru. Sementara itu, masyarakat menaruh harapan
yang besar agar anak-anak mengalami perubahan-perubahan positif-konstruktif
akibat mereka berinteraksi dengan guru. Tetapi banyak juga masyarakat yang
kurang sadar bahwa peran lingkungan keluarga dan masyarakat kadang-kadang lebih
berpengaruh dibandingkan guru.
B.
Kondisi Saai Ini.
Kemerosotan pendidikan kita sudah terasakan selama
bertahun-tahun, untuk kesekian kalinya kurikulum dituding sebagai penyebabnya.
Hal ini tercermin dengan adanya upaya mengubah kurikulum mulai kurikulum 1975
diganti dengan kurikulum 1984, kemudian diganti lagi dengan kurikulum 1994.
Nasanius (1998) mengungkapkan bahwa kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan
oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan
keengganan belajar siswa.
Profesionalisme sebagai penunjang kelancaran guru
dalam melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua faktor besar yaitu
faktor internal yang meliputi minat dan bakat dan faktor eksternal yaitu
berkaitan dengan lingkungan sekitar, sarana prasarana, serta berbagai latihan
yang dilakukan guru.(Sumargi, 1996) Profesionalisme guru dan tenaga
kependidikan masih belum memadai utamanya dalam hal bidang keilmuannya.
Misalnya guru Biologi dapat mengajar Kimia atau Fisika. Ataupun guru IPS dapat
mengajar Bahasa Indonesia. Memang jumlah tenaga pendidik secara kuantitatif
sudah cukup banyak, tetapi mutu dan profesionalisme belum sesuai dengan
harapan. Banyak diantaranya yang tidak berkualitas dan menyampaikan materi yang
keliru sehingga mereka tidak atau kurang mampu menyajikan dan menyelenggarakan
pendidikan yang berkualitas.
C.
Kondisi Yang Diharapkan.
Menurut
UU nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen tersirat maupun tersurat, bahwa
seorang guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah, seperti disebutkan pada (Pasal 1 Ketentuan Umum), dan guru
harus profesional, dan dimaksud adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan
oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan
keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma
tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Maka,
UU nomor 14 tahun 2005 dimaksud lebih memberi makna bagi guru dan Dosen, serta
merupakan peluang bagi guru-guru untuk dapat mengembangkan kompetensi, dan
tidak mustahil menjadi momok bagi guru-guru yang memiliki kompetensi rendah,
dan ini menjadi konsekuensi bagi guru dan dosen akan diberlakukannya UU
tersebut.
Oleh
sebab itu, sejalan dengan Pasal 2 dinyatakan bahwa Guru mempunyai kedudukan
sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah,
dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan, dan Pengakuan kedudukan guru sebagai
tenaga profesioanl sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat
pendidik.
Selanjutnya
disebutkan pula bahwa sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan, dan Sertifikasi pendidik
diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga
kependidikan yang terakreditasi atau ditunjuk pemerintah
D. Perumusan
Masalah :
1. Bagaimana peran guru dalam kegiatan pembelajaran?
2. Apa
saja kompetensi profesionalisme guru ?
3. Bagaimana
dampak
sertifikasi ?
E. Tujuan
Penyusunan Makalah :
1.
Menjelaskan/ memaparkan bagaimana peran guru dalam kegiatan pembelajaran.
2. Memaparkan
apa saja kompetensi profesionalisme guru.
3. Memaparkan
bagaimana dampak
sertifikasi.
BAB I I
PEMBAHASAN
A.
Peran
guru dalam kegiatan pembelajaran.
Keberadaan guru bagi suatu bangsa amatlah penting,
apalagi bagi suatu bangsa yang sedang membangun, terlebih-lebih bagi keberlangsungan hidup bangsa di tengah-tengah lintasan perjalanan
zaman dengan teknologi yang kian canggih dan segala perubahan serta pergeseran
nilai yang cenderung memberi nuansa kepada kehidupan yang menuntut ilmu dan
seni dalam kadar dinamik untuk dapat mengadaptasi diri. Semakin akurat para
guru melaksanakan fungsinya, semakin terjamin
tercipta dan terbinanya kesiapan dan keandalan seseorang sebagai manusia
pembangunan. Dengan kata lain, potret dan wajah diri bangsa di masa depan
tercermin dari potret diri para guru masa kini, dan gerak maju dinamika
kehidupan bangsa berbanding lurus dengan citra para guru di tengah-tengah
masyarakat
Sejak dulu, dan mudah-mudahan sampai sekarang, guru
menjadi panutan masyarakat. Guru tidak hanya diperlukan oleh para murid di
ruang-ruang kelas, tetapi juga diperlukan oleh masyarakat lingkungannya dalam
menyelesaikan aneka ragam permasalahan yang dihadapimasyarakat.Sebagaimana yang
telah dikemukakan di atas, perkembangan baru terhadap pandangan
belajar-mengajar menjadi konsekuensi bagi guru untuk meningkatkan peranan dan
kompetensinya karena proses belajar-mengajar dan hasil belajar siswa sebagian
besar ditentukan oleh peranan dan kompetensi guru. Guru yang kompeten akan
mampu mengelola kelasnya sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat
optimal.
Peranan dan kompetensi guru dalam proses belajar-mengajar
meliputi :
1. Guru Sebagai
Demonstrator.
Melalui peranannya sebagai demonstrator, pengajar,
guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan
diajarkannya serta mengembangkannya dengan berusaha meningkatkan kemampuannya
dalam hal ilmu yang dimilikinya karena hal ini akan sangat menentukan hasil
belajar yang dicapai oleh siswa. Salah satu yang harus diperhatikan oleh guru
bahwa ia sendiri adalah pelajar. Ini berarti bahwa guru harus belajar
terus-menerus. Dengan cara demikian ia akan memperkaya dirinya dengan berbagai
ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar dan
demonstrator sehingga mampu memperagakan apa yang diajarkannya secara didaktis.
Maksudnya agar apa yang disampaikannya betul-betul dimiliki oleh anak didik. Selain
itu seorang guru hendaknya mampu dan terampil dalam merumuskan TIK, memahami
kurikulum, dan sebagai sumber belajar. Sebagai pengajar ia pun harus membantu
perkembang-an anak didik untuk dapat menerima, memahami, serta menguasai ilmu
pengetahuan. Untuk itu guru hendaknya mampu memotivasi siswa agar senantiasa
belajar dalam berbagai kesempatan.
2. Guru Sebagai
Pengelola Kelas.
Dalam perannya sebagai pengelola kelas (learning
manager), guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta
merupakan aspek dari sekolah yang perlu diorgani-sasi. Lingkungan ini diatur
dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan pendidikan.
Lingkungan yang baik ialah yang bersifat menantang dan
merangsang siswa untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan dengan
mencapai tujuan. Kualitas dan kuantitas belajar siswa di dalam kelas tergantung
pada banyak faktor, antara lainialah guru, hubungan pribadi antara siswa di
dalam kelas, serta kondisi umum dan suasana di dalam kelas. Tujuan umum
pengelolaan kelas ialah menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas untuk
bermacam-macam kegiatan belajar dan mengajar agar mencapai hasil yang baik.
Sedangkan tujuan khususnya adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam
menggunakan alat-alat belajar, menciptakankan kondisi yang memungkinkan siswa
bekerja dan belajar, serta membantu siswa memperoleh hasil yang diharapkan.
Sebagai manajer, guru bertanggung jawab memelihara lingkungan fisik kelasnya
agar selalu menyenangkan untuk belajar dan mengarahkan atau membimbing proses
intelektual dan sosial di dalam kelasnya.
3. Guru Sebagai
Mediator dan Fasilitator.
Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan
dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan karena media pendidikan
merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar-mengajar.
Dengan demikian maka pendidikan merupakan dasar yang sangat diperlukan yang
bersifat melengkapi dan merupakan bagian integral demi berhasilnya proses
pendidikan dan pengajaran di sekolah. Guru tidak cukup hanya memiliki
pengetahuan tentang media pendidika Bagaimana orang berinteraksi dan
berkomunikasi.
Tujuannya agar guru dapat menciptakan secara maksimal
kualitas lingkungan yang interaktif. Dalam hal ini ada tiga macam kegiatan yang
dapat dilakukan oleh guru, yaitu mendorong berlangsungnya tingkah laku sosial
yang baik, mengembangkan gaya interaksi pribadi, dan menumbuhkan hubungan yang
positif dengan para siswa. Sebagai fasilitator guru hendaknya mampu
mengusahakan sumber belajar yang berguna serta dapat menunjang pencapaian
tujuan dan peoses belajar-mengajar, baik yang berupa nara sumber, buku teks,
majalah, ataupun surat kabar.
4. Guru Sebagai
Evaluator.
Dalam satu kali proses belajar-mengajar guru hendaknya
menjadi seorang evaluator yang baik. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui
apakah tujuan yang telah dirumuskan itu tercapai atau belum, dan apakah materi
yang diajarkan sudah cukup tepat. Semua pertanyaan tersebut akan dapat dijawab
melalui kegiatan evaluasi atau penilaian.Dengan penilaian, guru dapat
mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran,
serta ketepatan atau keefektifan metode mengajar. Tujuan lain dari penilaian di
antaranya ialah untuk mengetahui kedudukan siswa di dalam kelas atau
kelompoknya. Dengan penilaian guru dapat mengklasifikasikan apakah seorang
siswa termasuk kelompok siswa yang pandai, sedang, kurang, atau cukup baik di
kelasnya jika dibandingkan dengan teman-temannya.
B. Kompetensi Guru.
Menurut
Kamus Bahasa Indonesia (WJS Purwadarminta) kompetensi berarti (kewenangan)
kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal. Pengertian dasar
kompetensi ( compe-tency ) yakni kemampuan atau kecakapan. Adapun kompetensi
guru adalah the ability of teacher to responsibility perform has or her duties
oppropriately.
Kompetensi
guru merupakan kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan profesi
keguruannya. Dengan bertitik tolak pada pengertian tersebut, maka pengertian
guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam
bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru
dengan kemampuan maksimal. Atau dengan kata lain, guru profesional adalah orang
yang tidak terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalamn yang
kaya di bidangnya. Yang dimaksud dengan terdidik dan terlatih bukan hanya
memperoleh pendidikan formal tetapi juga harus menguasai berbagai strategi atau
teknik di dalam kegiatan belajar mengajar serta menguasai landasan-landasan
kependidikan seperti yang tercantum dalam kompetensi guru yang profesional.
Terdapat banyak pendapat tentang kompetensi yang seharusnya dikuasai guru
sebagai suatu jabatan profesional.
Ada ahli
yang menyatakan ada 11 kompetensi pokok yang harus dikuasai guru :
1.
Menguasai
bahan ajar.
2.
Menguasai
landasan-landasan kependidikan.
3.
Mampu mengelola
program belajar mengajar.
4.
Mampu
mengelola kelas.
5.
Mampu
menggunakan media/sumber belajar lainnya.
6.
Mampu mengelola
interaksi belajar mengajar.
7.
Mampu
menilai prestasi peserta didik untuk kepentingan pengajaran.
8.
Mengenal
fungsi dan program pelayanan bimbingan
dan penyuluhan.
9.
Mengenal
penyelenggaraan administrasi sekolah.
10. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian
pendidikan guna keperluan pengajaran.
11. Memiliki kepribadian yang tinggi. Uzer Usman (1995)
mengajukan jenis kompetensi yang agak berbda bagi guru.
Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pada pasal 10 ayat
(1) menyatakan bahwa :
“Kompetensi guru
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional
yang
diperoleh melalui pendidikan profesi”
Standar kompetensi guru mencakup kompetensi inti guru yang dikembangkan menjadi kompetensi guru PAUD/TK/RA, guru
kelas SD/MI, dan guru
mata pelajaran pada SD/MI,SMP/MTs, SMA/MA,
dan SMK/MAK.
a.
Kompetensi Pedagogik
Kompetensi
Pedagogik adalah kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan
peserta didik untuk mengaktualisasi-kan berbagai potensi yang dimilikinya. Sub
kompetensi dalam kompetensi Pedagogik adalah :
1.
Memahami
peserta didik secara mendalam yang meliputi memahami peserta didik dengan
memamfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif, prinsip-prinsip
kepribadian, dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik.
2. Merancang
pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran yang
meliputi memahmi landasan pendidikan,
menerapkan teori belajar dan pembelajaran, menentukan strategi pembelajaran
berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan
materi ajar, serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang
dipilih.
3. Melaksanakan
pembelajaran yang meliputi menata latar ( setting) pembelajaran dan
melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
4. Merancang
dan melaksanakan evaluasi pembelajaran yang meliputi merancang dan melaksanakan
evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan denga
berbagai metode, mengana-lisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk
menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery level), dan memamfaatkan hasil
penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara
umum.
5. Mengembangkan
peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya meliputi
memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik, dan
memfasilitasipeserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi non akademik.
Kompetensi Kepribadian
adalah
kemampuan personal yang mencermin-kan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa,
arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
Sub kompetensi dalam kompetensi kepribadian meliputi :
1.
Kepribadian
yang mantap dan stabil meliputi bertindak sesuai dengan norma sosial, bangga
menjadi guru, dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.
2. Kepribadian
yang dewasa yaitu menampilkan kemandirian dalam
bertindak sebagaipendidik
dan memiliki etod kerja sebagai guru.
3.
Kepribadian
yang arif adalah menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemamfaatan peserta
didik, sekolah dan masyarakat dan menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan
bertindak.
4. Kepribadian
yang berwibawa meliputi memiliki perilaku yang berpengaruh positif
terhadappeserta didik dan memiliki perilaku yangh disegani.
5.
Berakhlak
mulia dan dapat menjadi teladan meliputibertindak sesuai dengan norma religius
(imtaq, jujur, ikhlas, suka menolong) dan memiliki perilaku yang diteladani
peserta didik.
C. Kompetensi Profesional
Kompetensi Profesional
adalah penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam,
yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan
substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur
dan metodologi keilmuannya.
1.
Menguasai
materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung pelajaran yang
dimampu
2. Mengusai
standar kompentensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/ bidang pengembangan yang dimampu
3.
Mengembangkan
materi pembelajaran yang dimampu secara kreatif.
4. Mengembangkan
keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif
Kompetensi Sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi
dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
1. Bersikap
inkulif, bertindak obyektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin,
agara, raskondisifisik, latar belakang keluarga, dan status sosial keluarga.
2.
Berkomunikasi
secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat.
3.
di
tempat bertugas di seluruh wilayah RI yang memiliki keragaman social budaya.
4. Berkomunikasi dengan lisan
maupun tulisan
Mulyasa
(2007) mengajukan jenis kompetensi yang
agak berbeda bagi guru. Kompetensi guru dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Kompotensi
pribadi mencakup :
a. Kemampuan
mengembangkan kepribadian.
b. Kemampuan
berinteraksi dan berkomunikasi.
c. Kemampuan
bimbingan dan penyuluhan.
d. Kemampuan
yang terkait dengan administrasi sekolah.
e. Kemampuan
melaksanakan penelitian sederhana.
2. Sedangkan
kompetensi profesional mencakup :
a. Menguasai
landasan kependidikan.
b. Menguasai
bahan pengajaran.
c. Mampu
menyusun program pengajaran.
d. Mampu
melaksanakan program pengajaran.
e. Mampu
menilai hasil dan proses belajar mengajar.
C. Dampak sertifikasi guru.
1. Dampak
positif.
Dampak
dari kepemilikan sertifikasi pendidikan, maka guru akan memperoleh penghasilan
di atas kebutuhan minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) UU nomor
14 tahun 2005 meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta
penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan
khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang
ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi dan guru yang
diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan, Guru
yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat
diberi gaji berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Dengan
pendapatan yang meningkat tentu saja
berakibat kehidupan gurupun meningkat. Bahkan sekarang mulai banyak yang
melanjutkan studi ( Dari S1 ke S2 maupun ke S3 ). Selain itu, UU nomor 14 tahun
2005 tersebut akan dapat mengangkat marwah dan martabat guru secara hakiki,
karena selama ini andil dan kontribusi guru di dalam mencerdaskan anak negeri
ini sepertinya dipandang sebelah mata, dan memandang profesi guru sebagai
profesi biasa. Ini terjadi selama ini direpublik ini, sehingga masa depan guru
suram dan profesi guru tidak menjanjikan, bahkan terkesan dilecehkan.
2. Dampak
negatif.
Setelah
mendapatkan tunjangan sertifikasi, kenyataan yang terjadi di lapangan banyak
sekali guru yang hebat , diantaranya sebagai guru inti, guru trainer, instruktur
dalam workshop dan sebagainya. Namun yang disesalkan justru guru tersebut
menjadi lupa akan tugas utamanya sebagai guru, yakni melaksanakan pembelajaran
di kelas dengan menerapkan metode-metode pembelajaran yang dia pelajari, bahkan
yang disampaikannya saat berbicara di depan orang banyak sebagai pembicara
dalam seminar, training, dan sebagainya. Faktanya, banyak sekali guru yang
hebat hanya dalam teori dan metode-metode pembelajaran, tetapi ketika dia
melaksanakan tugasnya di lapangan, guru tersebut justru kembali ke sistem
konvensional yang selama ini dianutnya. Hal inilah yang menjadi dilema dalam pelaksanaan
sertifikasi guru. Jangan sampai demi mengejar status guru profesional dan tentunya tambahan penghasilan, seorang
guru justru lupa akan titahnya sebagai seorang pendidik yang berhadapan
langsung dengan peserta didik dan mengasuh peserta didik agar menjadi manusia
seutuhnya.
Selain
itu, dengan adanya tunjangan sertifikasi guru, ternyata menimbulkan kecemburuan
dengan PNS lain, PNS lain beranggapan kalau tugas guru hanya itu-itu saja
harusnya sudah cukup dengan tunjangan fungsional dengan kata lain mereka
beranggapan guru tidak pantas untuk mendapatkan tunjangan profesi melalui
sertifikasi guru.
Untuk
pengajuan PAK (Penilaian Angka Kredit) mulai tahun 2013, guru harus melakukan
penelitian, penulisan artikel dan membuat PTK (penelitian tindakan kelas). Hal ini tentu saja akan
membebani guru dan jika aturan itu benar-benar dilaksanakan maka akan banyak
guru yang berhenti pada golongan IIIB. Selain itu, jika guru berusaha mengejar
golongan pangkatnya, maka bisa saja guru menjadi terjebak pada kegiatan tulis-menulis
ataupun penelitian yang pasti akan mengurangi waktu dan perhatiannya kepada
tugas utamanya, yakni sebagai pendidik dan pengajar.
Semakin
lama semakin sulit bagi seorang guru untuk memperoleh sertifikat pendidik. Pada
tahun 2012, pemerintah menetapkan beberapa persyaratan sebagai berikut :
a. Guru
yang masih aktif mengajar di sekolah di bawah binaan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.
b. Memiliki
kualifikasi akademik sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV) dari program studi
yang terakreditasi atau minimal memiliki izin penyelenggaraan.
c. Guru
yang diangkat dalam jabatan pengawas dengan ketentuan:
1) Bagi
pengawas satuan pendidikan selain dari guru yang diangkat sebelum berlakunya
Peraturan Pemerintah No.74 Tahun 2008 tentang Guru ( 1 Desember 2008 ), atau
2) Bagi
pengawas selain dari guru yang diangkat setelah berlakunya Peraturan Pemerintah
Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru harus pernah memiliki pengalaman formal
sebagai guru.
d. Guru
bukan PNS pada sekolah swasta yang memiliki SK sebagai guru tetap dari
penyelenggara pendidikan (guru tetap yayasan), sedangkan guru bukan PNS pada
sekolah negeri harus memiliki SK pengangkatan sebagai guru dari Bupati/ Walikota.
e. Sudah
menjadi guru pada saat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
ditetapkan (30 Desember 2005).
f. Pada
tanggal 1 Januari 2013 belum memasuki usia 60 tahun.
g. Memiliki
nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan (NUPTK).
h. Guru
dan guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan yang BELUM
memiliki kualifikasi akademik S-1/D-IV apabila:
1) Pada
1 Januari 2012 sudah mencapai usia 50 tahun dan mempunyai pengalaman kerja 20
tahun sebagai guru, atau.
2) Mempunyai
golongan IV/a atau memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/a
(dibuktikan dengan SK kenaikan pangkat).
BAB III
PENUTUP
A.
SIMPULAN
:
1.
Peran
guru dalam kegiatan pembelajaran:
a.
Guru
Sebagai Demonstrator.
b.
Guru
Sebagai Pengelola Kelas.
c.
Guru
Sebagai Mediator dan Fasilitator.
d.
Guru
Sebagai Evaluator.
2.
Kompotensi
Profesionalisme Guru.
a.
Menguasai
bahan ajar.
b.
Menguasai
landasan-landasan kependidikan.
c.
Mampu
mengelola program belajar mengajar.
d.
Mampu
mengelola kelas.
e.
Mampu
menggunakan media/sumber belajar lainnya.
f.
Mampu
mengelola interaksi belajar mengajar.
g.
Mampu
menilai prestasi peserta didik .
h.
Mengenal
fungsi dan program pelayanan BP.
i.
Mengenal
penyelenggaraan administrasi sekolah.
j. Memahami
prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna
keperluan pengajaran.
k.
Memiliki
kepribadian yang tinggi.
Pada
dasarnya, kompetensi guru dibagi menjadi dua :
a. Kompotensi
kepribadian mencakup :
1) Kemampuan
mengembangkan kepribadian.
2) Kemampuan
berinteraksi dan berkomunikasi.
3) Kemampuan
bimbingan dan penyuluhan.
4) Kemampuan
yang terkait dengan administrasi sekolah.
5) Kemampuan
melaksanakan penelitian sederhana.
a. Kompetensi
profesional mencakup :
1) Menguasai
landasan kependidikan.
2) Menguasai
bahan pengajaran.
3) Mampu
menyusun program pengajaran.
4) Mampu
melaksanakan program pengajaran.
5) Mampu
menilai hasil dan proses belajar mengajar.
3. Dampak
sertifikasi guru.
a. Dampak
positif.
1) Kesejahteraan
guru meningkat.
2) Posisi
guru di masyarakat lebih terhormat.
b. Dampak
negatif.
1) Banyak
Guru menjadi lupa diri.
2) Menimbulkan
kecemburuan dengan PNS lain,
B.
SARAN
:
Memperhatikan
peran guru dan tugas guru sebagai salah satu faktor determinan bagi
keberhasilan pendidikan, maka keberadaan dan peningkatan profesi guru menjadi
wacana yang sangat penting. Pendidikan di abad pengetahuan menuntut adanya
manajemen pendidikan modern dan profesional dengan bernuansa pendidikan.
Kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya
kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme
menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta
strategi penerapannya.
Profesionalisme
bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap,
pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki
keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang
dipersyaratkan. Guru yang profesional pada dasarnya ditentukan oleh attitudenya
yang berarti pada tataran kematangan yang mempersyaratkan willingness dan
ability, baik secara intelektual maupun pada kondisi yang prima dan harus dipandang
sebagai proses yang terus menerus. Usaha meningkatkan profesionalisme guru
merupakan tanggung jawab bersama antara LPTK sebagai pencetak guru, instansi
yang membina guru (dalam hal ini Depdiknas atau yayasan swasta), PGRI dan
masyarakat. Untuk
memperoleh sertifikasi pendidik tidak semudah membalikkan telapan tangan, dan
perlu kerja keras para guru. Sertifikasi pendidik akan dapat diperoleh bilamana
guru dengan sungguh-sungguh belajar dan tentunya sertifikasi pendidik, akan
didapat oleh guru-guru yang berkualitas dan selama ini sudah menunjukan kinerja
baik, dan memilih profesi guru merupakan pilihan nuraninya. Tak kalah
pentingnya, adalah guru-guru yang mau belajar dan belajar, selalu mengikuti
berbagai diklat-diklat, serta menyadari bahwa ilmu yang selama ini yang
dimiliki terasa masih kurang.
Sertifikasi pendidik harus dimiliki
oleh setiap guru, dan untuk memperolehnya tentunya memerlukan berbagai persiapan,
baik mental maupun ilmunya, dan bukan sesuatu yang ditakuti. Akan tetapi bila
kita sudah mempersiapkan diri belajar dan terus belajar, maka sertifikasi
pendidik akan dapat kita peroleh, dan bila sudah kita miliki, maka tentunya
akan dapat secara perlahan tapi pasti merubah kesejahteraan guru.
Dampak positif dari sertifikasi guru
adalah naiknya kesejahteraan guru, banyak guru yang dapat melanjutkan studi.
Sedangkan dampak negatifnya banyak guru yang hanya mengejar status guru
profesional (berasertifikasi) menjadi lupa akan tugas utama menjadi guru yang
profesional yang sebenarnya dan dengan adanya tunjangan profesi guru ternyata
menimbulkan kecemburuan pada PNS lain, sehingga sekarang ini muncul aturan baru
bahwa untuk PAK (Penilaian Angka Kredit) guru harus melakukan penelitian,
padahal aturan yang lama yang harus meneliti adalah mereka yang menjadi Dosen.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Kunandar.2007.
Guru Profesional, Implementasi Kurikulm
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikat Guru. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
2. Mulyasa,
E.2007.Menjadi Guru Profesional,
Menciptakan Pembelajaran yang kreatif dan
Menyenangkan. Cet VI. Bandung: Rosadakarya.
3. Oemar
Hamalik.2008. Pendidikan guru,
Berdasarkan pendekatan kompetensi, Cet V.Jakarata:PT. Bumi Aksara
4. Puwardaminta,WJS.1986.
Kamus Umum Bahasa Indonesia,
Jakarata:Balai Pustaka
5. UU RI No. 20
Tahun 2003 tentang. Sistem Pendidikan
Nasional (Sisdiknas). Jakarta: Sinar Grafika.
6. UU RI No. 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Jakarta : Sinar Grafika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar