I.
ILMU DAN
FILSAFAT
Berfilsafat berarti berendah hati
bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui dalam kesemestaan yang seakan tak
terbatas ini.
Ilmu merupakan
pengetahuan yang kita gumuli sejak di bangku Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Berfilsafat tentang ilmu berarti kita
terus terang kepada diri sendiri :
Apakah yang saya ketahui tentang ilmu yang saya pelajari ? Apakah ciri-ciri yang hakiki antara
ilmu dan bukan ilmu ? Bagaimana saya ketahui bahwa ilmu
merupakan pengetahuan yang benar ?
A. Apakah
filsafat ?
Seorang
yang berfilsafat dapat diumpamakan
seorang yang berpijak di bumi sedang tengadah ke bintang-bintang. Dia ingin mengetahui hakikat dirinya
dalam kesemestaan galaksi.
Inilah
karakteristik berpikir filsafat yang pertama adalah sifat menyeluruh. Seorang yang berpikir filsafati
selain tengadah ke bintang-bintang juga membongkar tempat berpijak secara
fundamental. Inilah karakteristik
berpikir filsafati yang kedua yakni sifat mendasar. Secara terus terang tidak mungkin
kita menangguk pengetahuan secara keseluruhan, dan bahkan kita tidak yakin
kepada titik awal yang menjadi jangkar pemikiran yang mendasar. Dalam hal ini kita hanya berspekulasi
dan inilah yang merupakan ciri filsafat yang ketiga yakni sifat spekulatif.
B. Peneratas
Pengetahuan
Nama
asal fisika adalah filsafat alam (natural philosophy) dan nama asal ekonomi
adalah filsafat moral (moral philosophy). Dalam perkembangan filsafat menjadi
ilmu maka terdapat taraf peraliahn. Dalam taraf peralihan ini maka bidang
penjelajahan filsafat menjadi lebih sempit, tidak lagi menyeluruh melainkan
sektoral . Walaupun demikian
dalam taraf ini secara konseptual ilmu masih mendasar kepada norma-norma
filsafat. Metode yang dipakai
adalah normatif
dan deduktif berdasarkan asas moral yang filsafati.
C. Bidang
Telaah Filsafat.
Pada
tahap mula sekali, filsafat mempersoalkan siapakah manusia itu: Hallo, siapa
kau ? Tahap ini dapat dihubungkan dengan pemikiran
ahli-ahli filsafat sejak zaman Yunani Kuno sampai sekarang yang rupa-rupanya
tak kunjung selesai mempermasalahkan makhluk yang satu ini. Tahap yang kedua
adalah pertanyaan yang berkisar tentang ada : tentang hidup dan eksistansi manusia. Apakah hidup ini
sebenarnya ? Apakah hidup itu sekedar peluang
dengan nasib yang melempar dadu acak ? Dan nasib adalah bagaikan sibernetik
dengan umpan balik pilihan probabilistik. Tahap
yang ketiga, scenarionya bermula pada suatu pertemuan ilmiah tingkat “tinggi”.
Tugas utama filsafat, kata Wittgenstein
bukanlah menghasilkan sesusun pertanyaan filsafati, melainkan menyatakan
sebuah pertanyaan sejelas mungkin.
D. Cabang-cabang
Filsafat.
Pokok permasalahan yang
dikaji filsafat mencakup tiga segi yakni:
1.
Apa
yang disebut benar dan apa yang disebut salah (logika).
2.
Mana
yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk (etika).
3.
Apa
yang termasuk indah dan apa yang termasuk jelek (estetika).
Cabang-cabang utama ini berkembang lagi
menjadi cabang-cabang
filsafat yang mempunyai bidang kajian yang lebih spesifik diantaranya filsafat
ilmu.
Cabang-cabang filsafat
tersebut antara lain mencakup :
1.
Epistimologi (Filasafat Pengetahuan )
2.
Etika
(Filsafat Moral)
3.
Estetika
(Filasafat Seni)
4.
Metafisika
5.
Politik
(Filsafat pemerintahan)
6.
Filsafat
Agama
7.
Filsafat
Ilmu
8.
Filsafat
Pendidikan
9.
Filsafat
Hukum
10.
Filsafat
Sejarah
11.
Filsafat
Matematika
E. Filsafat
Ilmu.
Filsafat
ilmu merupakan bagian dari epistemology (filsafat pengetahuan) yang secara
spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Untuk membedakan jenis
pengetahuan yang satu dari pengetahuan-pengetahuan lainnya maka pertanyaan yang
dapat diajukan adalah : Apa yang dikaji oleh pengetahuan itu (ontologi) ? Bagaimana caranya mendapatkan pengetahuan terebut
(epistemologi) ? Serta untuk apa pengetahuan termaksud dipergunakan
(aksiologi) ? Dengan mengetahui
jawaban dari ketiga pertanyaan tersebut maka dengan mudah kita dapat membedakan
berbagai jenis pengetahuan yang terdapat dalam khasanah kehidupan manusia.
II. Dasar – dasar Pengetahuan
A. Penalaran.
Kemampuan
menalar menyebabkan manusia mampu mengem-bangkan pengetahuan yang merupakan rahasia
kekuasaan-kekuasaannya.Secara simbolik manusia mampu memakan buah pengetahuan
lewat Adam dan Hawa dan setelah itu manusia harus hidup berakal pengetahuan.Dia
mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang
buruk, mana yang bindah dan mana yang jelek.Dalam melakukan pilihan ini manusia
berpaling kepada pengetahuan.Manusia adalah satu-satunya makhluk yang
mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh.
Hakikat Penalaran.
Sebagai suatu
kegiatan berpikir maka penalaran mempunyai ciri-ciri tertentu, yakni
:
1.
Adanya
suatu pola berpikir yang secara luas
dapat disebut logika. Dalam hal ini dapat kita katakan bahwa tiap bentuk
penalaran mempunyai logika tersendiri. Atau dapat juga disimpilkan bahwa
kegiatan penalaran merupakan suatu proses berpikir logis, dimana berpikir logis
disini harus diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut suatu pola tertentu
atau menurut logika tertentu.
2.
Sifat
analitik dari proses berpikirnya. Penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir
yang menyadarkan diri kepada suatu analisis dan kerangka berpikir yang
dipergunakan untuk analisis tersebut adalah logika penalaran yang bersangkutan.
B. Logika.
Penalaran
merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan
yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir
itu harus dilakukan suatu cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan baru
dianggap sahih (valid) kalau proses penarikan kesimpulan tersebut dilakukan
menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika,
dimana logika secara luas dapat didefinisikan sebagai “pengkajian untuk
berpikir secara sahih”.
C. Sumber
Pengetahuan
Pada
dasarnya terdapat dua cara yang pokok bagi manusia untuk mendapatkan
pengetahuan yang benar :
1.
Mendasarkan
diri kepada rasio.
2.
Mendasarkan
diri kepada pengalaman.
Pengalaman tidaklah
membuahkan prinsip dan justru sebaliknya, hanya dengan mengetahui prinsip yang
didapat lewat kemampuan berpikir rasionalnya.
Wahyu
merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada manusia. Pengetahuan ini disalurkan lewat
nabi-nabi yang diutusnya sepanjang zaman. Agama
merupakan pengetahuan bukan saja mengenai kehidupan sekarang yang terjangkau
pengalaman, namun juga mencakup masalah-masalah yang bersifat transedental
seperti latar belakang penciptaan manusia dan hari kemudian di akhirat nanti.
D. Kriteria
Kebenaran.
Berdasarkan
suatu teori koherensi suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu
bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan yang sebelumnya
yang dianggap benar.
Bila
menganggap bahwa “semua manusia pasti akan mati” adalah suatu pernyataan yang
benar, maka pernyataan bahwa “si Polan adalah seorang manusia dan si Polan
pasti akan mati” adalah benar pula, sebab pernyataan kedua adalah konsisten
dengan pernyataan yang pertama.
III. ONTOLOGI ( HAKIKAT YANG DIKAJI )
Bidang telaah filsafati
yang disebut metafisika ini merupakan tempat berpijak dari setiap pemikiran
filsafati termasuk pemikiran ilmiah.Diibaratkan pikiran adalah roket yang
meluncur ke bintang – bintang, menembus galaksi dan awan gemawan, maka
Metafisika adalah landasan peluncurannya.Dunia yang sepintas lalu kelihatan
sangat nyata ini, ternyata menimbulkan berbagai spekulasi filsafati tentang
hakikatnya.
A. Beberapa
Tafsiran Metafisika :
1.
Tafsiran
yang diberikan manusia oleh manusia terhadap alam adalah bahwa terdapat wujud-wujud gaib (supernatural), yang
mana wujud-wujud ini lebih tinggi dan lebih kuasa dibanding alam.
Animisme merupakan kepercayaan yang berdasarkan pemikiran supernatural ini.
2.
Sebagai
lawan dari supernaturalisme maka terdapat paham naturalisme yang menolak wujud-wujud yang bersifat supernaturalisme.
Materialisme
yang merupakan paham
berdasarkan naturalisme
ini, berpendapat bahwa
gejala-gejala alam tidak berdasarka oleh kekuatan gaib tetapi oleh kekuatan
alam itu sendiri. Prinsip-prinsip materialisme dikembangkan oleh Demokritos
(460-370 S.M.). Dia
mengembangkan teori tentang atom yang dipelajari dari gurunya Leucippus. Gejala
alam hanya didekati sebagai proses fisika-kimia, paham ini disebut mekanistik.
Apa
kebenaran dari pikiran dan zat apakah pikiran berbeda dengan zat, atau hanya bentuk lain dari zat ? Aliran monistik berpendapat yang
tidak membedakan antara zat dan pikiran, zat dianggap bentuk lain dari pikiran;
mereka hanya berbeda dalam gejala disebabkan oleh proses yang berlainan, namun
mempunyai substansi
yang sama. Ibarat materi dan energi
dalam teori relatifitas
Einstin (
). Pendapat
nini ditolak oleh penganut faham dualistik. Paham
dualistik
dipelopori oleh Thomas Hyde (1700) sedangkan monisme dipelopori oleh acristian
Wolff (1679-1754). Dalam
metafisika penafsiran dualistik membedakan anatara zat dan kesadaran. Filsuf
yang menganut faham dualisme diantaranya Rene Descartes (1596-1650), John Locke (1632-1741) dan
George Berkeley (1685-1753).
Cogito
ergo sum! (Saya berfikir maka saya ada) Descartes mulai menyusun filsafatnya
secara deduktif berdasarkan pernyataannya yang dianggap merupakan kebenaran
yang tidak bias diragukan. John
Locke menggap pikiran manusia seperti lempengan lilin dimana pengalaman manusia
saling menempel pada lilin tersebut (pikiran sebagai tabula rasa). Sedangkan Berkeley menyatakan bahwa
ada disebabkan oleh persepsi,
bagi Berkely buah apel ada di dalam pikiran. Jika tidak ada yang mimikirkan buah apel maka apakah buah
apel itu ada, jawab Berkeley buah apel tersebut ada di dalam pikiran Tuhan.
B. Asumsi.
Ada
asumsi dari semua penemuan ilmu, untuk filsafat ada sebuah asumsi dasar bahwa
hukum alam itu ada, jika tidak ada maka
sia-sia saja semua pembicaraan tentang ilmu. Hukum disini diartikan adanya suatu pola berulang dari suatu kejadian yang diikuti sebagian
besar peserta, gejala yang berulang dapat teramati jika kejadian itu
menghasilkan sesuatu yang sama jika diberikan stimulus yang sama. Dari
penalaran ini berkembang paham determinisme yang dikembangkan oleh Thomas Hamilton yang menyimpulkan
bahwa pengetahuan adalah bersifat empiris yang dicerminkan oleh zat yang
bersifat universal.
C. Peluang.
Jadi
berdasarkan teori-teori keilmuan tidak akan pernah ada kesimpulan-kesimpulan
yang pasti mengenai suatu kejadian hanya sebuah kesimpulan yang probabilistik, atau peluang suatu kejadian
terjadi adalah sekian persen. Lalu apa gunanya pengetahuan yang seperti itu?
Ilmu tidak akan berpretensi untuk mendapatkan
pengetahuan yang bersifat mutlak. Dalam
masalah ini ilmu
masih kalah dengan perdukunan. “Saudara
pasti sembuh, jika saudara minum air ini”, kata si
dukun. Dia tidak akan pernah mengatakan anda berpeluang 0,8 untuk sembuh jika anda meminum air ini.
D. Beberapa
Asumsi dalam Ilmu.
Mengapa
terdapat perbedaan yang signifikan pada sebuah benda yang kongkret (misal
sebuah meja)? Mengapa amuba
dengan kita seperti hidup di dalam dunia yang berbeda? Secara mutlak tidak ada yang tahu
sebenarnya seperti apa bidang datar itu, hanya Tuhan yang tahu. Seorang ilmuwan harus benar-benar
mengenal asumsi yang dipergunakan dalam analisis keilmuannya. Sebab menggunakan asumsi yang
berbeda akan berbeda pula konsep pemikirannnya.
E. Batas-batas
Penjelajah Ilmu.
Apakah
batas yang merupakan lingkup penjelajahan ilmu ? Dimanakah ilmu berhenti dan menyerahkan pengkajian
lain kepada ilmu yang lain ?
Jawab semua pertanyaan itu sangat sederhana ilmu memulai dari pengalaman
manusia dan berhenti pula pada batas pengalaman manusia.
Apakah
ilmu mempelajari hal ikhwal
surga dan neraka ? Jawabnya jelas tidak;
sebab kejadian itu di luar jangkauan pengalaman manusia. Yang membahas surga dan neraka adalah agama. Mengapa ilmu membatasi
diri pada pengalaman manusia ? Jawabannya terletak pada fungsi ilmu
itu sendiri untuk kehidupan manusia. Karena
ilmu berguna untuk menyelesaikan permasalah
manusia. Ilmu membatasi diri
pada pengalaman manusia karena metode yang dipergunakan untuk menyusun ilmu
yang telah teruji kebenaranya secara empiris.
F. Cabang-cabang
Ilmu.
Ilmu
berkembang sangat pesat, demikian
juga jumlah cabang-cabangnya. Diperkirakan
sekarang terdapat 650 cabang Ilmu yang kebanyakan belum dikenal oleh awam.
Ilmu terbagi menjadi 2, yakni
:
1.
Ilmu
Alam ( physical science) ,
terdiri dari :
a.
Ilmu
Fisika.
1)
Astronomi.
2)
Astro
fisika.
b.
Fisika
.
1)
Mekanika → Mekanika Teknik.
2)
Hidrodinamika
→ Teknik
Auronautika dan Desain Kapal.
3)
Bunyi
→ Teknik
Akustik.
4)
Cahaya
dan optic →
Teknik Iluminasi.
5)
Kelistrikan
dan Magnetisme → Teknik Elektronik
dan Teknik Kelistrikan.
6)
Fisika
Nuklir → Teknik Nuklir.
7)
Kimia
Fisika.
c.
Kimia.
1)
Kimia
Anorganik →
Kimia
Teknik.
2)
Kimia
Organik.
3)
Metalurgi.
d.
Ilmu
Bumi.
1)
Paleontology.
2)
Ekologi.
e.
Teknik
Pertambangan.
1)
Geofisika.
2)
Geokimia.
3)
Geografi.
4)
Oceanografi.
2.
Ilmu
Hayat ( Biological science ).
a.
Biofisika.
b.
Biokimia.
c.
Mikrobiologi.
1)
Industri
Peragian.
2)
Virologi.
3)
Bakteriologi.
4)
Mycologi.
5)
Protozoologi.
d.
Botani.
1)
Fisologi
tanaman.
2)
Genetika
tanaman.
3)
Pemuliaan
tanaman.
e.
Zoologi.
1)
Peternakan.
f.
Obat-obatan.
g.
Embriologi.
1)
Anatomi.
2)
Histology.
3)
Neurofisiologi.
4)
Endrokrinologi.
5)
Genetika
hewan.
6)
Pemuliaan
hewan
IV. EPISTIMOLOGI.
( CARA
MENDAPATKAN PENGETAHUAN YANG BENAR )
A. Jarum
Sejarah Pengetahuan.
Pada zaman dulu pengetahuan belum terbagi-bagi spesialisasinya,
batas-batas pengetahuan masih kabur, karena belum ada kriteria perbedaan yang nyata, tidak
terdapat jarak yang jelas antara objek yang satu dengan yang lain. Konsep dasar
dari pengetahuan mulai mengalami perubahan fondamental pada abad Penalaran (Age of
reason) pada pertengahan abad ke 17. Sebelum Charles Darwin menyusun teorinya,
kebanyakan kita
menganggap bahwa makhluk
adalah serupa yang diciptakan dalam waktu yang sama.
B. Pengetahuan.
Pada hakikatnya pengetahuan adalah segala sesuatu yang
kita ketahui termasuk ilmu. Jadi
ilmu termasuk pengetahuan yang diketahui oleh manusia termasuk pengetahuan
agama. Ilmu menyelidiki sesuatu yang benar dari hakikat yang
diselidiki. Jadi kita
mengharapkan jawaban yang benar, lalu timbullah masalah, bagaimana kita
menyusun pengetahuan yang benar? Masalah
inilah yang dalam kajian filsafat disebut epistimologi. Dan landasan epistimologi
ilmu disebut metode ilmiah. Setiap
pengetahuan mempunyai ciri spesifik tentang apa (ontologi), bagaimana (epistimologi) dan untuk apa (aksiologi)
ilmu itu disusun. Ketiga landasan ilmu tersebut saling berkaitan. Jadi ontologi ilmu berkaitan dengan epistimologi ilmu, epistimologi berkaitan dengan aksiologi ilmu
begitu seterusnya.
C. Metode
Ilmiah.
Metode ilmiah merupakan prosedur
untuk mendapatkan ilmu, jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapat lewat
metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan dapat disebut ilmu sebab ilmu merupakan
pengetahuan yang cara mendapatkannnya melalui syarat-syarat tertentu apa yang
dinamakan metode ilmiah, yang emempunyai langkah-langkah sistimatis. Jadi secara sederhana proses
berfikir ilmuwan dapat disimpulkan
sebagai sesuatu yang dimulai dengan ragu-ragu diakhiri dengan percaya atau
tidak percaya. Hal ini berbeda dengan hal lain misalnya agama, dimana kajian
agama tidak dimulai dengan ragu-ragu melainkan dimulai dengan percaya diakhiri
dengan makin percaya atau makin tidak percaya.
Alur berfikir yang tercakup dalam
metode ilmiah dapat dijabarkan dalam beberapa langkah yang mencerminkan tahap-tahap
dalam kegiatan metode ilmiah. Kerangka berfikir ilmiah yang berintikan
logico-hipotetico-verifikasi pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai
berikut :
1.
Perumusan
masalah.
2. Penyusunan
kerangka berfikir dalam pengajuan hipotesis yang merupakan argumentasi yang
menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat anatara factor yang saling terkait membentuk
konstelasi permasalahan. Kerangka berfikir ini disusun berdasarkan
premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenaranya dengan memperhatikan
faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahan.
3. Perumusan
hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang
diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berfikir yang
dikembangkan.
4. Pengujian
hipotesis yang merupakan pegumpulan fakta yang relefan dengan hipotesis untuk
memperlihatkan apakah fakta-fakta tersebut mendukung hipotesis terebut atau
tidak.
5. Penarikan
kesimpulan yang merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan
ditolah atau diterima. Sekiranya didalam pengujian terdapat fakta yang cukup
mendukung hipotesis maka hipotesis tersebut diterima. Sebaliknya jika dalam
pengujian tidak cukup fakta yang mendukung hipotesis maka hipotesis ditolak.
A. Struktur
Pengetahuan Ilmiah.
Sebuah hipotesis yang telah teruji secara formal diakui
sebagai pernyataan pengetahuan ilmiah yang baru memperkaya khasanah ilmu yang
sudah ada. Sekiranya pengetahuan ilmiah yang baru ternyata salah, disebabkan
kelengahan dalam salah satu proses penemuannya, maka cepat atau lambat akan
diketahui oleh penemu lain dan akan dibuang dari khasanah keilmuan.
Secara
garis besar terdapat 4
jenis pola penjelasan yakni:
1.
Deduktif.
Penjelasan
deduktif mempergunakan cara berfikir deduktif dalam menjelaskan suatu gejala
dengan menarik kesimpulan secara logis dari premis-premis yang telah ditetapkan
sebelumnya.
2.
Probabilistik.
Penjelasan
probabilistik merupakan penjelasan yang ditarik secara induktif dari sejumlah kasus dengan demikian
tidak memberikan kepastian seperti penjelasan deduktif melainkan penjelasan
yang bersifat peluang seperti kemungkinan, kemungkinan besar atau hampir dipastikan.
3.
Fungsional/ teleologis.
Penjelasan
fungsional/ teleologis
merupakan penjelasan yang meletakkan sejumlah unsur dalam kaitannya dengan sistem
secara keseluruhan yang mempunyai karakteristik atau arah perkembangan
tertentu.
4.
Genetik.
Penjelasan genetik mempergunakan faktor-faktor yang timbul sebelum-nya dalam menjelaskan kejadian yang
muncul kemudian.
I.
SARANA BERFIKIR ILMIAH.
Perbedaan
utama antara manusia dan binatang terletak pada kemampuan manusia untuk
mengambil jalan melingkar dalam mencapai tujuannnya. Seluruh pikiran binatang dipenuhi
oleh kebutuhan yang menyebabkan mereka secara langsung mencari objek yang
diinginkannnya atau membuang benda yang tidak diinginkannnya. Manusia sering disebut homo faber
makhluk yang membuat ala; dan kemampuan membuat alat itu dimungkinkan karena
adanya pengetahuan.
Berkembangnya
pengetahuan tersebut juga memerlukan alat-alat. Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana
berfikir. Tersedianya sarana
tersebut memungkinkan dilakukan penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Penguasaan sarana berfikir ini merupakan suatu
hal yang bersifat imperaktive
bagi seorang ilmuwan. Tanpa
menguasai hal ini maka kegiatan ilmiah yang baik tak dapat dilakukan.
A. Bahasa.
Keunikan manusia sebenarnya bukanlah terletak pada kemampuan
berfikirnya melainkan terletak pada kemampuan berbahasa. Dalam hal ini maka
manusia adalah makhluk yang menggunakan symbol (menurut Ernst Cassier manusia
sebagai animal symbolicum) yang secara generik
lebih luas cakupannya lebih luas daripada Homo sapiens (manusia sebagai
makhluk yang berfikir) karena berfikir harus menggunakan symbol. Tanpa
mempunyai bahasa maka kegiatan berfikir secara sistimatis dan teratur tidak dapat
dilakukan.
B. Matematika.
Matematika merupakan suatu bahasa yang melambangkan
makna dari pernyataan
yang ingin disampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat
“artificial” yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Tanpa makna matematika hanya
merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati.
Sifat
kuantitatif dari matematika : Matematika
mempunyai kelebihan lain dibandingkan dengan bahasa verbal. Matematika
mengembangkan bahasa numerik yang
memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran yang kuantitatif.
C. Statistika.
Peluang merupakan dasar dari teori statistika, merupakan
konsep baru yang tidak dikenal bangsa Yunani kuno. Teori statistika sering dikaitkan
dengan dengan distribusi variabel yang ditelaah dalam populasi tertentu. Dengan demikian statistika merupakan ilmu
yang relatif muda dibanding matematika, yang berkembang sangat cepat. Statistika merupakan pengetahuan yang
memungkinkan kita untuk menarik kesimpulan secara induktif berdasarkan peluang
tersebut.
II.
AKSIOLOGI ( NILAI KEGUNAAN ILMU )
A. Ilmu
dan Moral.
Merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa
peradaban manusia sangat berhutang budi terhadap ilmu dan teknologi. Berkat kemajuan dalam bidang ini
pemenuhan kebutuhan manusia bisa dilakukan dengan cepat dan lebih mudah.
Sejak dalam tahap-tahap pertama pertumbuhan ilmu sudah
dikaitkan dengan tujuan
perang. Ilmu bukan saja
digunakan untuk menguasai alam melainkan juga untuk memerangi sesame manusia
dan menguasainnya. Di
pihak lain, perkembangan ilmu sering melupakan factor manusia, di mana bukan
lagi teknologi yang berkembang dengan perkembangan dan kebutuh-an manusia, namun justru sebaliknya;
manusia akhirnya menyesuaikan diri dengan teknologi.
B. Tanggung
Jawab Sosial Ilmuwan.
Ilmu merupakan hasil karya perseorangan yang
dikomunikasikan dan dikaji secara terbuka oleh masyarakat. Penciptaan ilmu bersifat individual
namun komunikasi dan penggunaan ilmu bersifat sosial. Peranan individu inilah yang menonjol dalam kemajuan
ilmu dan teknologi. Jelas
kiranya seorang ilmuwan mempunyai tanggung jawab sosial yang terpikul di bahunya, agar ilmunya dapat digunakan dengan
baik untuk mengatasi
permasalahan-permasalahan dalam kehidupan bermasyarakat.
C. Nuklir
dan Pilihan Moral.
Pada tanggal 2 Agustus 1939 Albert
Einstien menulis surat kepada Presiden Amerika Serikat Franklin D. Rosevelt
yang memuat rekomendasi menegenai serangkaian kegiatan yang mengarah kepada pembuatan Bom Atom. Apakah
yang mendorong Einstien merasa berkewajiban untuk memberikan sarana kepada
Presiden Roosevelt? Alasan Einstien menulis surat kepada Presiden Roosevelt,
karena Jerman juga ada kemungkinan membuat bom atom juga. Pilihan moral ini
kadang-kadang memang getir sebab tidak bersifat hitam putih. Akibat bom atom di Hiroshima dan
Nagasaki masih membekas dalam lembar sejarah kemanusian. Kengerian pengalaman
Hiroshima dan Nagasaki memperlihatkan kepada kita wajah yang lain dari
pengetahuan. Pengetahuan
bagaikan pisau bisa digunakan untuk tujuan konstruktif ataupun destruktif. Diperlukan landasan moral yang kokoh
untuk menggunakan ilmu pengetahuan secara konstruktif.
B. Revolusi
Genetika.
Revolusi genetika merupakan babak baru dalam sejarah
keilmuan manusia sebab sebelum ini ilmu tidak pernah menyentuh manusia sebagai
objekpenelaahan sendiri, penelaahan dimaksudkan untuk mengembangkan ilmu dan
teknologi.Dan tidak membidik secara langsung manusia sebagai objek penelaahan.
III.
ILMU DAN KEBUDAYAAN.
A. Manusia
dan Kebudayaan.
Manusia dalam
hidupnya mempunyai kebutuhan yang banyak sekali. Adanya kebutuhan ini menyebabkan manusia melakukan
tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan dalam hal ini sebagai pemisah antara manusia
dan binatang.
Maslow mengindentifikasikan 5 kelompok kebutuhan manusia yakni :
1.
Kebutuhan
fisiologi.
2.
Rasa
aman.
3.
Afiliasi.
4.
Harga
diri.
5.
Pengembangan
potensi diri.
Sedangkan
binatang kebutuhannya
terpusat kepada dua kelompok pertama dari
kategori Maslow yakni kebutuhan fisiologi dan rasa aman serta memenuhi
kebutuhan ini secara insting. Sedangkan manusia tidak mempunyai kemampuan yang
instinktif dan oleh sebab
itu manusia berpaling kepada kebudayaan yang mengajarkan cara hidup. Pada
hakikatnya menurut Mavies dan John Biesanz, kebudayaan merupakan alat
penyelamat (survaival kit) kemanusiaan di bumi.
B. Ilmu
dan Kebudayaan Nasional.
Ilmu
merupakan bagian dari pengetahuan dan pengetahuan merupakan unsure dari
kebudayaan. Ilmu dan kebudayaan
berada dalam posisi saling tergantung dan saling mempengaruhi. Pada satu pihak pengem-bangan ilmu dalam suatu masyarakat
tergantung dari kondisi kebudayaan-nya. Sedangkan dipihak lain, pengembangan ilmu
akan mempengaruhi jalan-nya
kebudayaan. Pengkajian pengembangan kebudayaan nasional kita tidak dapat
dilepaskan dari pengembangan ilmu. Ilmu
pada hakikatnya merupakan sumber nilai yang konstruktif bagi pengembangan
kebudayaan nasional.
C. Dua
Pola kebudayaan.
Ilmuwan-pengarang terkenal C.P. Snow dalam bukunya yang
sangat provokatif The Two Cultures mengingatkan Negara-negara Barat akan adanya
dua pola kebudayaan dalam masyarakat yaitu kalangan ilmuwan dan non-ilmuawan.
Yang menghambat kemajuan di bidang ilmu dan teknologi di dalam bidang keilmuan
sendiri terdapat polarisasi antara dua golongan ilmu yakni ilmu-ilmu alam dan
ilmu-ilmu sosial. Perbedaan ini menjadi semakin tajam seolah-olah kedua
golongan ilmu ini membentuk dirinya sendiri yang masing-masing terpisah satu
sama lain. Seakan-akan terdapat 2
kebudayaan dalam bidang keilmuan yakni ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial. Terdapat pranata-pranata pendidikan,
yang masing-masing mendukung
kebudayaan tersebut, yang makin memperluas jurang perbedaan antara keduanya.
IV.
LMU DAN BAHASA
A.
Tentang Terminologi: Ilmu, Ilmu
Pengetahuan dan Sains?
Manusia dengan segenap kemampuan
kemanusiaannya seperti perasaan, pikiran, pengalaman, panca indra dan intuisi mampu menangkap
alam kehidupannya dan mengabtraksikan tangkapan tersebut dalam dirinya dalam
berbagai bentuk “ketahuan”. Dalam
bahasa inggris sinonim dari ketahuan ini adalah knowledge. Ketahuan atau knowledge merupakan
terminologi generic yang mencakup segenap bentuk yang kita tahu seperti
filsafat, ekonomi, seni, beladiri, cara menyulam.
B. Politik
dan Bahasa Nasional.
Pada tanggal 28 Oktober 1928 bangsa Indonesia telah
memilih Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional. Alasan utama pada waktu itu
lebih ditekankan pada fungsi kohesif, Bahasa Indonesia sebagai sarana untuk
mengintegrasikan berbagai suku ke dalam satu bangsa yakni Indonesia.
V.PENELITIAN DAN PENULISAN ILMIAH
Stuktur Penelitian dan
Penulisan Ilmiah.
Urutan
dalam penulisan ilmiah yang juga disebut metode ilmiah adalah sebagai berikut:
A.
Pengajuan
Masalah.
1.
Latar
belakang masalah
2.
Identifikasi
masalah
3.
Pembatasan
masalah
4.
Perumusan
masalah
5.
Tujuan
Penelitian
6.
Kegunaan
penelitian.
B.
Penyusunan
Kerangka Teoritis dan Pengajuan Hipotesis.
1.
Pengkajian
mengenai teori-teori ilmiah yang akan dipergunakan dalam analisis.
2.
Pembahasan
mengenai penelitian-penelitian lain yang relevan.
3.
Penyusunan
kerangka berfikir dalam pengajuan hipotesis dengan mempergunakan premis-premis
sebagai tercantum dalam butir (1)
dan butir (2)
dengan menyatakan secara tersurat
postulat, asumsi dan prinsip yang dipergunakan.
4.
Perumusan
hipotesis.
C.
Metodologi
Penelitian.
1.
Tujuan
penelitian secara lengkap dan operasional dalam bentuk pernyataan yang
mengidentifikasikan variabel-variabel dan karakteristik hubungan yang akan
diteliti.
2.
Tempat
dan waktu penelitian.
3.
Metode
penelitian.
4.
Teknik
pengambilan sampel.
5.
Teknik
pengumpulan data yang mencakup identifikasi variabel yang akan dikumpulkan,
sumber data, teknik pengukuran, instrumen.
6.
Teknik
analisis data.
D.
Hasil
penelitian
1.
Menyatakan
variabel yang diteliti;
2.
Menyatakan
teknik analisis data;
3.
Mendekripsikan
hasil analisis data;
4.
Memberikan
penafsiran terhadap kesimpulan analisis data.
E.
Ringkasan
dan kesimpulan
1.
Deskripsi
singkat mengenai masalah, kerangka teoritis, hipotesis, metodologi dan penemuan
penelitian;
2.
Kesimpulan
penelitian yang merupakan sintesis berdasarkan keseluruhan aspek;
3.
Mengkaji
implikasi penelitian;
4.
Mengkaji
implikasi penelitian;
5.
Mengajukan
saran.
F.
Abstrak.
G.
Daftar
pustaka.
H.
Riwayat
hidup.
I.
Usulan
penelitian
VI.
HAKEKAT KEGUNAAN ILMU
Penempatan ilmu dalam ilmu estestis
pada zaman Yunani kuno disebabkan filsafat mereka yang memandang rendah
pekerjaan yang bersifat praktis yang waktu itu dikerjakan oleh budak belian. Persepsi yang salah inilah yang
sebenarnya menyebabkan berkembangnya kebudayaan menghafal dalam system
pendidikan kita.
Buku teks ilmuwan tidak jauh
berbeda dengan buku primbon dukun ramal yang dipergunakan untuk konsultasi
dalam memecahkan masalah-masalh praktis, yakni menjelaskan, meramal dan
mengontrol. Perbedaannya adalah
pada prosedurnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar