SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
I. LATAR
BELAKANG
Pendidikan
sangat penting untuk dilaksanakan, karena menyangkut suatu kebutuhan seseorang
untuk dapat melakukan sosialisasi, mendapatkan pengalaman, dan ilmu
pengetahuan. Jadi pendidikan digunakan sebagai sarana agar peserta yang
mengikuti kegiatan didalamnya memperoleh sesuatu yang bermanfaat. Masih banyak
kita temukan anak-anak yang putus sekolah dikarenakan keterbatasan biaya.
Mereka ingin mengenyam pendidikan yang lebih layak. Tetapi yang mereka pikirkan
pada saat ini adalah kebutuhan pangan yang harus tercukupi, sehingga mereka
mengurungkan niatnya untuk bersekolah. Bukankah bantuan pemerintah telah
diterjunkan untuk mengurangi beban tersebut, namun hal itu tidak sesuai dengan
yang diharapkan oleh masyarakat, karena bantuan dana BOS yang disalurkan oleh
pemerintah, belum bisa menutup dana yang dikelurkan oleh orang tua guna membeli
perlengkapan sekolah, transportasi, uang saku, seragam, dan lain sebagainya.
Biaya
pendidikan yang semakin tinggi menyebabkan masyarakat yang berekonomi rendah
menunda atau tidak melanjutkan sekolahnya lagi. Sebelumnya juga kita mengetahui
bahwa anak-anak dari keluarga yang berekonomi rendah tidak kalah pintarnya
dengan anak-anak dari keluarga yang berekonomi cukup atau lebih. Manusia
diciptakan oleh Tuhan beserta dengan potensi yang dibawanya. Jadi kita harus
mensyukuri apa yang diberikan Tuhan kepada kita.
II. TUJUAN
Setelah
terlibat dan berperan aktif dalam proses pembelajaran dengan pokok bahasan
Sistem Pendidikan Nasional, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Mendeskripsikan
riwayat singkat timbulnya system pendidikan nasional di Indonesia
2. Menganalisis
beberapa ketentuan pokok dalam system pendidikan nasional
III. PEMBAHASAN
A.
Riwayat Singkat Timbulnya Sistem Pendidikan
Nasional Di Indonesia
Bagi bangsa Indonesia, system
pendidikan nasional telah diperjuangkan sejak sebelum bangsa Indonesia merdeka.
Berikut ini riwayat singkatnya.
Berawal
dari didirikannya Perguruan Taman Siswa oleh Ki Hajar Dewantara (Suwardi
Suryaningrat) pada tanggal 3 Juli 1922, di Yogyakarta dengan semboyannya Tut
Wuri Handayani yang lalu semboyan ini diangkat menjadi semboyan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Perguruan
Nasional Taman Siswa berdiri di atas tujuh asas yang dikenal sebagai asas
(Dewantara, 1952:54-58; Wawasan Kependidikan Guru, 1982:91-93). Berikut
ringkasannya:
1. Asas kemerdekaan, bahwa
setiap orang mempunyai hak untuk mengatur dirinya sendiri dengan bebas namun
mengingat tertib dalam peri kehidupan. Taman siswa ini yang mengganti sistim
pendidikan cara lama yang menggunakan perintah, paksaan, dan hukuman dengan
sistim perkembangan kodrati.
2. Asas kodrat alam. Dalam
hal ini masih ditekan pada prinsip kemerdekaan, yaitu cara berpikir siswa untuk
mencari dan menemukan sendiri pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilam
(pengembangan aspek kognitif, afektif,
psikomotorik)
3. Aspek kebudayaan dan kebangsaan (kebudayaan nasional),
bahwa pengajaran didasarkan pada kebudayaan dan kebangsaan sendiri.
4. Asas kerakyatan,yaitu
pemerataan bahwa pengajaran harus merata tersebar luas menjangkau seluruh
lapisan masyarakat. Jadi pengajaran bukan hanya untuk kaum elit saja.
5. Asas mandiri, non
kooperasi, bahwa untuk mengejar kemerdekaan lahir
batin melalui usaha dan kekuatan sendiri. Menolak bantuan yang sifatnya
mengikat lahir dan batin.
6. Asas membiayai diri
sendiri segala
usaha, sebagai konsekuensi dari hidup mandiri (asas mandiri) sebagai bangsa
terhormat dan bersahaja ( sederhana )
7. Asas pamong,
yaitu berhamba pada kepada anak didik, dengan iklas lahir batin, mengorbankan
kepentingan pribadi demi anak didik. Asas ini mengilhami konsep pahlawan tanpatanda jasa.
Tujuh
asas tersebut mulai disosialisasikan pada tanggal 3 Juli 1922, bertepatan
dengan berdirinya Taman Siswa. Setelah Indonesia merdeka, asas perjuangan 1922
perlu ditinjau kembali. Dan dalam peninjauan itu dibentuklah Panitia
Mangunsarkoro dipimpin oleh Ki Mangunsarkoro.
Panitia Mangunsarkoro menghasilkan
lima asas, yang disebut Dasar-dasar 1947 atau Panca Dharma. Adapun isi dari
Dasar-dasat 1947 itu adalah (1) kemerdekaan, (2) kodrat alam, (3) kebudayaan,
(4) kebangsaan, dan (5) kemanusiaan.
Kongres
Pertama Taman Siswa di Yogyakarta yang berlangsung 6 hingga 13 Agustus 1930
menetapkan sandi-sandi pendidikan yang terdiri dari tujuh pasal yang ke-7
berbunyi “Pendidikan dalam Taman Siswa berlaku menurut pamong system yaitu system yang mengemukakan dua dasar :
1. Kemerdekaan,
sebagai syarat menghidupkan dan mengerakkan kekuatan lahir batin sehingga dapat
hidup merdeka (berdiri sendiri)
2. Kodrat alam, sebagai
syarat untuk mencapai kemajuan dengan secepat-cepatnya dan sebaik-baiknya.
Dalam Sistem
pamong menggunakan semboyan Tut wuri
handayani, img madyo mangun karso, ing ngarso sung tuladha, yang sekarang
menjadi semboyan Departemen Pendidikan Nasional. Semboyan tersebut semula
disosialisasikan oleh Ki Hadjar Dewantara hanya Tut wuri handayani, yang kemudian ditambah ing madya mangun karsa dan ing
ngarso sung tuladha oleh Drs. R.M.P. Sosrokartono (kakak R.A. Kartini). Dari paparan di atas dapat disimpulkan
bahwa Taman Siswa memberikan dasar tentang system pendidikan nasional, yang
menekankan pada prinsip memandang anak sebagai pribadi yang potensial, mampu
mandiri. Guru ditekankan sebagai pamong, fasilitator, mediator dan
transformator yang bisa menghantarkan anak pada tingkat kedewasaannya.
Pada awal kemerdekaan, Badan Pekerja
Komite Nasional Indonesia (BPKNIP)
menyusun garis-garis besar pendidikan dan pengajaran, yang merupakan
benih dari ketentuan sistem pendidikan nasional. Pada tahun 1950, disusun
Undang-Undang Pendidikan dan Pengajaran, yang disebut UU No.4 Tahun 1950.
Karena terjadi ketegangan pada lembaga pendidikan khususnya yang terkait dengan
agama Islam, maka UU tersebut baru dapat diundangkan pada tahun 1954 sebagai UU
No.12 Tahun 1954 tentang Pendidikan dan Pengajaran di sekolah yang berlaku
hingga tahun 1959.
Setelah
Dekret Presiden , 5 Juli 1959, muncul Panca
Wardhana, yang menekankan pada nation
and character bilding (pembangunan bangsa dan wataknya). Pada tahun 1960,
Panca Wardhana disempurnakan menjadi Sapta
Usaha Tama, yang merangkum ketentuan-ketentuan Pembukaan UUD 1945, Batang
Tubuh, dan Pancasila.
Sapta
Usaha Tama berlaku selama masa pemerintahan Orde Lama hingga lahirnya Orde Baru
1966. Sapta Usaha Tama dioperasionalkan melalui ketetapan MPRS. Ketika
dirancang PELITA (Pembangunan Lima Tahun), ketetapan MPRS tersebut terwujud
dalam GBHN berlangsung hingga tahun 1989.
Ketika
Orde Baru runtuh dan digantikan oleh Orde Reformasi tahun 1998, Sistem
Pendidikan Nasional diperbaharui dengan penekanan pada otonomi daerah. Untuk
Undang-Undang No.2 tahun 1989 masih tetap berlaku dengan berpijak pada UU No.
25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (khususnya di bidang pendidikan).
Saat itu Menteri Pendidikan dijabat oleh Yahya Muhaimin.
Ketika
Menteri Pendidikan Nasional dijabat oleh Malik Fadjar, timbul inisiatif dari
DPR melaluia Komisi VI tentang Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional (RUU Sisdiknas). Meskipun inisiatif DPR tersebut muncul sejak 27 Mei
2002, tetapi pemerintah (Presiden) baru bulan Februari tahun 2003 menunjuk
Mendiknas untuk membahas RUU bersama DPR.
Akhirnya
RUU Sisdiknas disahkan menjadi UU Sisdiknas, dan disahkan oleh presisen Megawati Soekarnoputri, 8 Juli
2003, sebagai Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
B. Beberapa Ketentuan Pokok Sistem Pendidikan Nasional
1.
KETENTUAN
UMUM
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk meliliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat
bangsa dan negara.
2. DASAR, FUNGSI dan
TUJUAN
Pendidikan
nasional berdasar Pancasila dan UUD Negara RI 1945. Pendidikan Nasional
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhhlak mulia,sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
3.
PRINSIP
PENYNELENGGARAAN PENDIDIKAN
Pendidikan
diselenggarakan secara demokratis dan
berkeadilan serta tidak diskriminatif, menjunjung tinggi
hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai cultural dan kemajemukan berbangsa.
Pendidikan
dengan system terbuka adalah pendidikan yang diselenggarakan dengan
fleksibilitas pilihan dan waktu penyelesaian program lintas satuan dan jalur
pendidikan. Peserta didik dapat belajar sambil bekerja.
Pendidikan
multimakna, adalah system pendidikan yang diselenggarakan dengan berorientasi
pada pembudayaan, pemberdayaan, pembentukan watak dan kepribadian serta
kecakapan hidup.
4.
HAK
DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA, ORANG TUA, MASYARAKAT dan PEMERINTAH
Setiap warga Negara
mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
Setiap warga Negara
yang berusia tujuh sampai sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti
pendidikan dasar. Orang tua usia wajib belajar, berkewajiban memberikan
pendidikan dasar kepada anaknya.
Masyarakat berhak
berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program
pendidikan.
Pemerintah dan
pemerintah Daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu dan mengawasi penyelenggaraan
pendidikan sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
5. PESERTA DIDIK
Setiap peserta didik
pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan:
a. Pendidikan
agama sesuai dengan yang dianutnya.
b. Pelayanan
pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
c. Beasiswa
bagi yang berprestasi dan orang tuanya tidak mampu.
d. Biaya
pendidikan bagi yang orang tuanya tidak mampu.
e. Indah
program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara.
f. Menyelesaikan
program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing.
6.
JALUR,
JENJANG dan JENIS PEKERJAAN
a.
Jalur
pendidikan
Terdiri atas pendidikan formal, non formal, dan informal.
1). Pendidikan
formal, berlangsung di sekolah, terjadwal,
berjenjang, dengan kurikulum formal dari Negara (intra kurikuler)
2). Pendidikan
non formal, berlangsung di luar sekolah
(masyarakat), tidak terstruktur, tidak ada kurikulum (kokurikuler) dan tidak
berjenjang. Misalnya kursus dan pelatihan. Pendidikan non formal berfungsi
sebagai pengganti, penambah dan atau pelengkap pendidikan formal.
3). Pendidikan
informal, terjadi di luar kurikulum (ekstra
kurikuler). Pendidikan informal dilaksanakan dalam lingkungan keluarga dan
masyarakat secara mandiri.
b.
Jenjang
pendidikan
i.
Jenjang pendidikan usia dini, diselenggarakan sebelum
jenjang pendidilkan dasar. Pendidikan ini dapat
lewat jalur formal (Taman Kanak-kanak), non formal (Kelompok bermain), dan atau
informal (pendidikan keluarga).
ii.
Jenjang
pendidikam dasar melandasi pendidikan menengah dalam
bentuk: Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau yang
sederajat (program paker A), serta Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau sederajat (program
paket B)
iii.
Jenjang
pendidikan menengah merupakan lanjutan
pendidikan dasar, terdiri atas pendidikan
menengah umum (SMA = Sekolah Menengah Atas dan MA= Madrasah Allah) dan
pendidikan menengah kejuruan (SMK = Sekolah Menengah Kejuruan dan MAK = Madrasah Aliyah Kejuruan) atau bentuk lain
yang sederajat (program paket C)
iv.
Jenjang
pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah
pendidikan menengah, mencakup program pendidikan : diploma, sarjama magister,
spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang meliputi
akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas.
1) Akademi, menyelenggaraka
pendidikan terapan dalam satu cabang atau sebagian cabang ilmu pengetahuan
teknologi dan kesenian tertentu.
2) Politeknik, menyelenggarapan
pendidikan terapan dalam sejumlah bidang pengetahuan khusus.
3) Sekolah tinggi,
menyelenggarakan pendidikan akademik dan atau professional dalam satu disiplin
ilmu dan bidang tertentu.
4) Institut, terdiri
atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan atau
professional dalam sekelompok disiplin ilmu yang sejenis.
5) Universitas, terdiri
atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan atau
professional dalam sejumlah disiplin ilmu tertentu.
Perguruan tinggi disusun dalam multi
strata, yaitu:
1) S-0
(nonstrata), atau program diploma; lama belajar dua tahun (DII) atau tiga tahun
(DIII), juga disebut program non-gelar.
2)
S-1 (program strata
satu), lama belajar empat tahun dengan gelar sarjana.
3) S-2
(program strata dua). Termasuk program pasca sarjana, lama belajar dua tahun
setelah S-1 dengan gelar magister.
4) S-3
(program strata tiga), masuk program pasca sarjana atau program doctor, lama
belajar tiga tahun setelah S-2, dengan gelar doctor
c. Jenis pendidikan
1)
Pendidikan
umum, menekankan pada perluasan pengetahuan
dan keterampilan yang meliputi SD, SMP, SMA , dan universitas
2)
Pendidikan
kejuruan,bertugas mempersiapkan anak didik untuk
bekerja, yang meliputi SMK,STM, SMEA
3)
Pendidikan
vokasional, pendidikan yang memberikan kecakapan
personal, social dan intelektual untuk bekerja atau usaha sendiri,
4) Pendidikan
luar biasa, merupakan pendidikan khusus untuk anak
didik yang menyandang kelainan fisik dan atau mental.
5) Pendidikan
kedinasan, merupakan pendidikam profesi untuk
meninkatkan kemampuan dalam melaksanakan tugas kedinasan bagi pegawai atau
calon pegawai.
6) Pendidikam
keagamaan, memberikan pelajaran agama secara khusus
untuk memahami, menghayati dan mengamalkan agama.
7) Pendidikan
jarak jauh, diselenggarakan bagi masyarakat yang
tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka.
8) Pendidikan
Khusus, diselenggarakan bagi mereka yang
kelainan fidik, emosional, mental social dan atau memiliki potensial
kecerdasan.
9) Pendidikan
layanan khusus, diselenggarakan bagi daerah atau
masyarakat adat terpencil/ terbelakang yang mengalami bencana alam, bencana
social, dan tidak mampu secara ekonomi.
7.
BAHASA PENGANTAR
a. Bahasa Indonesia
b. Bahasa Daerah (pada tahap awal)
c. Bahasa Asing pada satuan pendidikan tertentu
8.
WAJIB BELAJAR
a. Setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat
mengikuti program wajib belajar
b. Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin
terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa
memungut biaya.
c. Wajib belajar merupakan tanggung jawab negara
9.
STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
Standar Nasional Pendidikan mencakup 8
standar yakni :
1)
Standar isi.
2)
Standar proses
3)
Standar Kompetensi Lulusan ( SKL )
4)
Standar Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan
5)
Standar sarana dan prasarana
6)
Standar pengelolaan
7)
Standar pembiayaan
8)
Standar penilaian pendidikan
Standar
Nasional Pendidikan digunakan sebagai
acuan pengembangan kurikulum, tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, sarana
dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian. Sedangkan
pengembangan,
pemantauan dan pelaporan
pencapaiannya oleh suatu badan standarisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu
pendidikan (BSNP).
10.
KURIKULUM
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Pengembangan
kurikulum
mengacu pada Standar Nasional Pendidikan. Dan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan
satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
Pengembangan
kurikulum harus memperhatikan hal-hal berikut
ini:
a. Peningkatan iman dan takwa.
b. Peningkatan akhlak mulia.
c. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta
didik.
d. Keragaman potensi daerah dan lingkungan.
e. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional.
f. Tuntutan dunia kerja.
g. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
h. Agama.
i.
Dinamika perkembangan global.
j.
Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Muatan wajib kurikulum
Pendidikan Dasar dan Menengah :
a. Pendidikan agama.
b. Pendidikan kewarganegaraan.
c. Bahasa.
d. Matematika.
e. Ilmu pengetahuan alam
f. Ilmu pengetahuan sosial;
g. Seni dan budaya.
h. Pendidikan jasmani dan olahraga.
i.
Keterampilan/kejuruan.
j.
Muatan lokal.
Adapun
kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar
dan menengah ditetapkan oleh Pemerintah. Sedangkan
pengembangannya dilakukan oleh
setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah
koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama
kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah.
11.
PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
Pendidik merupakan tenaga
profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan.
Tenaga kependidikan melaksanakan
administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan,dan pelayanan teknis.
Hak dan kewajiban pendidik dan Tenaga kependidikan :
a. Hak
1)
Penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai
2)
Penghargaan sesuai prestasi kerja
3)
Pembinaan karir
4)
Perlindungan hukum
5)
Menggunakan sarana prasarana untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas
b. Kewajiban
1)
Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, kreatif, dinamis dan
dialogis
2)
Mempunyai komitmen secara professional
3)
Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan.
12.
SARANA DAN PRASARANA
Untuk memenuhi
keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik,
kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.
13.
PENDANAAN
a. Pendanaan pendidikan menjadi tanggungjawab Pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat
b. Sumber dana ditentukan berdasarkan prinsip keadilan,
kecukupan, dan keberlanjutan.
c. Pengelolaan dana berdasarkan prinsip keadilan,
efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik .
d. Biaya pendidikan kedinasan, dialokasikan dana minimal
20% dari APBN dan minimal 20% dari APBD .
e. Gaji guru dan dosen Pemerintah dialokasikan dalam APBN.
f. Pendanaan pendidikan dari Pemerintah diberikan dalam
bentuk hibah.
14.
PENGELOLAAN PENDIDIKAN
a. Pengelolaan sistem pendidikan nasional menjadi tanggung
jawab menteri.
b. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan
sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan bertaraf internasional pada semua
jenjang pendidikan.
c. Pemerintah daerah provinsi melakukan koordinasi atas
penyelenggaraan pendidikan, pengembangan tenaga pendidik, tenaga kependidikan,
dan penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan untuk tingkat pendidikan
dasar dan menengah.
d. Pemerintah kabupaten/kota mengelola pendidikan dasar
dan pendidikan menengah, serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan
lokal.
Badan hukum :
a. Penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal berbentuk badan hukum pendidikan.
b. Berfungsi memberikan pelayanan pendidikan kepada
peserta didik.
c. Berprinsip nirlaba dan dapat mengelola dana secara
mandiri untuk memajukan satuan pendidikan.
15.
PERAN SERTA MASYARAKAT.
Peran serta masyarakat
meliputi :
a. Peran serta kelompok,
keluarga, organisasi profesi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan
pendidikan.
b. Sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil
pendidikan
PENDIDIKAN BERBASIS MASYARAKAT :
1)
Sesuai dengan
kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya, untuk kepentingan masyarakat
2)
Mengembangkan
dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan
pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan
3)
Dana dapat
bersumber dari penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau sumber lain.
4)
Lembaga dapat
memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber lain secara adil dan merata
dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH/ MADRASAH :
Adalah
lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali
peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat ,
berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan
yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.
Dewan pendidikan memberikan pertimbangan, arahan dan
dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat
nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
Sedangkan
komite sekolah/madrasah memberikan pertimbangan, arahan
dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada
tingkat satuan pendidikan.
16.
EVALUASI, AKREDITASI, dan SERTIFIKASI.
a. Evaluasi
:
1)
Dilakukan
dalam rangka pengendalian mutu pendidikan.
2)
Dilakukan
terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan
nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan.
3)
Evaluasi
hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses,
kemajuan, dan perbaikan hasil belajar secara berkesinambungan.
4)
Evaluasi
dilakukan terhadap peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga
mandiri.
5)
Pemerintah
dan pemerintah daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur,
jenjang, dan jenis pendidikan
6)
Masyarakat
dan/atau organisasi profesi dapat
membentuk lembaga mandiri untuk melakukan evaluasi
b. Akreditasi
:
1)
Untuk menentukan
kelayakan program dan satuan pendidikan.
2)
Dilakukan oleh
pemerintah dan/atau lembaga mandiri.
3)
Bersifat
terbuka.
c. Sertifikasi :
1)
Sertifikat
berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi.
2)
Ijazah
diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar
dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang
diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi.
3)
Sertifikat
kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan kepada
peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk
melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan
oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi.
17.
PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN
a. Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal yang didirikan
wajib memperoleh izin Pemerintah atau pemerintah daerah.
b. Syarat-syarat untuk memperoleh izin meliputi isi
pendidikan, jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan
prasarana pendidikan, pembiayaan pendidikan, sistem evaluasi dan sertifikasi,
serta manajemen dan proses pendidikan.
c. Pemerintah atau pemerintah daerah memberi atau mencabut
izin pendirian satuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
18.
PENGAWASAN
a. Pemerintah, pemerintah daerah, dewan pendidikan, dan
komite sekolah/madrasah melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan
pada semua jenjang dan jenis pendidikan sesuai dengan kewenangan masing-masing.
b. Pengawasan dilakukan dengan prinsip transparansi dan
akuntabilitas publik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar