Minggu, 19 Juli 2020

Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah, Iklim Organisasi, dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Guru SMK di Kabupaten Rembang

Berikut ini adalah proposal tesis saat saya menempuh studi S2, program studi Manajemen Pendidikan di UPGRIS Semarang, dengan judul "Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah, Iklim Organisasi, dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Guru SMK di Kabupaten Rembang". Silahkan jika ada bapak/ibu teman sejawat yang membutuhkannya sebagai referensi. Semoga bermanfaat !


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Pendidikan sangat penting, dan harus mempunyai tujuan, serta berorientasi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Tujuan pendidikan di Indonesia adalah untuk mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab ( Pasal 3 UU RI, No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas ). Pendidikan juga merupakan transformasi nilai-nilai budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pada era kompetitif, semua negara berusaha untuk meningkatkan kualitas pendidikannya. Melalui pendidikan yang berkualitas diharapkan akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, dan akan mampu mengelola sumber daya alam secara efektif dan efisien.

Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang dilaksanakan secara dinamis dan berkesinambungan. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya peningkatan kualitas pendidikan nasional, seperti misalnya peningkatan mutu sekolah melalui kebijakan Total Quality Manajemen (TQM), Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), pengembangan & penyempurnaan kurikulum, peningkatan mutu pendidik & tenaga kependidikan, dan lain-lain. Apapun bentuk konsep-konsep yang ditawarkan pemerintah, untuk merealisasikannya dan agar tidak mengalami kegagalan, diperlukan sumber daya manusia sebagai pelaksana di lapangan yang handal, terampil, bermutu, dan bertanggung jawab, serta memahami fungsi-fungsi pokok manajemen yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pembinaan.
Guru adalah salah satu figur sumber daya manusia pelaksana di lapangan, sebagai pelaku manajemen di sekolah yang memegang peranan penting. Ketika orang membicarakan masalah manajemen pendidikan, figur guru pasti terlibat didalamnya. Dalam UU RI No.20 Tahun 2003 disebutkan bahwa guru merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Kehadiran guru dalam proses pembelajaran di sekolah masih tetap diperlukan dan diutamakan. Seorang guru adalah sosok pribadi panutan bagi anak didiknya. Untuk itulah seorang guru harus berkepribadian mulia dan memiliki kemampuan sebagai seorang pendidik. Kemampuan tersebut meliputi unjuk kerja, penguasaan materi pelajaran, penguasaan profesional keguruan dan pendidikan, penguasaan cara-cara menyesuaikan diri dan berkepribadian untuk melaksanakan tugasnya. Guru pada prinsipnya memiliki potensi yang cukup tinggi untuk berkreasi guna meningkatkan kinerjanya.
Kinerja guru yang dimaksudkan disini adalah hasil pekerjaan atau prestasi kerja yang telah dilakukan oleh seorang guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran berdasarkan kemampuan yang dimilikinya, meliputi perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran dan tindak lanjut penilaian (UU RI No.14 Tahun 2005).
Terkait dengan tugas pokoknya itulah, kinerja  gurmerupakan hal  penting dalam  pencapaian tujuan pendidikan di sekolah. Masalah kinerja guru ini juga menjadi sorotan banyak pihak, apalagi setelah adanya sertifikasi guru, masyarakat berhak menuntut kinerja yang baik dari para guru demi keberhasilan pendidikan putra-putri mereka. Kebanyakan masyarakat berpendapat bahwa jika kinerja guru baik maka tingkat keberhasilan pendidikan putra putri mereka akan tinggi. Dan memang benar bahwa salah satu indikator keberhasilan sekolah adalah perolehan nilai Ujian Nasional dan tingkat kelulusan dari siswanya tinggi. Berikut dapat dicermati hasil rata-rata nilai Ujian Nasional (UN) siswa di SMK Negeri 1  Rembang dan prosentasi kelulusan dalam empat tahun terakhir :
 Dari tabel di atas, pada empat tahun terakhir dapat kita lihat bahwa perolehan nilai rata-rata Ujian Nasional SMK Negeri 1 Rembang menurun, walaupun tingkat kelulusannya stabil. Apakah tingkat keberhasilan siswa merupa-kan hasil dari kinerja guru? Tentu perlu ada penelitian untuk membuktikannya.
Sekolah Menengah Kejuruan, merupakan sekolah menengah pencetak tenaga  menengah terampil sesuai dengan bidang yang dipilihnya, dengan kurikulum yang mengacu pada standar keterampilan yang dibutuhkan di dunia usaha/ industri. Keberhasilan pencapaian kompetensi yang harus dimiliki oleh peserta didik juga sangat bergantung kepada kemampuan dan kinerja guru-guru mata pelajaran kompetensi kejuruan (mata pelajaran produktif). Berikut ini adalah data tentang keterserapan siswa dalam dunia usaha/ industri :







Dari tabel di atas, terlihat bahwa tingkat keterserapan siswa pada dunia usaha/ industry menurun dari tahun ke  tahun. Dan apakah kondisi tersebut ada kaitannya dengan menurunnya kinerja guru, sudah barang tentu harus ada penelitian untuk membuktikan kebenarannya.
Selanjutnya akan dipaparkan data tentang keterlambatan guru SMK Negeri 1 Rembang, yang tentu saja merupakan cerminan baik buruknya kinerja guru :














Dapat dilihat bahwa data keterlambatan guru yang direkap dari mesin Single Prin, semakin meningkat dari tahun ke tahun. Dan bila dicermati data tersebut lebih terperinci lagi, berarti setiap harinya ada sekitar 2-3 orang guru terlambat datang ke sekolah.
Data yang lain, yang ada kaitannya dengan penilaian baik/ buruknya kinerja guru adalah data pengumpulan RPP. Di SMK Negeri 1 Rembang data pengumpulan RPP ini dibagi menjadi 2 yakni data untuk semester gasal dan data untuk semester genap:

Dari data tersebut terlihat bahwa pada awal semester, seharusnya guru sudah membuat RPP, namun baru sekitar 30 % yang melaksanakannya. Dan lebih parah lagi sampai akhir semester masih ada guru yang belum membuat RPP.

Dengan mencermati  data-data di atas, dapat dikatakan bahwa kinerja guru belum optimal dan masih jauh dari harapan. Kurang optimalnya kinerja guru tentu ada sebabnya. Menurut Barnawi & Mohammad Arifin (2012 : 43), kinerja guru dipengaruhi beberapa faktor, baik faktor internal maupun eksternal, yang keduanya sama-sama membawa dampak terhadap kinerja guru. Faktor internal kinerja guru adalah faktor yang datang dari dalam diri guru yang dapat mempengaruhi kinerjanya, contohnya : kemampuan, keterampilan, kepribadian, persepsi, motivasi, pengalaman lapangan, dan latar belakang keluarga. Faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar diri guru, yang dapat mempengaruhi kinerjanya, seperti misalnya : gaji, sarana-prasarana, lingkungan kerja fisik, iklim organisasi, dan kepemimpinan. Faktor internal dari dalam diri guru dapat direkayasa melalui pre-service training dan in service training. Pada pre-service training, cara yang dapat dilakukan adalah dengan rekrutmen dan seleksi yang memadai, sedangkan pada in-service training dapat dilakukan dengan penyelanggaraan diklat secara berkelanjutan. Faktor eksternal sangat penting untuk diperhatikan, karena pengaruhnya sangat kuat bagi guru dan setiap hari terus menerus mempengaruhi guru sehingga akan lebih dominan dalam menentukan seberapa baik kinerja guru dalam melaksanakan kinerjanya.

Dari beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja guru yang telah diuraikan di atas, dan setelah membaca hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu, maka ditentukanlah tiga faktor untuk diteliti, yakni Kepemimpinan Kepala SekolahIklim Organisasi, dan Motivasi Kerja.

Kepemimpinan Kepala Sekolah adalah cara atau usaha Kepala Sekolah da-lam mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan dan menggerakkan guru, peserta didik, orang tua peserta didik dan pihak lain yang terkait untuk bekerja sebaik-baiknya agar bisa mencapai tujuan yang telah  ditetapkan. Kualitas dalam memberikan dorongan, semangat, arahan dan dukungan yang diberikan Kepala Sekolah kepada semua bawahannya sangat tergantung keprofesionalan seorang Kepala Sekolah sebagai pemimpin. Dengan demikian, kepemimpinan Kepala Sekolah diperkirakan sangat berpengaruh terhadap kinerja guru.

Iklim organisasi sekolah, yang diperkirakan juga mempengaruhi kinerja guru, sangat bergantung pada bagaimana kepemimpinan  seorang  Kepala Sekolah, hal  ini menunjukkan bahwa keberadaan Kepala Sekolah dengan pola perilaku serta modal kepemimpinannya sangat mempengaruhi iklim organisasi sekolah yang dipimpinnya. Seorang Kepala Sekolah harus berusaha mengelola iklim organisasinya, agar dapat menciptakan suasana yang dapat menumbuhkan semangat dan kegairahan bekerja para guru dan staf karyawan bawahannya. Dengan suasana  yang  demikian, mereka akan merasa tenang dan nyaman dalam bekerja, sehingga kinerjanya meningkat. Iklim organisasi sekolah, bersumber dari hubungan  antar  guru, kepala  sekolah,  maupun staf kependidikan lainnya. Iklim, suasa-na, dan dinamika sekolah memiliki peranan yang sangat penting bagi bagi peningkatan kinerja para sumber daya manusia yang ada di dalamnya, terutama kinerja para guru.

Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi kinerja guru adalah motivasi kerja. Ada beberapa alasanmasalah motivasi kerja akhir-akhir ini hangat dibica-rakan, dalam kaitannya dengan kinerja guru. Selain dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar sekolah, motivasi juga bisa dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari lingkungan sekolah, serta kemungkinan dari dalam diri guru itu sendiri. Motivasi kerja yang dialami guru, tentu akan mempengaruhi emosi dan proses berpikir dari guru tersebut, dan akibatnya dapat mempengaruhi kinerja para guru.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian tentang kinerja guru ini akan dilakukan pada guru SMK se kabupaten Rembang, dengan judul “Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah, Iklim organisasi,  dan Motivasi kerja, Terhadap Kinerja Guru SMK Di Kabupaten Rembang.

A.  Identifikasi Masalah

Banyak permasalahan yang terjadi sehingga mempengaruhi kinerja guru-guru SMK di kabupaten Rembang. Permasalahan-permasalahan tersebut, diantara-nya adalah :

1.        Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam mempengaruhi kinerja guru masih perlu ditingkatkan.

2.        Motivasi guru untuk meningkatkan kinerja belum optimal.

3.        Motivasi guru untuk berprestasi masih rendah.

4.        Komunikasi antar personal belum terjalin dengan baik.

5.        Iklim organisasi masih belum kondusif.

6.        Konflik organisasi belum teratasi dengan baik.

7.        Kegiatan supervisi pembelajaran belum optimal.

8.        Reward dan punishment belum berjalan efektif.

9.        Kompetensi guru belum dikuasai secara menyeluruh.

10.    Komitmen organisasi masih rendah.

11.    Budaya kerja belum tercipta dengan baik.

12.    Kepuasan kerja guru masih rendah.

13.    Kedisiplinan kerja guru masih kurang.

14.    Sarana prasarana belum memadai.


B.  Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang dipaparkan di atas, dalam penelitian ini hanya akan dibatasi untuk meneliti dan mengupas permasalahan tentang  kepemimpinan Kepala Sekolah, iklim organisasi, dan motivasi kerja. Alasan dipilihnya ke tiga faktor tersebut, karena dianggap paling besar pengaruhnya terhadap peningkatan atau penurunan kinerja guru.

 

C.  Rumusan Masalah

Dari uraian di atas, rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :

1.    Adakah pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap kinerja guru?

2.    Adakah pengaruh yang signifikan antara iklim organisasi terhadap kinerja guru?

3.    Adakah pengaruh yang signifikan antara motivasi kerja terhadap kinerja guru?

4.    Adakah pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan Kepala Sekolah, iklim organisasi, dan motivasi kerja secara bersama-sama terhadap kinerja guru ?

 

D. Tujuan Penelitian

Penelitian yang berjudul  “Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah, Iklim Organisasi, dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Guru SMK di Kabupaten Rembang”  bertujuan untuk :

a.    Mengetahui seberapa besar pengaruh kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap kinerja guru.

b.    Mengetahui seberapa besar pengaruh iklim organisasi terhadap kinerja guru.

c.    Mengetahui seberapa besar pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja guru.

d.   Mengetahui seberapa besar pengaruh kepemimpinan Kepala Sekolah, iklim organisasi, dan motivasi kerja secara bersama-sama terhadap kinerja guru.

 

E.   Manfaat Penelitian

1.    Manfaat Teoritis :

Menambah khasanah ilmu manajemen pendidikan, khususnya pengaruh kepemimpinan organisasi, motivasi kerja, dan iklim organisasi, terhadap kinerja guru sehingga dapat mengetahui pemanfaatannya di bidang pendidikan.

2.    Manfaat Praktis :

a.  Manfaat untuk Guru.

Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat bermanfaat bagi guru untuk meningkatkan kinerjanya sebagai guru profesional, dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.

b.  Manfaat untuk Kepala Sekolah.

Manfaat bagi Kepala Sekolah, adalah sebagai acuan untuk meningkatkan mutu kepemimpinannya, terutama yang berkaitan dengan perbaikan iklim organisasi dan pemberian motivasi terhadap guru, sehingga akan terwujud peningkatan kinerjanya.

c. Manfaat untuk dinas pendidikan atau dunia pendidikan.

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi bagi para pejabat di lingkungan pendidikan, dan pengambil kebijakan yang berkaitan dengan upaya peningkatan kinerja guru SMK di kabupaten Rembang, yang selanjutnya akan berdampak pada peningkatan kualitas pendidikan di kabupaten Rembang pada khususnya, dan peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia pada umumnya.

 

 

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS


A.  KAJIAN PUSTAKA

Dalam penelitan ini,akan merujuk beberapa teori para ahli dan penelitian terdahulu, untuk membangun konstruk teori yang akan digunakan sebagai dasar penelitian dan penyusunan hipotesis serta penarikan kesimpulan.

1.    Kinerja Guru

Kinerja guru merupakan variabel dependen yang merupakan pokok permasalahan dari penelitian ini, maka perlu pembahasan lebih lanjut tentang kinerja guru menurut beberapa ahli, yakni sebagai berikut.

a.    Kinerja

Disampaikan oleh Werther (1993 : 140), kinerja adalah sesuatu yang harus dikerjakan oleh pegawai atau staf, baik secara kualitas maupun kuantitas. Menurut Gibson (2003:355), job performance adalah hasil dari pekerjaan yang terkait dengan tu-juan organisasi, efisiensi dan keefektifan kinerja lainnya. Sagala (2007:179-180), mengemukakan bahwa“kinerja” dalam bahasa Indonesia adalah terjemahan dari kata bahasa Inggris performance” yang berarti : (1) pekerjaan; perbuatan, atau (2) penampilan; pertunjukan. Performance berasal dari kata “to performyang berarti melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tang-gung jawab dan sesuai dengan hasil seperti yang diharapkan. Dessler (1997:513)  menyatakan pengertian kinerja hampir sama dengan prestasi kerja  ialah perbandingan antara hasil kerja aktual dengan standar kerja yang ditetapkan. Dalam hal ini kinerja lebih memfokuskan pada hasil kerja.

Sedangkan menurut Mulyasa (2013 :136), kinerja atau performance dapat diartikan sebagai prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, hasil-hasil kerja atau unjuk kerja. Kinerja merupakan suatu konsep yang bersifat universal yang merupakan efektifitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi, dan karyawannya berdasarkan standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Karena organisasi pada dasarnya dijalankan oleh manusia maka  kinerja sesung-guhnya merupakan perilaku manusia saat menjalankan perannya  dalam suatu organisasi untuk memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan agar membuahkan tindakan serta hasil yang diinginkan.

Kinerja dapat diartikan sebagai : (1) catatan tentang hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan atau kegiatan selama kurun waktu tertentu, (2) keber-hasilan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan, (3) pekerjaan yang meru-pakan gabungan dari karakteristik pribadi dan pengorganisasian seseorang, (4) apa yang harus dikerjakan sesuai tugas dan fungsinya (Moeheriono, 2011: 65).

Dan menurut Prawirasentono (1999:2),performanceadalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral ataupun etika.

Dan dikemukakan Barnawi & Arifin (2012 :13), kinerja adalah tingkat keberhasilan seseorang atau kelompok dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab dan wewenangnya berdasarkan standar kinerja yang telah ditetapkan selama periode tertentu dalam kerangka mencapai tujuan organisasi. Tingkat keberhasilan dalam bekerja harus sesuai dengan hukum, moral dan etika.

Setelah menyimak beberapa pendapat di atas, dapat disampaikan bahwa kinerja adalah prestasi kerja yang telah dicapai oleh seseorang, dan merupakan hasil akhir dari suatu aktifitas yang  telah dilakukannya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pencapaian hasil kerja ini juga sebagai bentuk perban-dingan antara hasil kerja seseorang dengan standar yang telah ditetapkan. Apabila hasil kerja yang dicapai seseorang sesuai dengan standar atau bahkan melebihi standar yang telah ditetapkan, maka dikatakan bahwa kinerja orang tersebut baik. Kinerja yang dimaksud diharapkan menghasilkan kualitas yang baik, namun juga tetap memperhatikan kuantitas yang harus dicapainya.

b.    Kinerja Guru

Dalam Undang-undang RI No.20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 39 ayat (2), dijelaskankan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang ber-tugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pem-belajaran, melakukan pembimbingan/ pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.

Dalam Undang-undang RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Bab IV Pasal 20 (a) disampaikan bahwa standar prestasi kerja guru  dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya, guru berkewajiban merencanakan pem-belajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran. Tugas pokok guru tersebut yang diwujudkan dalam kegiatan belajar mengajar merupakan bentuk kinerja guru.

Sedangkan berdasarkan Permendiknas No.41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Menengah dijabarkan beban kerja guru mencakup kegiatan pokok : (1) merencanakan pembelajaran; (2) melaksanakan pembelajaran; (3) menilai hasil pembelajaran; (4) membimbing dan melatih peserta didik; (5) melaksanakan tugas tambahan.

Maslow dan Alma (1970:107) menyatakan bahwaperformancediartikan sebagai penampilan yang baik untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh seo-rang guru, maksudnya kinerja guru merupakan hasil atau output dari suatu proses.

Dikutip dari “Buku Pedoman Penilaian Kinerja Guru bagi Pengawas” oleh Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Depdiknas (2008 : 20), bahwa kinerja adalah performance atau unjuk kerja. Kinerja dapat pula diarti-kan sebagai prestasi kerja atau pelaksanaan kerja atau juga hasil unjuk kerja. Kinerja adalah performance is output derives from processes, human otherwise, artinya, kinerja adalah hasil dari suatu proses yang dilakukan manusia, yang meru-pakan suatu wujud perilaku seseorang atau organisasi dengan orientasi prestasi.

Identifikasi kinerja guru yang baik secara umum menurut Sartika (1999:92) adalah : (1) memahami dan menghormati siswa; (2) menguasai materi pelajaran yang diberikannya; (3) memilih metode yang sesuai dengan bahan pelajaran; (4)menyesuaikan bahan pelajaran dengan kesanggupan individu; (5)mengaktifkan siswa dalam hal belajar atau “learning by doing”; (6)memberikan pengertian, bukan sekedar kalimat belaka; (7) menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan siswa; (8) mempunyai tujuan dengan tiap pelajaran yang diberikannya.

Selanjutnya Sartika (1999:100-101) menyampaikan tiga bidang pokok yang menjadi tanggung jawab guru yakni: (1) mempersiapkan pembelajaran; mencakup seluruh kegiatan perencanaan yang harus di laksanakan seorang guru sebelum memberikan atau menyampaikan materi pembelajaran, meninjau kembali materi pembelajaran, mengembangkan batas-batas latihan, memastikan kesiapan seluruh bahan, alat bantu, maupuntempat, mempersiapkan daftar nilai dan lain-lain, (2)melaksanakan pembelajaran;  meliputi pemberian partisipasi yang besar, menggunakan landasan keterampilan, pemahaman materi dan urutan pembelajaran, pelaksanaan metode maupun strategi yang etektif, serta menggunakan alat bantu dalam rangka peningkatan mutu atau keefektifan proses pembelajaran, (3) menilai hasil-hasil belajar, meliputi penilaian prestasi secara objektif, mengumpulkan data materi pembelajaran dan bahan-bahan, serta penilaian kinerja guru itu sendiri.

Menyimak beberapa pengertian diatas, dapat disampaikan bahwa kinerja guru adalah hasil pekerjaan atau prestasi kerja yang telah dilakukan oleh seorang guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran berdasarkan kemampuan yang dimilikinya, meliputi perencanaan pembelajaran, pelaksanaan  pembelajaran, evaluasi pembelajaran dan tindak lanjut penilaian.

c.    Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Sedangkan menurut Supardi (2013 : 51), ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja : (1)faktor individual : kemampuan, keterampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang, (2)faktor psikologis : persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja, (3)faktor organisasional: sumber daya, struktur, kepemimpinan, imbalan.

Selanjutnya disampaikan oleh Supardi (2013 : 52), bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja, yakni : (1) variabel individual : sikap, karakteristik, sifat-sifat fisik, minat dan motivasi, pengalaman, umur, jenis kelamin, pendidikan, serta faktor individual lainnya; dan (2) variabel situasional, terdiri dari (a) faktor fisik dan pekerjaan : metode kerja, kondisi dan lingkungan fisik (penyinaran, temperatur, dan ventilasi/ iklim kerja), (b) faktor sosial dan organisasi : peraturan-peraturan organisasi, sifat-sifat organisasi, sistim upah, lingkungan sosial.

Disampaikan oleh Barnawi & Arifin (2012 :43-44) bahwa kinerja guru tidak terwujud begitu saja tetapi dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu, baik faktor internal maupun eksternal. Faktor internal adalah faktor yang datang dari dalam diri guru itu sendiri yang dapat mempengaruhi kinerjanya, diantaranya adalah : (1)kemampuan, (2) keterampilan, (3) kepribadian, (4) persepsi, (5) motivasi, (6)pengalaman lapangan, dan (7) latar belakang keluarga. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar yang dapat mempengaruhi kinerjanya, misalnya :(1) gaji, (2) sarana dan prasarana, (3) lingkungan kerja fisik, serta (4) kepemimpinan. Faktor eksternal sangat penting untuk diperhatikan, karena pengaruhnya sangat kuat bagi guru. Bahkan faktor-faktor itulah yang setiap hari dan terus menerus mempengaruhi guru sehingga akan lebih dominan dalam menentukan seberapa baik kinerja guru dalam melaksanakan kinerjanya.

Simanjuntak (2005 : 10-13) menyebutkan bahwa kinerja setiap orang dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya : (1) kompetensi individu; adalah kemampuan dan keterampilan melakukan kerja. Kompetensi setiap orang dipengaruhi oleh beberapa faktoryaitu : kemampuan & keterampilan kerja, serta motivasi&etoskerja, (2) dukungan organisasi; dalam bentuk pengorganisasian seperti terciptanya budaya organisasi yang sehat, dan adanya iklim organisasi yang kondusif seperti penyediaan sarana dan prasarana kerja, pemilihan teknologi, kenyamanan lingkungan kerja, kondisi dan persyaratan kerja, dan lain-lain, (3)dukungan manajemen kinerja; setiap orang sangat tergantung pada kemampuan manajerial para manajemen atau pimpinan, baik dengan membangun sistem kerja dan hubungan industrial yang aman dan harmonis, maupun dengan mengembangkan kompetensi pekerja, demikian juga dengan menumbuhkan moti-vasi dan memobilisasi pegawai untuk bekerja secara optimal. Setiap madrasah selalu berusaha meningkatkan kinerja guru semaksimal mungkin dalam batas-batas kemampuannya. Cara untuk meningkatkan kinerja pegawai semaksimal mungkin ini dinilai sangat penting, sebab dengan dana dan kemampuan yang terbatas manajer harus memilih suatu cara yang paling tepat untuk dapat mening-katkan kinerja semaksimal mungkin. Kinerja seseorang dapat ditingkatkan bila ada kesesuaian antara pekerjaan dengan keahliannya, begitu pula halnya dengan penempatan guru pada bidang tugasnya. Menempatkan guru sesuai dengan keahliannya secara mutlak harus dilakukan. Bila guru diberikan tugas tidak sesuai dengan keahliannya akan berakibat menurunnya cara kerja dan hasil pekerjaan mereka, juga akan menimbulkan rasa tidak puas pada diri mereka. Rasa kecewa akan menghambat perkembangan moral kerja guru. Moral kerja positif  ialah suasana bekerja yang gembira, bekerja bukan dirasakan sebagai sesuatu yang dipaksakan melainkan sebagai sesuatu yang menyenangkan, mampu mencintai tu-gas yang menjadi tanggung jawabnya. Jadi kinerja dapat ditingkatkan dengan cara memberikan pekerjaan kepada seseorang sesuai dengan bidang kemampuannya.

Menurut pendapat Soeprihanto (1997 : 22-28), ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan kinerja seseorang. Faktor-faktor tersebut adalah : (1) pen-didikan dan latihan, (2) gizi dan kesehatan, (3) motivasi internal, (4) kesempatan kerja, (5) kemampuan manajerial pimpinan, (6) kebijaksanaan pemerintah.

Penjelasan lain  yang dikemukakan oleh Mulyasa (2007:227), sedikitnya  terdapat sepuluh faktor yang dapat meningkatkan kinerja guru, baik faktor internal maupun eksternal : (1) dorongan untuk bekerja, (2) tanggung jawab terhadap tugas, (3) minat terhadap tugas, (4) penghargaan terhadap tugas, (5) peluang untuk berkembang, (6) perhatian dari Kepala Sekolah, (7)hubungan inter personal dengan sesama guru, (8) MGMP dan KKG, (9) kelompok diskusi terbimbing serta (10) layanan perpustakaan.

Dari berbagai pendapat di atas bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja guru dalam proses pembelajaran adalah :(1) faktor personal/ individual, meliputi : pengetahuan, keterampilan, kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu; (2) faktor dukungan organisasi, meliputi : budaya organisasi, iklim organisasi; (3) faktor dukungan manajemen, meliputi kualitas dalam memberikan dorongan, semangat, arahan dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader; (4) faktor kontekstual (situasional), meliputi : tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal.

d.   Standar Kinerja Guru.

Standar kinerja perlu dirumuskan untuk dijadikan acuan dalam menga- dakan penilaian, yaitu membandingkan apa yang dicapai dengan apa yang di- harapkan. Standar kinerja dapat dijadikan patokan dalam mengadakan pertang- gung jawaban terhadap apa yang telah dilaksanakan.

Menurut Gomez (2001 : 142), ukuran kinerja dapat dilihat dari empat hal : (1) kualitas hasil kerja (quality of work); (2) ketepatan waktu menyelesaikan pekerjaan (promptness); (3) prakarsa (initiative) dalam menyelesaikan pekerjaan; (4) kemampuan menyelesaikan pekerjaan (capability); (5) kemampuan membina kerja sama dengan pihak lain (comunication). Standar kinerja perlu dirumuskan untuk dijadikan acuan dalam mengadakan penilaian, yakni membandingkan apa yang dicapai dengan apa yang diharapkan. Standar kinerja dapat dijadikan patokan dalam mengadakan pertanggung jawaban terhadap apa yang telah dilaksanakan. Patokan tersebut meliputi : (1) hasil, mengacu pada ukuran output utama organisasi; (2) efisiensi, mengacu pada penggunaan sumber daya langka oleh organisasi; (3) kepuasan, mengacu pada keberhasilan organisasi dalam memenuhi kebutuhan karyawan atau anggotanya; dan (4) keadaptasian, mengacu pada ukuran tanggap anorganisasi terhadap perubahan. Adapun standar kinerja guru berhubungan dengan kualitas guru dalam menjalankan tugasnya, seperti : (1)bekerja dengan siswa secara individual; (2) persiapan dan perencanaan pembelajaran; (3) pendayagunaan media pembelajaran; (4) melibatkan siswa dalam berbagai pengalaman belajar; dan (5) kepemimpinan yang aktif dari guru.

e.    Dimensi-dimensi dan Indikator Kinerja Guru.

Masih dikutip dari Buku “Pedoman Penilaian Kinerja Guru bagi Pengawas” oleh Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Kemendiknas (2008 : 22), dipaparkan bahwa berkenaan dengan kepentingan penilaian terhadap kinerja guru, Georgia Departemen of  Education  telah mengembangkan teacher performance assessment instrument yang kemudian dimodifikasi oleh Depdiknas menjadi Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG), meliputi : (1) rencana pembelajaran (teaching plans and materials) atau disebut dengan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran); (2) prosedur pembelajaran (classroom procedure); dan (3) hubungan antar pribadi (interpersonal skill).

Indikator penilaian terhadap kinerja guru (Buku Pedoman Pengawas , 2008 : 23 - 26) dilakukan terhadap tiga kegiatan pembelajaran di kelas yakni:

1)   Perencanaan Program Kegiatan Pembelajaran.

Tahap perencanaan dalam kegiatan pembelajaran adalah tahap yang berhubungan dengan kemampuan guru menguasai bahan ajar. Kemampuan guru dapat dilihat dari cara atau proses penyusunan program kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru, yaitu mengembangkan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Unsur/ komponen yang ada dalam silabus terdiri dari: (1)Identitas Silabus, (2) Stándar Kompetensi (SK), (3) Kompetensi Dasar (KD), (4) Materi Pembelajaran, (5) Kegiatan Pembelajaran, (6) Indikator, (7) Alokasi waktu, (8) Sumber pembelajaran.

Sedangkan program pembelajaran jangka waktu singkat, yang sering dikenal dengan istilah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), yang merupakan penjabaran lebih rinci dan spesifik dari silabus, ditandai adanya komponen-komponen : (1) Identitas RPP, (2) Stándar Kompetensi (SK), (3)Kompetensi dasar (KD), (4) Indikator, (5) Tujuan pembelajaran, (6) Materi pembelajaran, (7) Metode pembelajaran, (8) Langkah-langkah kegiatan, (9)Sumber pembelajaran, (10) Penilaian.

2)   Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran.

Kegiatan pembelajaran di kelas adalah inti penyelenggaraan pendidikan yang ditandai oleh adanya kegiatan pengelolaan kelas, penggunaan media dan sumber belajar, dan penggunaan metode serta strategi pembejaran. Semua tugas tersebut merupakan tugas dan tanggung jawab guru yang secara optimal dalam pelaksanaanya menuntut kemampuan guru.

a)    Pengelolaan Kelas; yakni kemampuan menciptakan suasana kondusif di kelas guna mewujudkan proses pembelajaran yang menyenangkan adalah tuntutan bagi seorang guru dalam pengelolaan kelas. Kemampuan guru dalam memupuk kerjasama dan disiplin siswa dapat diketahui melalui pelaksanaan piket kebersihan, ketepatan waktu masuk dan keluar kelas, melakukan absensi setiap akan memulai proses pembelajaran, dan melakukan pengaturan tempat duduk siswa. Kemampuan lainnya dalam pengelolaan kelas adalah pengaturan ruang/ setting tempat duduk siswa yang dilakukan bergantian, tujuannya memberikan kesempatan belajar secara merata kepada siswa.

b)   Penggunaan Media dan Sumber Belajar; perlu dikuasi guru agar kegiatan pembelajaran lebih menarik dan tidak membosankan. Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (materi pembela-jaran), merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemampuan siswa, sehingga dapat mendorong proses  pembelajaran. Sedangkan sumber belajar adalah buku pedoman, yang mana seorang guru juga harus berusaha mencari dan membaca buku-buku/ sumber-sumber lain yang relevan guna meningkatkan kemampuannya terutama untuk keperluan perluasan dan pendalaman materi, serta pengayaan dalam proses pembelajaran. Kemampuan menggunakan media dan sumber belajar tidak hanya menggunakan media yang sudah tersedia seperti media cetak, media audio, dan media audiovisual, tetapi kemampuan guru yang dimaksudkan disini lebih ditekankan pada penggunaan objek nyata yang ada di lingkungan sekolahnya. Guru dapat memanfaatkan media yang sudah ada (by utilization) seperti globe, peta, gambar dan sebagainya, atau guru dapat mendesain sendiri media untuk kepentingan pembelajaran (by design) seperti membuat media foto, film, pembelajaran berbasis komputer, dan sebagainya.

c)    Penggunaan Metode Pembelajaran; guru diharapkan mampu memilih dan menggunakan metode pembelajaran sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Setiap metode pembelajaran memiliki kelebihan dan kelemahan dilihat dari berbagai sudut, namun yang penting bagi guru metode manapun yang digunakan harus jelas tujuan yang akan dicapai. Karena siswa memiliki interes yang sangat heterogen, seorang guru harus menggunakan multi metode, yaitu memadukan beberapa metode pembelajaran. Hal ini dimaksudkan untuk menjembatani kebutuhan siswa, dan menghindari terjadinya kejenuhan siswa.

 

3)   Evaluasi/ Pembelajaran.

Adalah kegiatan/ cara yang ditujukan untuk mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dan juga proses pembelajaran yang telah dilakukan. Pada tahap ini,seorang guru dituntut memiliki kemampuan dalam menentukan pendekatan dan cara-cara evaluasi, penyusunan alat-alat evaluasi, pengolahan, dan penggunaan hasil evaluasi.

a)    Pendekatan; meliputi : (1) Penilaian Acuan Norma (PAN); adalah cara penilaian yang tidak selalu tergantung pada jumlah soal yang diberikan atau penilaian dimaksudkan untuk mengetahui kedudukan hasil belajar yang dicapai berdasarkan norma kelas. Siswa yang paling besar skor yang didapat di kelasnya, adalah siswa yang memiliki kedudukan tertinggi di kelasnya, dan (2) Penilaian Acuan Patokan (PAP); adalah cara penilaian dimana nilai yang diperoleh siswa tergantung pada seberapa jauh tujuan yang tercermin dalam soal-soal tes yang dapat dikuasai siswa. Dalam PAP ada istilah ‘passing gradeatau batas lulus yang biasa dikenal dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), yang manasiswa dapat dikatakan lulus atau tidak berdasarkan KKM yang telah ditetapkan. Pendekatan PAN dan PAP dapat dijadikan acuan untuk memberikan penilaian dan memperbaiki sistem pembelajaran.

b)   Menyusun alat evaluasi; seorang guru dapat menentukan alat tes/ evaluasi tersebut sesuai dengan materi yang disampaikan, meliputi: (1) tes tertulis; banyak dipergunakan guru adalah ragam benar/ salah, pilihan ganda, menjodohkan, melengkapi, dan jawaban singkat, (2) tes lisan; adalah soal tes yang diajukan dalam bentuk pertanyaan lisan dan langsung dijawab oleh siswa secara lisan, pada umumnya ditujukan untuk mengulang atau mengetahui pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang telah disampaikan sebelumnya, dan (3) tes perbuatan; adalah tes yang dilakukan guru terhadap siswa, misalnya siswa diminta memperagakan suatu perbuatan sesuai dengan materi yang telah diajarkan, seperti pada mata pelajaran kesenian, keterampilan, olahraga, komputer, dan sebagainya. Indikasi kemampuan guru dalam penyusunan alat-alat tes ini dapat digambarkan dari frekuensi penggunaan bentuk alat-alat tes secara variatif, karena alat-alat tes yang telah disusun pada dasarnya digunakan sebagai alat penilaian hasil belajar.

c)    Pengolahan dan penggunaan hasil belajar; ada dua hal yang perlu diperhatikan: (1) jika bagian-bagian tertentu dari materi pelajaran yang tidak dipahami oleh sebagian kecil siswa, guru tidak perlu memperbaiki program pembelajaran, melainkan cukup memberikan kegiatan remidial bagi siswa-siswa yang bersangkutan, (2) jika bagian-bagian tertentu dari materi pelajaran tidak dipahami oleh sebagian besar siswa, maka diperlukan perbaikan terhadap program pembelajaran, khususnya berkaitan dengan bagian-bagian yang sulit dipahami. Mengacu pada kedua hal tersebut, maka frekuensi kegiatan pengembangan pembelajaran dapat dijadikan indikasi kemampuan guru dalam pengolahan dan penggunaan hasil belajar. Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi : (1) kegiatan remedial, yaitu penambahan jam pelajaran, mengadakan tes, dan menyediakan waktu khusus untuk bimbingan siswa, dan (2) kegiatan perbaikan program pembelajaran, baik dalam program semesteran maupun program satuan pelajaran atau rencana pelaksanaan pembelajaran, yaitu menyangkut perbaikan berbagai aspek yang perlu diganti atau disempurnakan.

Dapat disampaikan bahwa penelitian ini menggunakan indikator kinerja guru merujuk pada UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab IV Pasal 20, yakni: (1) perencanaan pembelajaran; pengembangan silabus, pembuatan RPP dan pembuatan program semester/ tahuan (promes/ prota), buku teks pelajaran (2)pelaksanaan pembelajaran; pengelolaan kelas, kegiatan pembelajaran (kegiatan awal, inti, akhir), penggunaan media, pemilihan metode (3) evaluasi pembela-jaran; pendekatan, penyusunan alat evaluasi (4) tindak lanjut penilaian; analisis hasil evaluasi peserta didik, pengayaan dan remedial.

2.    Kepemimpinan Kepala Sekolah.

a.    Kepemimpinan.

Banyak para pakar manajemen mendefinisikan kepemimpinan, dan mereka mempunyai pendapat sendiri-sendiri. Dibawah ini akan diuraikan beberapa konsep dan teori kepemimpinan yang dikemukakan oleh para ahli manajemen dan peneliti sebelumnya.

Pertama, definisi kepemimpinan yang dikemukakan Stoner, Freeman dan Gilbert dalam bukunya “Management”, (alih bahasa oleh Sindoro & Sayaka (1996:161). Definisi kepemimpinan (leadership) yang disampaikan oleh ketiga orang tersebut adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi aktifitas yang berkaitan dengan pekerjaan dari anggota kelompok.

Selanjutnya, Stoner dkk. (1996 : 162) menyampaikan ada 4 implikasi penting dalam kepemimpinan : (1) kepemimpinan melibatkan orang lain (karyawan/ pengikut). Artinya, tanpa orang yang dipimpin (pengikut), sebagus apapun kepemimpinan seorang manajer menjadi tidak relevan, (2) kepemimpinan me-libatkan distribusi kekuasaan yang tidak merata antara pemimpin dan anggota kelompok, pemimpin memiliki kekuasaan (power), (3) kemampuan untuk menggunakan berbagai bentuk kekuasaan untuk mempengaruhi atau mengubah tingkah laku pengikut baik individu maupun kelompok dengan berbagai cara, (4) pemimpin harus memiliki dan menghargai moral kepemimpinan.

Menurut Sugito (2010: 41), kepemimpinan adalah kemampuan dan kesiapan seseorang untuk mempengaruhi, membimbing, mengarahkan dan mengelola seseorang demi tercapainya tujuan organisasi.

Wherther (1993: 478) mengatakan bahwa kepemimpinan pada dasarnya merupakan pola hubungan antar individu yang menggunakan wewenang dan pengaruhnya terhadap kelompok orang agar bekerja bersama-sama untuk men-capai tujuan. Kepemimpinan adalah kemampuan mengkoordina-sikan dan me-motivasi orang-orang dan kelompok untuk mencapai tujuan yang di kehendaki.

Kepemimpinan merupakan kemampuan, proses dan seni mempengaruhi orang dan kelompok orang agar memiliki kemauan untuk mencapai tujuan organisasi (Badeni, 2013 : 126).

Kepemimpinan, berarti proses dimana seseorang mempengaruhi seke-lompok orang untuk mencapai tujuan bersama. Kepemimpinan adalah penga-ruh interpersonal yang menyebabkan sekelompok orang melakukan apa yang dikehendaki oleh pemimpin atau manajer untuk dilakukan (Kaswan, 2013 : 2).

Definisi kepemimpinan menurut Kartono (1990:20) adalah : aktifitas untuk mempengaruhi orang lain, agar mau bersama-sama melakukan aktivitas- aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.

Toha (2006 : 5) mengartikan  bahwa kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang supaya diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan adalah inti dari manajemen, begitulah pendapat para ahli tentang kedudukan sentral kepemimpinan dalam manajemen. Pendapat ini sebenarnya dapat mendukung pernyataan masyarakat pada umumnya yang menganggap bahwa jatuh bangunnya suatu organisasi ada di tangan pemimpin atau keberhasilan sebuah organisasi terletak pada kemampuan pemimpinnya.

Kurniadin & Machali (2013 : 291) menjelaskan bahwa kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan untuk menggerakkan, mempengaruhi, memo-tivasi, mengajak, mengarahkan, menasehati, membina, membimbing, melatih, menyuruh, memerintah, melarang, dan bahkan menghukum (jika perlu) dengan maksud agar manusia sebagai bagian dari organisasi mau bekerja dalam rangka mencapai tujuan dirinya sendiri maupun organisasi secara efektif dan efisien. Dari pengertian ini menunjukkan bahwa dalam kepemimpinan terdapat tiga unsur, yakni pemimpin (leader), anggota (followers) dan situasi (situation).

Setelah menyimak pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disampaikan tentang pengertian kepemimpinan, yakni kemampuan seseorang dalam suatu hubungan struktur organisasi untuk mengarahkan, membina, memerintah mengelola dan memotivasi bawahannya, agar bekerja bersama-sama untuk mewujudkan tujuan organisasi.

b.   Definisi Kepemimpinan Kepala Sekolah.

Sesuai  Peraturan  Menteri  Pendidikan  Nasional  Nomor  28  Tahun  2010  tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah/Madrasah, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1,  menyatakan bahwa Kepala Sekolah adalah guru yang diberi tugas tambahan untuk memimpin suatu lembaga sekolah.

Wahjosumidjo (2011:383), berpendapat bahwa Kepala Sekolah meru-pakan pejabat formal, manajer, pemimpin dan pendidik. Jabatan Kepala Sekolah memerlukan persyaratan universal yang harus dipenuhi. Persyaratan tersebut meliputi keahlian atau kemampuan dasar dan sifat atau watak. Selain persyaratan universal juga terdapat persyaratan khusus yang meliputi berbagai macam kemampuan seperti penguasaan terhadap tugas dan keterampilan profesional dan kompetensi administrasi dan pengawasan.

Seorang Kepala Sekolah disebut profesional apabila: (1) memiliki keju-juran dan integritas pribadi, (2) mendedikasikan sebagian besar waktunya untuk bekerja di bidangnya, (3) memiliki  pengetahuan  dan  keterampilan  yang  dapat  dikategorikan  ahli pada suatu bidang, (4) berusaha mencapai tujuan dengan target-target yang ditetapkan secara rasional, (5) memiliki standar yang tinggi dalam bekerja, (6) memiliki motivasi yang kuat untuk mencapai keberhasilan dengan standar kualitas yang tinggi, (7) mencintai dan memiliki sikap positif terhadap profesinya yang antara lain tercermin  dalam  perilaku  profesionalnya  dan  respons  orang-orang  yang berkaitan dengan profesi/ pekerjaannya, (8) memiliki pandangan jauh ke depan (visionary), (9)menjadi agen perubahan, (10) memiliki kode etik, (11) memiliki lembaga profesi (Permen No.  28  Tahun  2010).

Menurut Mantja (2008:18), kepemimpinan pendidikan yang efektif mempunyai dimensi tujuan yang lengkap dari tujuan organisasi dan dimensi sasaran penilaian persepsi dari rujukan kelompok yang dianggap penting.

Baik atau buruknya sebuah sekolah ditentukan oleh kemampuan pro-fesional pemimpinnya. Oleh sebab itu pemimpin pendidikan harus mempunyai bekal kemampuan untuk menyusun program kegiatan, menetapkan prosedur mekanisme kerja, melaksanakan monitoring, membuat laporan kegiatan, dan memantapkan disiplin guru/ peserta didik (Usman, 2006: 314).

Kepala Sekolah dengan kepemimpinannya, memiliki peran yang kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan semua sumber daya pendidikan yang tersedia di sekolah. Kepemimpinan Kepala Sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolahnya melalui program-programnya yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap (Mulyasa, 2011:90).

Wahjosumidjo (2011 : 83) menyatakan, Kepala Sekolah adalah seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar atau tempat dimana terjadi interaksi antara guru dan murid.

Menyimak pendapat beberapa ahli di atas, dapat dikemukakan bahwa kepemimpinan Kepala Sekolah merupakan kemampuan seorang Kepala Sekolah dalam mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan dan menggerakkan guru, peserta didik, orang tua peserta didik dan pihak lain yang terkait untuk bekerja sebaik-baiknya agar bisa mencapai tujuan yang telah  ditetapkan dan berperan dalam pengembangan mutu pendidikan.

c.    Dimensi-dimensi Kepemimpinan Kepala Sekolah.

Kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki oleh Kepala Sekolah dalam menjalankan kepemimpinan situasional (Wahjosumidjo, 2011 : 385-390) adalah sebagai berikut :

1)   Keahlian atau kemampuan dasar; kemampuan yang harus dimiliki oleh pemimpin, meliputi : (1) Technical skill; kecakapan spesifik tentang proses, prosedur, atau teknik-teknik dalam menganalisis hal-hal yang khusus. Technical skills ini menunjukkan kecakapan yang berhubungan dengan barang, (2) Human skills; menunjukkan keterampilan dengan orang atau manusia, yakni kecakapan pemimpin untuk bekerja secara efektif sebagai anggota kelompok yang dipimpinnya, (3) Conceptual skill; kemampuan pemimpin melihat organisasi sebagai satu keseluruhan.

2)      Kualifikasi pribadi; serangkaian sifat atau watak yang harus dimiliki Kepala Sekolah yang meliputi : (1)mental; unggul dalam intelegensi, mampu memberikan pertimbangan individu yang bagus, memiliki kecakapan dalam menghadapi persoalan-persoalan abstrak, kecakapan menghadapi, dabekerjasama dengan orang lain, kesanggupan untuk mempengaruhi orang lain, unggul di dalam kemampuan menulis dan berbicara, (2) fisik; stamina fisik yang prima sangapenting dan diperlukan agar mampu memenuhi tuntutan tugas, kesiagaan, energik dan antusiasme sehari-hari, (3) emosi; seharusnya pemimpin harus memiliki emosi yang stabil dan memiliki daya tahan atau sikap sabar dalam menghadapi kegagalan atau hambatan, (4)berwatak sosial, (5) kepribadian (personality) ; seorang  pemimpin dikatakan memiliki kepribadian apabila pemimpidalam hal ini kepala sekolah selalu bersikap, berprilaku, berpikir dan berbuat secara sistematik serta teratur, harus mengetahui modal atau asset yang dimilikinya dengan segala keterbatasannya; selalu sadar, simpatik dan loyal terhadap bawahannya; cukup yakin untuk menghindarkan tuntutabawahan sejalan terhadap kemauan;  cukup matang untutidak merasa atau menjadi kecil dalam menghadapi gertakan atau kritikan, selalu berusaha membuat bawahan senang/ bahagia, membantu bawahan sehingga mereka merasa memperoleh kemudahan, memberikan dorongan dan menerima bawahan, menciptakan satu lingkungan yang dapat dipercaya, keterbukaan dan rasa hormat terhadap individu.

3.    Iklim organisasi.

a.    Pengertian Iklim Organisasi.

Davis dan Newstrom (1995:25) memandang iklim organisasi sebagai kepribadian sebuah organisasi yang membedakan dengan organisasi lainnya yang mengarah pada persepsi masing-masing anggota dalam memandang organisasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa iklim organisasi adalah serangkaian deskripsi dari karakteristik organisasi yang membedakan sebuah organisasi dengan organisasi lainnya yang mengarah pada persepsi masing-masing anggota dalam memandang organisasi.

Definisi iklim organisasi yang lebih operasional dikemukakan oleh Stringer (1984:1),yaitu: asset measurable properties of the work environment, based on the collective perception of the people who live and work in the environment and demonstrated to influence their behavior,” atau bila diterjemahkan, “iklim organisasi adalah aset sifat terukur dari lingkungan kerja, berdasarkan persepsi bersama dari orang-orang yang tinggal dan bekerja di lingkungan tersebut dan terbukti mempengaruhi perilaku mereka.

Dikemukakan oleh Robbins (2007 : 4), bahwa iklim organisasi adalah faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi anggota organisasi, yang biasanya diukur melalui persepsi. Iklim organisasi atau suasana kerja organisasi yang dilihat, dipikir, dan dirasakan oleh para pekerja diharapkan dapat menimbulkan suasana kerja yang kondusif, persuasif dan edukatif.

Menurut Gibson, Ivancevich, and Donelly (2003: 702), iklim organisasi merupakan serangkaian sifat lingkungan kerja yang dinilai langsung ataupun tidak langsung oleh karyawan, yang dianggap menjadi kekuatan utama dalam mempengaruhi perilaku karyawan. Dapat dikatakan pula bahwa iklim organisasi merupakan gambaran kolektif yang bersifat umum terhadap suasana kerja organisasi yang membentuk harapan dan perasaan seluruh karyawan sehingga kinerja organisasi meningkat. Dalam menciptakan iklim organisasi diperlukan hubungan sosial yang harmonis antara sesama pekerja. Hubungan sosial mencakup komunikasi baik vertikal maupun horizontal, kerjasama antara para pekerja, supervisi, dukungan dari bawahan, dan kejelasan tugas yang diemban oleh masing-masing pekerja. Dengan kata lain, iklim organisasi merupakan nilai-nilai, kepercayaan, tradisi, dan asumsi yang diberikan kepada para karyawan, baik yang diekspresikan maupun yang tidak diekspresikan.
Dalam hal pengukuran iklim organisasi, hanya dapat dideskripsikan dan diukur secara tidak langsung melalui persepsi para anggota dalam suatu organisasi.
Secara faktual, iklim organisasi selalu ada dalam setiap organisasi. Pada umumnya iklim organisasi berakibat pada setiap karyawan dan setiap pekerjaan yang mereka lakukan, di mana setiap individu dapat pula mempengaruhi iklim organisasi.

Berdasarkan uraian tentang definisi-definisi iklim organisasi yang disampaikan diatas, maka dapat disampaikan bahwa iklim organisasi adalah keadaan di tempat kerja baik fisik maupun non fisik yang mendukung pelaksanaan tugas dalam organisasi dengan indikator kelengkapan sarana kerja, kenyamanan ruang kerja, adanya kejelasan tugas, hubungan yang baik dengan atasan dan rekan kerja, serta sistem penghargaan dan sanksi yang adil.

b.    Iklim Organisasi Sekolah.

Disampaikan oleh Hersey dan Blancard (1998:64), bahwa aktifitas yang dilakukan oleh manusia dapat berjalan dengan baik jika situasi dan kondisinya mendukung serta memungkinkan aktifitas itu terlaksana. Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa kondisi lingkungan kerjaan iklim organisasi sekolah harus diciptakan dengan sedemikian rupa sehingga guru merasa nyaman dalam melaksankan tugas pokok dan fungsinya.Lingkungan atau iklim kondusif akan mendorong guru lebih berprestasi optimal sesuai dengan minat dan kemampuanya. Lingkungan kerja yang kurang mendukung seperti lingkungan fisik pekerjaan dan hubungan kurang serasi antar seorang guru denga guru lainya ikut menyebabkan kinerja akan jadi buruk.

Adam Indrawijaya mengatakan (1999: 4), bahwa organisasi adalah suatu proses kerja sama antar sekelompok orang yang satu sama lain saling mempengaruhi dan tersusun dalam unit-unit tertentu untuk mencapai suatu tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya. Iklim organisasi sekolah adalah lingkungan manusia dimana para guru melakukan pekerjaan mereka.Iklim organisasi sekolah merupakan serangkaian sifat lingkungan kerja yang dinilai langsung atau tidak langsung oleh guru yang dianggap menjadi kekuatan utama dalam mempengaruhi prilaku guru.Yang dimaksud dengan lingkungan organisasi adalah kepemimpinan, motivasi, komunikasi, interaksi pengaruh, pengambilan keputusan, penyusunan tujuan dan pengadilan.

Iklim merupakan sebuah konsep umum yang mencerminkan kualitas kehidupan organisasi yang ditinjau dari berbagai sudut pandang. Salah satu konsep dan pengukuran iklim organisasi ditinjau dari prilaku pimpinan dan bawahan. Dua orang peneliti Hoy dan Miskel telah meneliti perilaku pimpinan dan bawahan tersebut dalam bidang pendidikan , yaitu perilaku Kepala Sekolah dan guru. Terdapat enam dimensi iklim yang dipelajarinya, tiga dimensi meru-pakan perilaku Kepala Sekolah yaitu : supportive, directive, dan restrictive , dan tiga dimensi lagi merupakan perilaku guru-guru yaitu : collegial, intimate dan disengaged. Kombinasi dimensi-dimensi tersebut menghasilkan empat iklim yang open, engaged dan closed (Hoy dan Miskel, 2001:190)

Hoy dan Miskel (2001:431), mengemukakan bahwa :Organization climate is a relatively enduring quality of school environment that experience by teachers affect their behavior, and is based on their collective perception of behavior in school. A climate emerges through the interaction of members and exchange of sentiment omong them. The climate of a school is its personality”. Artinya, iklim organisasi adalah kualitas lingkungan sekolah yang berlangsung secara relatif yang dialami oleh guru memengaruhi sikap-sikapnya dan itu berdasarkan kepada kepentingan secara bersama tentang sikap di sekolah. Suatu iklim timbul melalui interaksi dari anggota dan pertukaran perasaan diantara mereka iklim organisasi sekolah adalah kepribadianya.

Dikatakan lebih lanjut oleh Hoy dan Miskel, bahwa ada tiga konsep iklim yang berbeda telah digambarkan dan dianalisis, yaitu : (1) iklim terbuka; adanya karakteristik yang efektif, (2) iklim sehat; adanya dinamika yang lebih sehat dari sekolah yang lebih besar adalah kepercayaan dan keeterbukaan dalam hubungan antar anggota dan prestasi siswa, (3) iklim sosial; tersusun dalam rangkaian kesatuan yang panjang dalam orientasi pengawasan murid dari penjagaan sampai ke perikemanusiaan. Penjagaan adalah pengawasan baku, timbul dalam konsentrasi utamanya adalah pemerintah. Sekolah berfikir kemanusiaan adalah karakter dengan penekanan pada disiplin pribadi siswa dan tukar pendapat pengalaman, serta kegiatan siswa dan guru. Lingkungan kerja yang kurang mendukung seperti lingkungan fisik pekerjaan dan hubungan kekurang serasian antara seseorang guru dengan guru lainnya ikut menyebabkan kinerja akan buruk.

Dengan demikian, iklim organisasi sekolah dapat didefinisikan sebagai suasana lingkungan sekolah, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial pekerjaan yang dapat dirasakan oleh orang-orang yang terlibat didalam proses pembelajaran, langsung atau tidak langsung yang tercipta akibat kondisi kultural organisasi sekolah tersebut.

c.    Dimensi-dimensi Iklim Organisasi.

Berkaitan dengan iklim organisasi di dunia pendidikan, khususnya di pendidikan formal (sekolah), Supardi (2013 : 127 - 129) mengemukakan delapan dimensi yang menjadi karakteristik iklim organisasi sekolah dari Halfin dan Crofts, yang mana 4 dimensi menyangkut sifat-sifat yang merupakan perilaku pada staf pengajar (faculty behavior), sementara 4 dimensi lagi menyangkut sifat-sifat yang mencerminkan perilaku Kepala Sekolah (principle behavior). Dimensi yang berkenaan dengan karakteristik iklim organisasi sekolah yang menyangkut perilaku staf pengajar (guru) terdiri dari: (1) halangan (hindrance), (2) kemesraan (intimacy), (3) ketidak pedulian (disengagement), dan (4) semangat kerja (esprit). Sementara dimensi yang memperlihatkan karakteristik yang menyangkut perilaku Kepala Sekolah mencakup: (1) penekanan kepada daya produktifitas (productions emphasis), (2) kesendirian (aloofness), (3) sifat bertimbang rasa (concideration), dan (4)dorongan dan bimbingan (thrust).

Dimensi yang berkenaan dengan karakteristik iklim organisasi sekolah yang menyangkut perilaku staf pengajar (guru) dapat dijelaskan sebagai berikut:

1)   Halangan (hindrance); tingkah laku ini merujuk kepada halangan-halangan yang dihadapi guru karena beban kerja dan tanggung jawab yang terlalu banyak. Disamping itu, terdapat tugas-tugas tambahan seperti dari Kepala Sekolah atau dinas pendidikan, laporan dan tugas-tugas rutin yang tidak berkaitan dengan pembelajaran.

2)   Kemesraan (intimacy); tingkah laku ini akan melahirkan suasana yang sangat baik ketika seseorang bertugas sebagai guru. Dirasakan terbentuknya hubungan internal diantara guru-guru sehingga mereka merasa benar-benar hidup di dalam masyarakat sekolah sebagai sebuah keluarga. Keadaan ini akan melahirkan kelompok guru yang bukan saja menjalin persahabatan ketika di sekolah tetapi juga terjalin di luar sekolah.

3)   Ketidak pedulian (disengagement); merujuk kepada kecenderungan yang ada pada diri guru yang mengamalkan sikap renggang antara sesama guru. Pada kebiasaannya akan terwujud kelompok-kelompok yang kurang bekerja sama antara satu sama lain. Kelahiran kelompok-kelompok ini akan menyebabkan terwujudnya budaya mengumpat, budaya sakit hati, yang tidak sehat. Akhirnya perbuatan ini akan mengakibatkan terbentuknya perasaan tidak puas hati di kalangan guru dan mulai mencari jalan untuk meninggalkan profesi keguruan.

4)   Semangat kerja (esprit); merujuk kepada tingkah laku guru yang sangat berpuas hati dengan tanggung jawab yang dipikul. Guru kelompok ini kelihatan sangat bergembira dan mempunyai hubungan yang sangat erat diantara satu sama lain. Akibatnya mereka akan bekerja sama, saling bantu membantu , hormat menghormati serta taat dan setia kepada rekan kerja dan sekolah. Keadaan ini menyebabkan guru-guru dapat memenuhi keperluan sosial dan pribadi disamping menghargai kerja-kerja profesi keguruan.

Dimensi yang berkenaan dengan karakteristik iklim organisasi sekolah yang berkaitan dengan perilaku Kepala Sekolah adalah sebagai berikut:

1)   Penekanan kepada daya produktifitas (production emphasis); merujuk kepada perilaku Kepala Sekolahyang terlalu membuat pengawasan ketat, mengemukakan jadwal tugas guru dan peserta didik dengan jelas, sering memperbaiki kelemahan guru dan banyak berkomunikasi. Selain itu, Kepala Sekolah jenis ini kurang peka terhadap reaksi guru, mementingkan kerja lembur serta menuntut hasil dan menetapkan kemahiran kerja.

2)   Kesendirian (aloofness); merujuk kepada perilaku Kepala Sekolah yang kelihatan formal, senantiasa berjauhan terhadap tenaga kependidikan dan peserta didik. Di samping itu, kelompok Kepala Sekolah ini juga terlalu mengikuti peraturan yang ketat untuk guru-gurunya, tidak terbuka terhadap hasil kunjungan pengawas kepada guru dan terlalu sering menilai dan memperincikan tugas serta tanggung jawab guru.

3)   Sifat bertimbang rasa (concideration); merujuk kepada perilaku Kepala Sekolah yang baik hati, berperi kemanusiaan, memberi perhatian secara pribadi kepada kebaikan guru. Di samping itu, guru-guru yang dipimpinnya dikenali secara lebih dekat, membantu mereka menjalankan tugas di sekolah serta senantiasa mempertahankan guru dalam keadaan yang sepatutnya. Kepala Sekolah juga senantiasa bertoleransi.

4)   Dorongan dan bimbingan (thrust); merujuk kepada perilaku Kepala Sekolah yang memimpin melalui teladan. Mereka akan bekerja keras sebelum bawahannya juga bekerja dengan gigih. Mereka pada kebiasaannya amat aktif dan senantiasa peka kepada dunia pendidikan. Oleh karena itu, Kepala Sekolah kelompok ini memiliki sikap dan perbuatan yang tidak mengharapkan guru memberi lebih dari dirinya sendiri.

Bila dikaitkan dengan permasalahan penelitian, pendapat Halfin dan Crofts di atas juga lebih berfokus pada pengukuran iklim organisasi sekolah.

4.    Motivasi kerja.

a.    Teori Motivasi Kerja.

Ada beberapa teori tentang motivasi, diantaranya seperti yang dikemukakan oleh Stoner, Freeman dan Gilbert dalam bukunya “Management” (alih bahasa oleh Sindoro & Sayaka, 1996 :136 – 158 ) diantaranya adalah teori Dua Faktor Herzberg-Hygiene. Teori ini dikemukakan oleh psikolog Frederick Herzberg, yang mengembangkan teori kepuasan yang disebut teori dua faktor tentang motivasi.Menurut Herzberg, ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu disebutnya faktor hygiene/ pemeliharaan (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator/ motivasional (faktor intrinsik). Faktor hygiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk di dalamnya adalah kebijakan personalia dan praktek-praktek manajemen perusahaan dima-na suatu pekerjaan dilakukan, supervisi teknis yang diterima pada pekerjaan tersebut, hubungan antara individu dengan supervisor dan kolega, dan kualitas kerja (faktor ekstrinsik), sedangkan faktor motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk didalamnya adalah penca-paian/ penyelesaian pada suatu pekerjaan, pengenalan untuk menyelesaikan pekerjaan, sifat pekerjaan dan tugas itu sendiri, kelanjutan dan pertumbuhan dalam kemampuan pekerjaan (faktor intrinsik). Jika dalam situasi kerja faktor­-faktor Hygiene tidak ada, Herzberg merasa bahwa karyawan tidak akan menda-pat kepuasan. Namun adanya hygiene faktor juga tidak memotivasi karyawan melainkan hanya membantu mencegah adanya ketidak puasan. Dalam hal ini juga berlaku pada faktor-faktor motivator, dan jika faktor motivator ada maka dapat memberikan motivasi dan kepuasan kerja pada tingkatan yang lebih tinggi. Motivator ini mempunyai kaitan yang setaraf dengan kebutuhan akan harga diri dan kenyataan diri yang dikemukakan oleh Maslow.

Teori dua faktor yang dikemukakan oleh Herzberg menyimpulkan dua faktor sebagai berikut: (1) Ada sejumlah kondisi ekstrinsik pekerjaan yang apabila kondisi itu tidak ada, menyebabkan ketidakpuasan diantara para karya-wan. Kondisi ini disebut dengan Hygiene faktor, karena kondisi atau faktor-faktor tersebut dibutuhkan minimal untuk menjaga adanya ketidakpuasan. Faktor-faktor ini berkaitan dengan keadaan pekerjaan yang meliputi: gaji, hubungan antara pekerja, jaminan sosial, kondisi kerja dan kebijakan perusa-haan. Sejumlah kondisi intrinsik pekerjaan yang apabila kondisi tersebut ada maka dapat berfungsi sebagai motivator, yang dapat menghasilkan prestasi kerja yang baik. Tetapi jika kondisi atau faktor-faktor tersebut tidak ada, maka tidak akan menyebabkan adanya ketidakpuasan. Faktor­-faktor tersebut berkait-an dengan isi pekerjaan yang disebut dengan nama faktor pemuas. Faktor-­faktor pemuas tersebut adalah sebagai berikut: prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, kemajuan­-kemajuan, pertumbuhan dan perkem-bangan pribadi.

Teori dua faktor ini disebut juga konsep Hygiene yang mencakup: (1) Isi pekerjaan (content = satisfiers): prestasi (achievement), pengakuan (recognition), pekerjaan itu sendiri (the work it self), tanggung jawab (responsible), pengembangan potensi individu (advancement); dan(2) Faktor Higienis (demotivasi/ dissatisfiers) : Gaji atau upah (wages or salaries), kondisi kerja (working condition), kebijakan dan administrasi perusahaan (companypolicy and administration), hubungan antar pribadi, kualitas supervisi. Tidak adanya kondisi-kondisi ini bukan berarti membuktikan kondisi sangat tidak puas. Tetapi jika ada, akan membentuk motivasi yang kuat yang menghasilkan prestasi kerja yang baik. Oleh karena itu, faktor ekstrinsik tersebut disebut sebagai pemuas atau motivator.

Teori dua faktor Herzberg mengasumsikan bahwa hanya beberapa ciri pekerjaan dan karakteristik dapat menghasilkan motivasi. Beberapa karakteristik yang menjadi fokus manajer akan bisa menghasilkan kondisi kerja yang nyaman, tetapi tidak memotivasi karyawan. Motivasi ini diukur dengan cara mewancarai karyawan untuk menguraikan kejadian pekerjaan yang kritis. Baik faktor motivasional maupun faktor pemeliharaan berpengaruh besar terhadap motivasi seseorang. Meskipun demikian bukanlah sesuatu yang mutlak dapat dikuantifikasi, karena motivasi berhubungan dengan berbagai komponen yang sangat kompleks.

Masalah yang dihadapi oleh guru berbeda dengan apa yang dihadapi oleh karyawan perusahaan. Guru, di samping menghadapi permasalahan dalam ber-hubungan dengan siswa, juga dalam berhubungan dengan Kepala Sekolah dan pejabat di atasnya. Proses belajar mengajar dalam organisasi sekolah mempu-nyai masalah tersendiri. Guru sekolah lanjutan pada umumnya berinteraksi dengan banyak siswa setiap hari pada situasi yang hampir sama dan terkadang bersifat pribadi, lebih-lebih guru borongan atau self-contained classroom.

Dari uraian di atas maka faktor motivasional yang bersifat intrinsik dan faktor pemeliharaan yang bersifat ekstrinsik mempunyai pengaruh besar terhadap motivasi seseorang dan dapat dijadikan dimensi standard pengukuran motivasi kerja guru.

Faktor-faktor faktor pemeliharaan (ekstrinsik)  meliputi: (1) upah, (2)kondisi kerja, (3) keamanan kerja, (4) status, (5) prosedur perusahaan, (6)mutu penyeliaan, (7) mutu hubungan interpersonal antar sesama rekan kerja, atasan, dan bawahanya. Keberadaan kondisi-kondisi ini terhadap kepuasan karyawan tidak selalu memotivasi mereka. Tetapi ketidakberadaannya menye-babkan ketidakpuasan bagi karyawan, karena mereka perlu mempertahankan setidaknya suatu tingkat ”tidak ada kepuasan”, kondisi ekstrinsik disebut faktor pemeliharaan, atau faktor hygiene.

Sedangkan faktor motivasional (Intrinsik) meliputi : (1) prestasi (achievement), (2) pengakuan (recognition), (3) tanggung jawab (responsibility), (4) kemajuan (advancement), (5) pekerjaan itu sendiri (the work itself), (6) kemungkinan berkembang (the possibility of growth).

Faktor-faktor motivator tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1)   Prestasi (achievment) adalah kebutuhan untuk memperoleh prestasi di bidang pekerjaanyang ditangani. Seseorang yang memiliki keinginan ber-prestasi sebagai kebutuhan need” dapat mendorongnya mencapai sasaran.

2)   Pengakuan (recoqnition) adalah kebutuhan untuk memperoleh pengakuan dari pimpinan atas hasil karya/ hasil kerja yang telah dicapai.

3)   Tanggung jawab (responsibility) adalah kebutuhan untuk memperoleh tanggung jawab dibidang pekerjaan yang ditangani.

4)   Kemajuan (advancement) adalah kebutuhan untuk memperoleh peningkatan karier (jabatan).

5)   Pekerjaan itu sendiri (theworkitself) adalah kebutuhan untuk dapat menangani pekerjaan secara aktif sesuai minat dan bakat.

6)   Kemungkinan berkembang (the possibility of growth) adalah kebutuhan untuk memperoleh peningkatan karier.

b.    Pengertian Motivasi Kerja.

Dalam kehidupan sehari-hari, hubungannya dengan perilaku organisasi, istilah motivasi memiliki pengertian beragam. Dan apapun pengertiannya, yang jelas motivasi merupakan unsur penting dalam diri manusia, yang berperan mewujudkan keberhasilan dalam usaha atau pekerjaan manusia.

Dari perkembangan berbagai teori, terutama yang berkaitan dengan teori tentang penggerak bawahan, teori motivasilah yang paling banyak dipergunakan. Kenyataan ini menurut Siagian (2002:102), manusia mengaitkan kekaryaannya dengan pemuasan berbagai kebutuhan dan keinginannya. Motivasi merupakan daya dorong bagi seseorang untuk melakukan sesuatu agar tercapai tujuanya. Dengan pengertian, tercapainya tujuan organisasi berarti tercapai pula tujuan pribadi para anggota organisasi yang bersangkutan. Dari definisi tersebut, terlihat bahwa sebuah organisasi hanya akan berhasil mencapai tujuan dan berbagai sasaranya, apabila semua komponen organisasi (anggota organisasi) berupaya menampilkan kinerja yang optimal.

Stoner, Freeman dan Gilbert (alih bahasa oleh Sindoro & Sayaka, 1996 : 134) mengemukakan bahwa motivasi adalah faktor-faktor yang menentukan prestasi kerja seseorang. Motivasi merupakan peralatan yang dapat dipakai oleh manajer untuk mengatur hubungan pekerjaan dalam organisasi. Bila manajer mengetahui apa yang membuat orang mau bekerja untuk mereka, maka merekapun akan menyesuaikan penugasan pekerjaan dengan suatu imbalan yang membuat mereka mau beraksi.

Gibson, Ivancevich, dan Donnely (2003:94) memberikan batasan motivasi adalah suatu kemampuan yang kita gunakan jika kita menguraikan kekuatan-kekuatan yang bekerja terhadap atau di dalam diri individu untuk memulai dan mengarahkan perilaku. Lebih lanjut ditegaskan bahwa motivasi merupakan hasil sejumlah proses yang bersifat internal, atau eksternal bagi seseorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan presistensi, dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu.

Gary ( 1997:123) mengemukakan bahwa motivasi merupakan serang-kaian proses yang memberikan semangat bagi prilaku seseorang dan mengarahkannya kepada pencapaian beberapa tujuan atau secara lebih singkat untuk mendorong seseorang untuk melaksanakan sesuatu yang harus dikerjakan secara sukarela dan dengan baik. Dikatakan juga bahwa ”motivasi tertsebut ikut menentukan tinggi rendahnya prestasi kinerjanya”.

Menurut Sondang (2002:138-139), motivasi mengandung tiga hal yang sangat penting, yaitu: (1) pemberian motivasi berkaitan langsung dengan usaha pencapaian ujuan dan berbagai sasaran organisasi tersirat pada pandangan ini bahwa dalam tujuan dan sasaran organisasi telah tercakup tujuan dan sasaran pribadi para anggota organisasi yang diberikan motivasi tersebut, (2) motivasi merupakan proses keterkaitan antara usaha dengan perumusan kebutuhan tertentu. Dengan demikian perkataan lain, motivasi merupakan kesediaan untuk mengarahkan usaha tingkat tinggi untuk mencapai tujuan organisasi. Akan tetapi kesediaan mengarahkan usahanya sangat tergantung pada kemampuan seseorang untuk memuaskan berbagai kebutuhannya, (3) yang terlihat dalam beberapa definisi motivasi di atas ialah kebutuhan. Dalam usaha pemahaman teori motivasi dan aplikasinya, yang dimaksud dengan kebutuhan adalah keadaan internal seseorang yang menyebabkan hasil usaha tertentu menjadi menarik. Artinya suatu kebutuhan yang belum terpuaskan menciptakan kete-gangan yang akan menimbulkan dorongan tertentu dalam diri seseorang. Seseorang pekerja yang termotivasi sesungguhnya berada pada suasana ketegangan, dan untuk menghilangkannya seseorang harus melakukan sesuatu.

Disampaikan oleh Sedarmayanti (2009:104), bahwa motivasi sebagai keseluruhan proses pemberian motif kerja kepada para bawahan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efektif dan efesien.

Dikemukakan oleh Sedarmayanti (2009:105) bahwa motivasi adalah keinginan yang terdapat pada diri seorang individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan-tindakan. Motivasi adalah “Direction or motivation is essence, it I skill in aligning employee and organization interest so that behavior result in achievement of employee want stimula-neously with attainment or organizational objectives (motivasi adalah suatu keahlian, dalam menerangkan guru dan organisasi agar mau bekerja secara berhasil, sehingga keinginan para guru dan tujuan organisasi sekaligus tercapai).

Hasibuan (2010:143-144) mengemukakan tentang definisi motivasi yak-ni“Motivation is usually refined the initiation and direction of behavior, and direction of behavior, and the study of motivation is in effect the study od course of behafior (motivasi secara umum didefinisikan sebagai inisiasi dan pengarahan tingkah laku. Motivasi yakni pemberian daya penggerak yang men-ciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegerasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai tujuan.

Menurut Handoko (2001: 252), jika dilihat dari fungsinya motivasi terbagi menjadi dua : (1) motivasi intrinsik (internal); adalah motivasi yang berfungsi tanpa adanya rangsangan dari luar, diri individu sudah ada suatu dorongan untuk melakukan tindakan, berbagai kebutuhan keinginan dan harapan yang terdapat di dalam pribadi seseorang menyusun motivasi internal orang tersebut. Kekuatan ini mempengaruhi pribadinya dengan menentukan berbagai pandangan, yang menurut giliran untuk memimpin tingkah laku dalam situasi yang khusus. 

Beberapa faktor yang berkaitan dengan motivasi internal (Juliani, 2007:13), yakni : (a) Kepentingan yang khusus bagi seseorang, menghendaki, dan menginginkan adalah merupakan hal yang unik baginya, dan (b)kepentingan dan hasrat seseorang adalah juga unik karena kesemuanya ditentukan oleh faktor yang membentuk kepribadiannya, penampilan biologis, psiologis dan psikologisnya. Faktor intrinsik disebut juga motif atau pendorong, jika dua faktor ada yaitu intrisik dan extrinsik maka pekerja dapat mencapai kepuasan kerja tetapi jika tidak ada bukan berarti kepuasan kerja tidak tercapai. yang termasuk dalam faktor intrinsik adalah pencapaian, penguatan, tanggungjawab, peningkatan status tugas itu sendiri dan kemungkinan berkembang, (2) motivasi ekstrinsik,  yaitu motivasi yang berfungsi dengan adanya dorongan dari luar individu. Motivasi ekstrinsik meliputi kekuatan yang ada di luar diri individu seperti halnya faktor pengendalian oleh atasan juga meliputi hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan seperti gaji/ upah, keadaan kerja, kebijaksanaan dan pekerjaan yang mengandung penghargaan, pengembangan dan tanggung jawab.

Bedasarkan pengertian dari para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa motivasi sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dari dalam diri guru, yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku berkaitan dengan lingkungan kerja, jadi motivasi adalah dorongan dari diri guru untuk memenuhi kebutuhan yang berorientasi kepada tujuan individu dalam mencapai rasa puas, kemudian diimplementasikan kepada orang lain untuk memberikan pelayanan yang baik pada masyarakat.

c.     Dimensi dan Indikator-indikator Motivasi Kerja.

Setelah mempelajari berbagai teori tentang motivasi, maka dalam penulisan tesis ini menggunakan acuan teori motivasi yang dianggap paling relevan, yaitu Teori Motivasi Dua Faktor dari Herzberg, yang mengembangkan teori kepuasan yang disebut teori dua faktor tentang motivasi.

Faktor Intrinsik (faktor motivasional) meliputi: (1) kesempatan untuk berprestasi (achievement), (2) pengakuan dari teman sejawat (recognition), (3)merasa bangga dengan pekerjaan sebagai guru (responsibility), (4) tanggung jawab atas pekerjaannya (advancement), (5) pekerjaan itu sendiri (the work itself), (6) kesempatan untuk meningkatkan karir (the possibility of growth). Faktor ekstrinsik (faktor pemeliharaan), diantaranya: (1) gaji/ honor yang dite-rima, (2) kondisi kerja yang menyenangkan, (3) kebijakan pimpinan sekolah, (4) hubungan antar pribadi (Stoner, Freeman dan Gilbert, alih bahasa oleh Sindoro & Sayaka, 1996 :144).

5.    Penelitian Terdahulu yang Relevan.

Penelitian-penelitian terdahulu yang relevan, tentang kinerja guru, baik yang dikaitkan kepemimpinan Kepala Sekolah, motivasi kerja maupun iklim organisasi antara lain :

a.    Wahyudi dan Suryono (2006), dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Lingkungan Kerja Terhadap Efektivitas Kerja Pegawai di Bagian Keuangan Setda Kabupaten Boyolali, menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan, motivasi dan lingkungan kerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja pegawai Kantor Informasi Komunikasi dan Kehumasan Kabupaten Boyolali. Dinyatakan juga bahwa di antara ketiganya, variabeyang paling dominan pengaruhnya terhadap kinerja pegawai Kantor Informasi Komunikasi dan Kehumasan Kabupaten Boyolali adalah variabel gaya kepemimpinan. Dan berdasarkan hasil koefisien determinasi menunjuk-kan bahwa gaya kepemimpinan, motivasi dan lingkungan kerja memberikan sumbangan sebesar 78,8% terhadap kinerja (Y) pegawai Kantor Informasi Komunikasi dan Kehumasan Kabupaten Boyolali.

b.    Susanto (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja guru SMK”, menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan: (1) kompetensi guru dan kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap motivasi kerja guru SMK di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan taraf signifikansi 0,038; 0,045; dan 0,001; (2)kompetensi guru, kepemimpinan Kepala Sekolah, dan motivasi kerja guru terhadap kinerja guru SMK di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan,baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dan secara langsung atau tidak langsung taraf signifikansi 0,036; 0.003; 0,036; 0,000; (0,038 dan 0,036); (0,045 dan 0,036).

c.    Zainudin (2010), dalam penelitiannya “Hubungan Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah, Iklim Sekolah, dan Motivasi Kerja dengan Kinerja Guru SMK Negeri di Kota Malang” menyimpulkan bahwa (1) tingkat perilaku kepemimpinan Kepala Sekolah SMK Negeri di Kota Malang termasuk kategori tinggi (efektif) yakni mencapai 44,8 % (2) tingkat iklim sekolah SMK Negeri di Kota Malang termasuk kategori sedang 65,7% (3) tingkat motivasi kerja SMK Negeri di Kota Malang termasuk kategori sangat tinggi 50,5%, (4)tingkat kinerja guru SMK Negeri di Kota Malang termasuk kategori tinggi 94,3%, (5) terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku kepemimpinan Kepala Sekolah, iklim sekolah, dan motivasi kerja dengan kinerja guru SMK Negeri di Kota Malang; (6) terdapat hubungan yang signifikan antara iklim sekolah dengan kinerja guru SMK Negeri di Kota Malang; (7) terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi kerja dengan kinerja guru SMK Negeri di Kota Malang.dan (8) terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku kepemimpinan Kepala Sekolah dan iklim sekolah dengan motivasi kerja guru SMK Negeri di Kota Malang.

d.   Kiswanti, Wahyudi, Syukri ( 2012 ) dalam penelitiannyaPengaruh Gaya Ke-pemimpinan Kepala Sekolah dan Iklim Organisasi Terhadap Kinerja Guru”, menyimpulkan bahwa (1) pengaruh gaya kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap kinerja guru di SMP Negeri sub Rayon 04. Pontianak tinggi yaitu mencapai 80,10%; (2) Iklim organisasi sekolah memiliki pengaruh terhadap kinerja guru di SMP Negeri sub Rayon 04 Pontianak sebesar 66,59%; (3) gaya kepemimpinan kepala  sekolah dan iklim organisasi sekolah secara bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap kinerja guru di SMP Negeri sub Rayon 04 Pontianak sebesar 80,10%. Hal ini berarti bahwa gaya kepemimpinan Kepala Sekolah dan iklim organisasi sekolah mempunyai pengaruh terhadap kinerja guru di SMP Negeri sub Rayon 04 Pontianak.























B.  KERANGKA PIKIR.

Kepemimpinan Kepala Sekolah merupakan kemampuan seorang Kepala Sekolah dalam mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan dan menggerakkan guru, peserta didik, orang tua peserta didik dan pihak lain yang terkait, untuk bekerja sebaik-baiknya agar bisa mencapai tujuan yang telah  ditetapkan, serta berperan dalam pengembangan mutu pendidikan. Kepemim-pinan Kepala Sekolah tersebut akan dapat mempengaruhi kinerja guru dalam kegiatan pembelajaran.

Iklim organisasi sekolah dikatakan sebagai suasana lingkungan sekolah, baik fisik maupun sosial yang dapat dirasakan oleh orang-orang yang terlibat didalam proses pembelajaran, langsung atau tidak langsung yang tercipta akibat kondisi kultural organisasi sekolah tersebut. Dapat disampaikan bahwa iklim organisasi sekolah berpengaruh pada kinerja guru dalam kegiatan pembelajaran.

Motivasi diartikan sebagai dorongan dari diri guru untuk memenuhi kebu-tuhan yang berorientasi kepada tujuan individu dalam mencapai rasa puas, kemudian diimplementasikan kepada orang lain untuk memberikan pelayanan yang baik pada masyarakat. Dengan demikian motivasi kerja tersebut berpengaruh pada kinerja guru dalam kegiatan pembelajaran.

Kepemimpinan Kepala Sekolah merupakan kemampuan seorang Kepala Sekolah dalam mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan dan menggerakkan guru, peserta didik, orang tua peserta didik dan pihak lain yang terkait untuk bekerja sebaik-baiknya agar bisa mencapai tujuan yang telah  ditetapkan, serta berperan dalam pengembangan mutu pendidikan , dan jika iklim organisasi sekolah dikatakan sebagai suasana lingkungan sekolah, baik fisik maupun sosial yang dapat dirasakan oleh orang-orang yang terlibat didalam proses pembelajaran, langsung atau tidak langsung yang tercipta akibat kondisi kultural organisasi sekolah tersebut, dan jika motivasi diartikan sebagai dorongan dari diri guru untuk memenuhi kebutuhan yang berorientasi kepada tujuan individu dalam mencapai rasa puas, kemudian diimplementasikan kepada orang lain untuk memberikan pelayanan yang baik. Berarti bahwa kepemimpinan Kepala Sekolah, iklim organisasi, maupun motivasi kerja, ketiganya secara bersama-sama akan berpengaruh pada kinerja guru dalam kegiatan pembelajaran.

Kerangka pikir penelitian dapat ditunjukkan oleh gambar berikut :








Dengan merujuk hasil-hasil penelitian dari para peneliti terdahulu, maka diduga hasil penelitian tersebut juga signifikan terhadap penelitian ini, yakni “terdapat pengaruh kepemimpinan Kepala Sekolah, motivasi kerja dan iklim organisasi terhadap kinerja guru SMK di kabupaten Rembang”.


C.  HIPOTESIS.

Dari kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis penelitian yaitu :

1.    Ada pengaruh yang signifikan antarakepemimpinan Kepala Sekolah dengan kinerja guru.

2.    Ada pengaruh yang signifikan antaraiklim organisasi dengan kinerja guru.

3.    Ada pengaruh yang signifikan antaramotivasi kerja dengan kinerja guru.

4.    Ada pengaruh secara bersama-sama antarakepemimpinan Kepala Sekolah, motivasi kerja, dan iklim organisasi dengan kinerja guru.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

 

A.  Pendekatan Penelitian.

Penelitian ini menggunakan paradigma kuantitatif dengan pendekatan korelasional, dimaksudkan untuk menjajaki kemungkinan adanya jalinan/ hubung-an kausal (sebab-akibat) pada variable, antara variabel bebas (independent) ter-hadap variabel terikat (dependent).

Untuk menyusun penelitian secara terstruktur, akan dibuat rancangan penelitian, yang merupakan langkah langkah dalam mengadakan penelitian yang dimulai dari observasi awal.  Dan selanjutnya ditemukan permasalahan yang menarik, untuk membuat penelitian  tentang apa saja yang mempengaruhi kinerja guru SMK. Setelah melakukan survei awal, menentukan kajian teori dan penelitian yang relevan. Penyusunan hipotesis dilakukan setelah mendapatkan teori pendukung, selanjutnya menyusun instrumen penelitian untuk mengukur variabel bebas dan terikat, untuk mengumpulkan data selanjutnya diolah untuk membuktikan hipotesis. Langkah terakhir mengambil kesimpulan dari pengolahan data tersebut. Diharapkan setelah merancang penelitian ini, langkah langkah ini harus dilakukan secara urut sehingga tidak terjadi kesalahan saat melakukan penelitian dan pengambilan keputusan.

Penelitian ini juga menggunakan metode survey, yakni peneliti menanya-kan ke beberapa responden tentang keyakinan, pendapat, karakteristik suatu obyek dan perilaku yang telah lalu tau sekarang. Semua responden yang menjadi anggota sampel menjawab pertanyaan yang sama, kemudian dilakukan pengukur-an nilai beberapa variabel, menguji beberapa hipotesis tentang perilaku, penga-laman dan karakteristik dari obyek (Sugiyono, 2013 : 80-81). Selanjutnya respon yang diperoleh, digunakan untuk penarikan kesimpulan bagi semua populasi.

Penelitian ini dilakukan untuk mencari jawaban mengenai apakah suatu variabel independent dapat mempengaruhi variabel dependent. Dalam hal ini variabel independentnya adalah Kepemimpinan Kepala Sekolah (X1), Iklim Organisasi  (X2), dan motivasi kerja (X3), sedangkan variabel dependentnya adalah kinerja guru (Y). Dalam penelitian ini akan menentukan adakah pengaruh yang signifikan antara :

1.    Variabel X1 terhadap variabel Y.

2.    Variabel X2 terhadap variabel Y.

3.    Variabel X3 terhadap variabel Y.

4.    Variabel X1, X2 dan X3 secara bersama-sama terhadap Y.

 








B.  Obyek Penelitian.

Kepala Sekolah dan guru SMK se kabupaten Rembang.

C.  Populasi dan Sampel.

Dalam penelitian ini, populasinya adalah semua guru SMK di kota Rembang, dengan perincian sebagai berikut :












Sedangkan untuk menentukan jumlah sampelnya digunakan tabel dari Isaac dan Michael berdasarkan tingkat kesalahan 5 %, dengan populasi seba-nyak 470 orang, maka dalam tabel tersebut dapat dilihat bahwa jumlah sampel minimal adalah 286 orang (Sugiyono, 2013: 161-Tabel 4.1)














Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan  proportionate stratified random sampling (Sugiyono, 2013 : 152).


D.  Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel.

1)   Variabel Penelitian.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a.    Variabel bebas (independent)            :

1)        Kepemimpinan Kepala Sekolah (X1).

2)        Iklim Organisasi  (X2).

3)        Motivasi kerja (X3)

b.    Variabel terikat (dependent ) : Kinerja guru (Y)

2)   Definisi Operasional  Variabel.

a.    Kepemimpinan Kepala Sekolah.

Indikator-indikator yang yang akan diukur adalah (a) Kemampuan dasar sebagai pemimpin, meliputi : (1) keterampilan teknik (technical skill), (2) keterampilan kemanusiaan (human skills), (3) keterampilan konseptual (conceptual skill); dan (b) Kualifikasi pribadi, meliputi : (1) mental, (2) fisik, (3)emosi, (4) berwatak social, (5) kepribadian.

Sumber : Wahjosumidjo (2011 : 385-390)

b.   Iklim Organisasi.

Indikator-indikator yang yang akan diukur adalah (a) Perilaku staf pengajar (guru), meliputi : (1) halangan (hindrance), (2) kemesraan (intimacy), (3) ketidakpedulian (disengagement), (3) semangat kerja (esprit); dan (b)Peri-laku Kepala Sekolah, meliputi : (1) penekanan kepada daya produktifitas (production emphasis), (2) kesendirian (aloofness), (3) sifat bertimbang rasa (consideration), (4) dorongan serta bimbingan (thrust)

Sumber    :     Dimensi Iklim Organisasi dari Halfin dan Crofts

                      (Supardi, 2013 : 127 - 129)

c.    Motivasi Kerja.

Indikator-indikator yang yang akan diukur adalah (a) Faktor Intrinsik (factor motivasional), meliputi : (1) kesempatan untuk berprestasi (achievement),  (2)pengakuan dari teman sejawat (recognition), (3) merasa bangga dengan pekerjaan sebagai guru (responsibility), (4) tanggung jawab atas pekerjaannya (advancement), (5) pekerjaan itu sendiri (the work itself), (6) kesempatan untuk meningkatkan karir (the possibility of growth); dan (b) Faktor ekstrinsik (faktor pemeliharaan), meliputi L: (1) gaji atau honor yang diterima, (2) kondisi kerja yang menyenangkan, (3) kebijakan pimpinan sekolah, (4) hubungan antar pribadi.

Sumber   :    Teori motivasi Dua Faktor dari Hezberg (Stoner, Freeman dan Gilbert, alih bahasa oleh Sindoro & Sayaka, 1996 :144)

d.   Kinerja Guru.

Indikator-indikator yang yang akan diukur adalah (1) Perencanaan pembelajaran, meliputi : pengembangan silabus, pembuatan RPP, buku teks pelajaran; (2) Pelaksanaan pembelajaran, meliputi : pengelolaan kelas, kegiatan pembelajaran (kegiatan awal, inti, akhir), pemilihan metode dan penggunaan media; (3) Evaluasi pembelajaran, meliputi : penyusunan alat evaluasi, pelaksanaan penilaian, pelaporan hasil penilaian; (4) Tindak lanjut penilaian, meliputi : analisis hasil evaluasi peserta didik, pengayaan dan remedial.

Sumber  :    Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.


E.  Pengukuran Variabel.

Dalam pengukuran variabel-variabel, penentuan nilai untuk setiap pertanyaan di kuesioner menggunakan sistem skor alternatif, dengan skala Likert (Sugiyono, 2013 : 168). Responden diminta memilih salah satu dari lima alternatif jawaban yang ada, misalnya: sangat setuju (SS), setuju (S), netral (N), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS).

Tabel 3.3

Sistem Penskoran dengan Skala Like 

Alternatif jawaban

Bobot Skor

Sangat tidak setuju (STS)

1

Tidak setuju (TS)

2

Netral (N)

3

Setuju (S)

4

Sangat setuju (SS)

5

 

F.  Teknik Pengumpulan Data.

Bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data menggunakan (1)sumber  primer; sumber data langsung memberikan data kepada pengumpul data, (2) sumber sekunder ; merupakan sumber data tidak langsung memberikan data pada pengumpul data, tetapi lewat orang lain atau lewat dokumen.

Sedangkan jika dilihat dari segi teknik, maka pengumpulan datanya, dilaku-kan dengan : (1) penyebaran kuesioner (angket); pengumpulan data dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden, (2) Observasi (pengamatan langsung terhadap obyek penelitian); dalam menggunakan observasi cara yang paling efektif adalah melengkapinya dengan format atau blangko pengamatan sebagai instrumen pertimbangan kemudian format yang disusun berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan. Dari peneliti berpengalaman diperoleh suatu petunjuk bahwa mencatat data observasi bukanlah sekedar mencatat, tetapi juga mengadakan pertimbangan kemudian mengadakan penilaian kepada skala bertingkat (Sugiyono, 2013 : 230-237).

G.  Kisi-kisi Instrumen






















H.  Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

1.    Uji Validitas Instrumen

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen yang digunakan sudah tepat mengukur apa yang seharusnya diukur atau belum, sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi validitas suatu test, maka alat test tersebut akan semakin tepat mengenai sasaran. Nilai validitas pada dasarnya adalah nilai korelasi. Oleh karena itu, untuk menguji validitas dilakukan dengan teknik korelasi item total yang merupakan dasar dari korelasi pearson, dengan rumus :







2.    Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah tingkat kepercayaan terhadap hasil suatu pengukuran. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi merupakan pengukuran yang mampu memberikan hasil ukur terpercaya (reliable).

Untuk uji reliabilitas digunakan metode belah dua (Split Half Method) dari Spearman Brown. Metode belah dua ini dilakukan dengan cara membagi instrument menjadi dua belahan, bisa ganjil-genap dan bisa pula belahan pertama dan kedua dengan rumus : 






II.  Uji Asumsi Klasik.

1.    Uji Normalitas Data.

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data berdistribusi normal atau tidak. Uji ini biasanya digunakan untuk mengukur data berskala ordinal, interval, ataupun rasio. Jika analisis menggunakan metode parametrik, maka persyaratan normalitas harus terpenuhi yaitu data berasal dari distribusi yang normal. Jika data tidak berdistribusi normal, atau jumlah sampel sedikit dan jenis data adalah nominal atau ordinal maka metode yang digunakan adalah statistik non parametrik.

Dalam penelitian ini akan digunakan uji One Sample Kolmogorov-Smirnov menggunakan taraf signifikansi 0,05 dengan SPSS 16. Data dinyatakan berdistribusi normal jika signifikansi lebih besar dari 5% atau 0,05 dan grafik yang terlukis pada diagram menunjukkan kurva  normal (Sugiyono, 2013 : 271).

2.    Uji homogenitas.

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah beberapa varian populasi sama atau tidak. Uji ini dilakukan sebagai prasyarat dalam analisis independent sample t test dan ANOVA. Asumsi yang mendasari dalam analisis varian (ANOVA) adalah bahwa varian dari populasi adalah sama.

Sebagai kriteria pengujian, jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa varian dari dua atau lebih kelompok data adalah sama. Dalam penelitian ini uji homogenitas juga menggunakan Program SPSS 16.

3.    Uji Linearitas.

Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara signifikan, dan biasanya digunakan sebagai prasyarat dalam analisis korelasi atau regresi linear.

Pada penelitian ini, pengujian linearitas dilakukan melalui program SPSS 16, dengan menggunakan Test for Linearity dengan pada taraf signifikansi 0,05. Dua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linear bila signifikansi (Linearity) kurang dari 0,05.

4.    Uji multikolinearitas.

Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik multikolinearitas yaitu adanya korelasi/ hubungan linear antar variabel independen dalam model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya multikolinearitas (Santosa 1999:293). Kriteria yang digunakan untuk uji kolinearitas adalah apabila nilai eigen (eigen-value) mendekati 0 maka terjadi korelasi sesama variabel bebas (multicollinearity). Indikasi lain adalah jika condition index melebihi angka 15 berarti terjadi korelasi di antara variabel bebas, sehingga variabel bebas tersebut tidak memenuhi syarat untuk analisis regresi. Asumsi multikolinearitas mengharuskan tidak adanya korelasi yang sempurna atau besar diantara variabel-variabel independen. Nilai korelasi antara variabel observed yang tidak diperbolehkan adalah sebesar 0,9 atau lebih. Pengujian multikolinearitas atas variabel-variabel independen dilakukan dengan mengkaji matriks korelasi. Uji multikolinearitas  dalam penelitian ini, menggunakan program SPSS 16.

5.    Uji Heteroskedastisitas.

Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas yaitu adanya ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya gejala heteroskedastisitas.

Ada beberapa metode pengujian yang bisa digunakan diantaranya adalah dengan Uji Glejser. Uji Glejser dilakukan dengan cara meregresikan antara variabel independen dengan nilai absolut residualnya. Jika nilai signifikansi antara variabel independen dengan absolut residual lebih dari 0,05 maka tidak terjadi masalah heteroskedastisitas.

6.    Uji Autokorelasi.

Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyim-pangan asumsi klasik autokorelasi yaitu korelasi yang terjadi antara residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi dalam model regresi.

Metode pengujian yang akan digunakan adalah Uji Durbin-Watson (uji DW) dengan ketentuan sebagai berikut:

-     Jika d lebih kecil dari dL atau lebih besar dari (4-dL) maka hopotesis nol ditolak, yang berarti terdapat autokorelasi.

-     Jika d terletak antara dU dan (4-dU), maka hipotesis nol diterima, yang berarti tidak ada autokorelasi.

-     Jika d terletak antara dL dan dU atau diantara (4-dU) dan (4-dL), maka tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti.

Nilai dU dan dL dapat diperoleh dari tabel statistik Durbin Watson yang bergantung banyaknya observasi dan banyaknya variabel yang menjelaskan.


J. Uji Hipotesis

a.    Regresi Linear Sederhana ( Uji Regresi  X1 terhadap Y, X2 terhadap Y, dan X3 terhadap Y )

Uji regresi sederhana bertujuan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel prediktor terhadap variabel kriterium Y.










































DAFTAR PUSTAKA

 

Badeni. 2013. Kepemimpinan & Perilaku Organisasi. Bandung : Alfabeta.

Barnawi dan Arifin, Mohammad.2012. Kinerja Guru Profesional. Yogjakarta : Ar-ruzz Media.

Buku Kerja Pengawas. 2008. Kemendiknas. BPPTK dan SDM.

Depdiknas.2004. Pedoman Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Dikmenum.

Davis, Keith & John W. Newstrom. 1995. Perilaku dalam Organisasi, Jilid 1. Jakarta : Erlangga.

Dessler, Gary. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Terjemahan oleh Benyamin Molan. Jakarta: Prenhallindo,1998.

Getut Pramesti.2009. Sukses Mengolah Data dengan SPSS 16.0. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.

Gomez Meija, D.B. Balkin dan R.L. Cardy. 2001. Manajing Human Resources, USA: Prentice Hall

Gibson, Ivancevich, dan Donnely. 2003. Organisasi dan Manajemen: Prilaku Struktur. Jakarta: Terjemahan Edisi Keempat. Erlangga.

Handoko, T.Hani.2001.Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. BPFE, Yogjakarta

Hary Susanto. 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru Sekolah Menengah Kejuruan (Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah, Kompetensi Guru dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Guru SMK di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan). Jurnal Pendidikan Vokasi, Vol2 , Nomor 2 , Juni 2012.

Hasibuan, Malayu S.P. 2010. Organisasi dan Motivasi Dasar Peningkatan Produktivitas. Jakarta: PT. Bumi Aksara

              . 2010. Manajemen Sumber-Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.

Herrsey, Paul dan Blanchard, K. H. (1998). Management of Organization Behavior. New York : Englewood Cliffs.

Hoy, Wayne K. & Miskel, Cecil G. (2001). Education Administration: Theory, Research, and Practice (6th ed., international edition). Singapure: Mc Graw-Hill Co.

Http//:dapodikmen_sch 19-Juni-2014. Jam 17.30 WIB

IKIP PGRI Semarang.2013.Pedoman Penyusunan Tesis PrograMagister IKIP PGRI Semarang. Program Pascasarjana, Manajemen Pendidikan, IKIP PGRI Semarang.

Indrawijaya, Adam. (1996). Perilaku Organisasi. Bandung: Sinar Baru.

Juliani (2007) Pengaruh Motivasi Intrinsik Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Intalasi Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan. Thesis. Sekolah Pasca Sarjana. Universitas Sumatera Utara Medan

Kartini, Kartono.1990. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Kasmadi, Sunariah, Nia Siti. 2013. Panduan Modern Penelitian Kuantitatif. Bandung : Alfabeta.

Kaswan. 2013. Leadership and Teamworking. Bandung : Alfabeta.

Kurniadin, Didin dan Machali, Imam.2013. Manajemen Pendidikan (Konsep & Prinsip Pengelolaan Pendidikan). Yogjakarta : Ar-ruzz Media.

Manca, W. 2008. Profesionalisme Tenaga Pendidikan, Manajemen Pendidikan dan Supervisi Pengajaran.  Malang, Elang Mas.

Maslow, A.H.1970. Motivation and Personality. New York: Harper and Row.

Miftah Toha.2006. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta: PT Raja Grafindo.

Moeheriono.2011. Indikator Kinerja Utama, Bisnis dan Publik. Jakarta, PT Raja Grafindo.

Mulyasa,E. 2007. Menjadi Guru Profesional. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

              . 2011. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

              .2013. Standar kompetensi dan sertifikasi  guru. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 28 Tahun 2010 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah/Madrasah.

Prawirosentono, Suyadi.1999. Manajemen Sumber Daya Manusia : Kebijakan Kinerja Karyawan : Kiat,  Membangun Organisasi Kompetitif Menjelang Perdagangan Bebas Dunia, BPFE, Yogyakarta.

Robbins, P, Stevens, Judge Timothy A. 2007. Perilaku Organisasi, Organizational Behavior. Jakarta: Salemba Empat.

Sagala, Syaiful. 2007. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung: Alfabeta.

Sartika, Ikke Dewi.1999. “Mutu Total STPDN: Kontribusi Budaya Organisasi yang Berorientasi Manajemen Mutu Total, Kepuasan Kerja dan Tahapan Mutu Terhadap Kinerja Pengelola Dosen Tetap STPDN. “ Disertai, FPS IKIP Bandumg, tidak diterbitkan.

Sedarmayanti.2009. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: Mandar Maju

Siagian, P. Sondang.2002. Teori Pengembangan Organisasi. Jakarta : Bumi  Aksara Sinar Grafika Offset

              . 2002. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta: Rineka Jaya.

Simanjuntak, J. Payaman.(2005). Manajemen dan Evaluasi Kinerja. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Soeprihanto,J. 1997. Penilaian Kinerja  dan Pengembangan Karyawan. Jakarta: BPFE..

Stoner, James A.F., Freeman, R. Edward, Gilbert, Daniel R .1996. Manajemen Jilid 11. Edisi Bahasa Indonesia Oleh Alexander Sindoro. Jakarta : PT Prenhallindo.

Stringer, Robert. 1984. Efektifitas Organisasi. Jakarta : LP3S.

Sugito, AT. 2010. Kepemimpinan Manajemen Berbasis Sekolah. Semarang : Unnes Press.

Sugiyono. 2013.Metode Penelitian Manajemen. Bandung: Alfabeta.

Sunarto dan Djumadi Purwoatmodjo. 2011. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Dan Iklim Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kinerja Guru SMP Di Wilayah Sub Rayon 04 Kabupaten Demak. Jurnal Analisis Manajemen. Vol. 5 No.1 Juli2011

Supardi. 2013. Kinerja Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Usman, H. 2006.  Manajemen, Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

US, Supardi. 2013Aplikasi Statistika Dalam Penelitian. Jakarta: Change Publication.

Wahjosumidjo. 2011. Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Wahyudi, Amin dan Suryono, Jarot. 2006. Analisis Pengaruh Gaya Kepemim-pinan, Motivasi dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Pegawai. Jurnal Manajemen Sumber Daya Manusia,  Volume 1 No.1 Desember 2006 :1–14.

Werther, B. William. JR, Davis, Keith. 1993.  Human Resource And Personal Management.  New York, Mc Graw- Hill.

Wexley, K.N., & Yulk, Gary.A.1997. Organizational Beahavior and Personnal Psycology. Jome Wood IIionis: Ricard D. Irwin Inc.

Yulk, Gary. 1996. Leadership In Organization (Terjemahan). Jakarta: PT Bhuana Ilmu popular.