Jumat, 25 Maret 2022

TRADISI KUPATAN DI REMBANG WAJIB DILESTARIKAN

 TRADISI KUPATAN DI REMBANG WAJIB DILESTARIKAN

Saya akan mencoba membahas tentang tradisi yang sangat khas di kota Rembang yakni ‘Kupatan’. Apa dan bagaimana sih “Tradisi Kupatan” tersebut ? Silahkan baca artikel ini.....

Mayoritas orang  menyebut Hari Raya Idul Fitri dengan istilah Bakdo/ Riyoyo Gedhe, sedangkan Hari Raya Idul Adha disebut dengan Bakdo/ Riyoyo Qurban. Di Rembang, selain dua Hari Raya tersebut masih ada tradisi lebaran seminggu setelah Hari Raya Idul Fitri yang diberi nama ‘Riyoyo Kupat’ atau ‘Bakdo Kupat’. Bakdo Gedhe diperingati setelah umat Islam melaksanakan puasa wajib satu bulan penuh di bulan Ramadhan, sedangkan Bakdo Kupat diperingati setelah puasa sunah 6 hari di bulan syawal. Untuk itulah Bakdo Kupat ini diperingati pada hari ke 7 setelah tanggal 1 syawal.

Mengapa disebut ‘Bakdo Kupat’ ? Karena pada saat itu ada tradisi pesta makan ketupat dan lepet. Ketupat terbuat dari beras yang dimasukkan ke dalam anyaman janur (daun kelapa) atau lontar (daun siwalan) kemudian direbus sampai benar-benar matang, sedangkan lepet terbuat dari ketan yang dicampur parutan kelapa + kacang merah yang kemudian dibungkus juga dengan janur atau lontar diikat erat-erat berbentuk lonjong, yang kemudian juga direbus sampai matang seperti halnya ketupat. Sedangkan lauknya biasanya berupa sayur bersantan seperti sayur lodeh, sayur bumbu petis, sayur mangut ikan pari, sayur semur, dilengkapi dengan telur, ikan bandeng dan sebagainya.



Tradisi kupatan bukan hanya sebuah tradisi yang berupa menyajikan hidangan ketupat saja. Tetapi tradisi kupatan memiliki makna dan filosofi yang sangat mendalam. Dilihat dari sejarah, kupatan merupakan hasil dari salah satu usaha Walisongo untuk menyebarkan agama Islam. Karena zaman dulu orang Jawa selalu menggunakan simbol-simbol tertentu, maka akhirnya para wali memanfaatkan cara tersebut, yakni dengan menggunakan simbol “janur” atau daun kelapa berwarna kuning. Yang dalam tradisi Jawa biasanya digunakan untuk menyimbolkan suasana suka cita. Sedangkan isinya menggunakan beras yang dimasak jadi satu dan membentuk gumpalan. Ini juga memiliki makna, kebersamaan atau persatuan

Di Rembang, tradisi kupatan dilaksanakan sepanjang minggu pertama bulan syawal, dengan saling berbagi hidangan ketupat ke saudara-saudara, tetangga sekitar, dan lain-lain. Bahkan di beberapa dae-rah di Kabupaten Rembang, seperti di desa Kalipang, desa Doropayung, kecamatan Pancur dan sebagainya, tradisi ini diperingati warga dengan makan ketupat bersama-sama di Masjid. Sebagian dari mereka bertukar menu untuk selanjutnya dimakan bersama-sama. Dan biasanya tidak habis karena masing-masing warga membawanya banyak sekali. Warga yang mau dipersilahkan membawa pulang.

Tradisi ‘Kupatan’ diakhiri dengan rekreasi bersama keluarga ke tempat rekreasi di sepanjang pantai di kota Rembang. Maka, tak mengherankan jika pada H+7 setelah lebaran tempat-tempat wisata pantai di kota Rembang, seperti pantai Kartini (Dampo Awang Beach), pantai Karangjahe, pantai Caruban, Pantai Jatisari, dan sebagainya penuh sesak oleh pengunjung disertai dengan acara ‘lomban’ yaitu pesiar laut dengan naik perahu nelayan untuk melihat pemandangan disekitar pulau Marongan, Karang Borekan dan pulau Gede. Terutama ke Pantai Kartini, menurut warga Rembang rasanya belum afdhol bila ‘Kupatan’ belum berkunjung ke tempat tersebut.


Bahkan masyarakat nelayan di sekitar Pantai Kartini yakni desa Tasik Agung Rembang, melengkapinya dengan mengadakan upacara larung sesaji ke laut, yang mana dalam membawa sesajinya dilakukan dengan cara arak-arakan yang diiringi dengan drum band, barongan dan barongsai. Adapun tujuannya adalah agar mendapatkan hasil laut yang lebih melimpah serta mendapatkan rahmat dan berkah dari Allah SWT. Menurut salah satu penuturan warga, secara filosofis kupat digambarkan sebagai wujud perempuan dan lepet merupakan simbol laki-laki. Arti filosofi yang lain yaitu kupat adalah ngaku lepat, ketupat atau kupat berasal dari kata ‘tlupat’. Tlupat kependekan dari ‘telu’ dan ‘papat’, dimaknai rukun Islam ketiga (puasa) dan rukun Islam keempat (zakat). Kedua rukun Islam itu tidak boleh dipisahkan, yakni setelah puasa wajib berzakat.

Selain itu ‘Kupat’ bermakna ”laku papat” (empat tindakan), agar seseorang melakukan tindakan yang empat tersebut, yaitu: lebaran, luberan, leburan dan laburan. Lepet akronim dari ditilep sing rapet (ditutup yang rapat), setelah mengaku salah maka hal-hal yang tidak baik harus disimpan (ditutup) rapat-rapat, jangan diungkap lagi.

Demikian guys… artikel tentang tradisi ‘Kupatan’ di Rembang, bagi para pembaca dari luar daerah Rembang, jika penasaran silahkan berwisata ke Rembang pada saat ‘Bakdo Kupat’ …

Tidak ada komentar:

Posting Komentar