Minggu, 17 Februari 2013

Ciri-ciri (karakteristik) Ilmuwan ideal

CIRI-CIRI (KARAKTERISTIK) ILMUWAN IDEAL

Tulisan ini mencoba untuk menguraikan  hal-hal penting yang harus ada dalam diri seorang ilmuwan, baik itu karakteristik, kerjasama maupun kompetisinya. Berikut ini akan dipaparkan Generalisasi karakteristik ilmuwan menurut Jarrard yakni sebagai berikut :

A.      Karakteristik Umum
1.       Kecintaan terhadap sains.
Memang diakui bahwa efek kecintaan terhadap sains dalam mendorong produktifitas sangat besar. Kecintaan pada sains, pada penemuan, dan antuisme sangat berguna, dan dipupuk oleh interaksi saintifik. Pekerjaan dengan tingkat kepuasan yang paling tinggi dari pelakunya adalah pekerjaan yang dihormati oleh masyarakat, yang dapat memberikan keleluasaan bagi individu-individunya, dan keterlibatan dalam tim. Karis sains menyediakan itu semua.
2.       Kecerdasan di atas rata-rata.
Karakteristik ini hampir esensial, tetapi ilmuwan yang hanya memiliki kecerdasan rata-rata pun dapat sukses dengan menguasai sifat-sifat esensial lainnya. Pada dasarnya jenius tidak diperlukan. Di antara orang-orang dengan IQ>120, hanya sedikit ditemukan hubungan IQ dengan inovasi saintifik maupun dengan produktivitas (Simonton, 1988. Seperti yang dikutip oleh Jarrard). Jenius tanpa kualitas lainnya yang dibutuhkan tidak cukup untuk mencapai kesuksesan dalam sains. IQ yang sering dijadikan ukuran kecerdasan seseorang hanya mengukur kemampuan verbal dan matematis, bukan bagaimana kemampuan tersebut diterapkan dalam permasalahan yang dihadapi sehari-hari. Kemampuan untuk bereaksi terhadap krisis yang terjadi dan manajemen emosi seseorang dalam kehidupan nyata sama pentingnya dengan IQ.
3.       Imajinasi.
Imajinasi dibutuhkan dalam pemecahan masalah sehari-hari. Hampir semua ilmuwan imajinatif, tetapi yang tidak imajinatif pun dapat menghasilkan produk sains yang berharga, dalam bentuk pengujian hipotesis yang teliti. Individu yang memiliki imajinasi tetapi tanpa sikap kritis tidak mungkin disebut ilmuwan. Ketika imajinasi dikombinasikan dengan kemauan dan kemampuan untuk melihat mana yang mungkin dan mana yang tidak, hasilnya bisa luar biasa: “Kita memilih untuk pergi ke bulan” ( J. F. Kennedy ).
4.       Hasrat untuk maju.
Rasa bosan terhadap pencapaian saat ini, keinginan untuk melakukan perubahan dan untuk melakukan hal yang lebih baik, merupakan stimulus bagi kemajuan sains. Terutama karena sikap ini menuntun pada usaha untuk mencoba berbagai variasi konsep yang baru.
5.       Agresifitas.
Ilmuwan yang agresif cenderung lebih sukses dan produktif. Pada dasarnya sains adalah jalan yang penuh hambatan dan potongan-potongan misteri, serta masalah-masalah dalam eksperimen. Dibutuhkan sikap agresif yang tidak mau kalah dalam mengatasi semua hambatan tersebut. Namun harus diingat bahwa perlu adanya keseimbangan antara etika dan sifat agresif.
6.       Kepercayaan diri.
Kepercayaan diri membangun kesediaan untuk menghadapi hambatan dan optimisme., relatif lebih bebas terhadap kekhawatiran pada pandangan orang lain dan bebas dari ketakutan akan masalah yang tidak mampu dipecahkan.

B.      Karakteristik yang Esensial.
1.     Ketekunan (Persistence).
Karakteristik ini mecakup sikap tidak mudah menyerah, sabar, teliti, dan sikap mencurahkan pikiran pada satu tujuan. Mungkn contoh yang paling tepat untuk menunjukkan usaha yang membutuhkan ketekunan tinggi adalah proses mendapatkan gelar Ph.D. Kegagalan atau kemunduran dan kemajuan dalam setiap tahap kegiatan saintifik terjadi bergantian, yang harus dilalui oleh setiap ilmuwan. Ketekunan adalah jembatannya.
Lalu apakah itu berarti ketekunan selalu berujung pada kesuksesan? Belum tentu. Seorang ilmuwan harus tahu kapan waktunya untuk berhenti. Terlalu naïve jika beranggapan bahwa semua permasalahan dapat diselesaikan hanya dengan bekerja atau berusaha lebih keras. Jika suatu masalah telah mencapai titik dimana semua pilihan solusi tidak memuaskan, maka tinggalkan. Mungkin permasalahnnya terletak pada perumusan atau pendekatan yang dipakai salah.
Sebagai ilustrasi, Jarrard mengutip Matthiesen (1978).
“Budha merasa kasihan saat melihat seorang pendeta Yoga di tepi sungai yang menghabiskan waktu hidupnya sebagai manusia selama 20 tahun untuk belajar berjalan di atas air, sementara ada tukang perahu yang bisa menyeberangkannya dengan biaya murah”.
Ilustrasi di atas menggambarkan bahwa sikap tekun (ngotot) tanpa mempertimbangkan rasio dapat berujung pada kesia-siaan. Walau demikian, pada kenyataannya jauh lebih banyak ilmuwan yang gagal karena kurangnya ketekunan dibandng karena terlalu tekun.
2.     Keingintahuan (Curiosity).
Sikap selalu ingin tahu lebih banyak, tidak puas terhadap informasi atau penjelasan yang hanya menyentuh kulit luar suatu permasalahan saja, adalah roda penggerak kemajuan sains.
3.     Motivasi diri (Self-motivation).
Hasrat untuk bekerja adalah buah dari kenikmatan dalam bekerja. Motivasi diri jarang ditemui dalam kebanyakan pekerja, sering dijumpai pada profesional, dan merupakan suatu yang berfsifat universal pada diri ilmuwan yang produktif. Pikiran yang dicurahkan pada satu tujuan jelas akan meningkatkan usaha seseorang, tapi motivasi diri bisa menghasilkan pencapaian yang lebih dibanding usaha tanpa motivasi. Seorang ilmuwan yang mengerjakan riset paruh waktu, mungkin di sela-sela tanggung jawabnya dalam mengajar, dengan motivasi yang kuat dapat lebih produktif dibanding peneliti yang bekerja secara penuh tapi tanpa memiliki motivasi yang kuat.
Terkait dengan produktivitas seorang ilmuwan, ukuran yang biasanya digunakan alah kuantitas publikasi, tetapi yang harus diingat bahwa dampak atau sumbangan terhadap sains sendiri tidak bergantung pada jumlah publikasi. Artinya bahwa kualitas lebih penting dibanding kuantitas.
4.     Fokus (Focus).
Fokus adalah kemampuan untuk memperoleh poin yang penting diantara setumpuk detail dan informasi, kemudian berkonsentrasi terhadap pon tersebut tanpa teralihkan oleh gangguan dari luar. Sikap fokus menjamin bahwa objek mendapat semua perhatian yang dibutuhkan. Kurangnya fokus dapat dilihat dari kecenderungan pembahasan yang tidak tuntas, kurang efisien, ada detail penting yang terlewat, logika yang meloncat-loncat, dan kepanikan yang berlebihan saat menghadapi hambatan.
5.     Keseimbangan antara sikap skeptis dan penerimaan (Balance between skepticism and receptivity).
Sikap kritis itu penting. Semua data dan interpretasi harus dievaluasi terlebih dahulu, bukan langsung diterima mentah-mentah. Akan tetapi, yang lebih penting lagi ialah mencapai keseimbangan antara sikap skeptis dan penerimaan: kesedian untuk mengajukan hipotesis yang mungkin terbukti salah, dibarengi dengan kemampuan untuk memilah hipotesis yang tidak tepat. Seorang ilmuwan seharusnya menerima (dan kemudian mengkritisi) suatu konsep atau hasil baru yang diajukan ketimbang menghadapinya dengan penolakan. Sikap kritis yang menolak semua hal baru telah terbukti merampas baik kesenangan dalam sains maupun bahan mentah bagi kemajuan sains.
Generalisasi karakteristik ilmuwan oleh Jarrard ini cenderung subjektif, merupakan hasil pengalamannya dan rekan-rekan sesama ilmuwan.

C.      Karakteristik Ilmuwan ideal hasil rangkuman dari beberapa analisa statistik.
Pandangan yang lebih objektif tentang ilmuwan diberikan oleh Rusthon (1988), hasil rangkuman dari beberapa analisa statistik, yakni sebagai berikut:
“Ilmuwan berbeda dari orang awam dalam hal rasa keingintahuannya yang besar sejak usia dini dan kemampuan sosial nya yang rendah. Peneliti-peneliti terkemuka memiliki sifat dominan, mandiri, dan termotivasi pada kesuksesan intelektual. Ringkasnya, kesan yang ditampilkan oleh ilmuwan yang sukses adalah individu yang kurang dapat bersosialisasi dibanding rata-rata, serius, cerdas, agresif, mdominan, berorientasi pada pencapaian, dan mandiri” Rushton (1988).
Kerjasama atau Kompetisi? Baik kerjasama maupun kompetisi adalah aspek integral dari interaksi saintifik. Kerjasama membantu menggabungkan ilmuwan-ilmuwan dengan spesialisasi berbeda-beda demi kesuksesan riset. Sebaliknya, kompetisi bagi banyak ilmuwan memberikan motivasi untuk terus maju.
Pilihan antara kerjasama atau kompetisi adalah keputusan sehari-hari dalam inetraksi saintifik antara satu ilmuwan dengan rekan-rekannya. Banyak ilmuwan yang menyederhanakan pengambilan keputusan ini dengan mengadopsi berbagai strategi. Dua strategi yang paling sederhana adalah bekerjasama dengan semua ilmuwan atau berkompetisi dengan semua ilmuwan apapun spesialisasinya. Pada kenyataannya, setiap individu ilmuwan biasanya berkerjasama dengan beberapailmuwan pilihan dan berkompetisi dengan lainnya. Apapun strategi yang kita pilih, kita harus sadar akan konsekuensinya.
Salah satu strategi yang dikembangkan adalah simulasi oleh Axelrod dan Hamilton [1981]. Pilihan kerjasama/kompetisi disimulasikan dengan permainan. Di tiap awal permainan, dua orang pemain secara serentak memilih apakah bekerjasama atau berkompetisi. Kedua pemain mendapat nilai berdasarkan perbandingan respon keduanya, dan masing-masing berusaha mendapat nilai yang lebih tinggi :
 
   Pilihan Saya
 
  Pilihan Lawan
 
Nilai Saya
 
Keterangan
     Kerjasama
Kompetisi
0
Kerugian
   Kompetisi
Kompetisi
1
Saling berkompetisi
   Kerjasama
Kerjasama
3
Saling bekerjasama
   Kompetisi
Kerjasama
5
Menguntungkan

Permainan ini bisa dilakukan di suatu populasi dengan banyak individu, dengan banyak kemungkinan strategi.
Bisa dilihat kalau lawan main kita hanya satu orang dengan strategi yang sama berulang-ulang, maka strategi yang paling optimal untuk “menang” adalah dengan selalu berkompetisi. Tetapi untuk banyak lawan main dengan kemungkinan strategi yang berbeda-beda, maka strategi yang paling optimal adalah strategi yang disebut tit for tat. Strategi ini menganjurkan untuk memilih kerjasama pada awal permainan, dan pada langkah berikutnya meniru langkah lawan sebelumnya. Strategi ini menjamin kemenangan di hampir semua simulasi.
 
D.      Mari Bersikap Ilmiah, dan Jadilah Seorang Ilmuwan.
Kemarin saya membaca sebuah buku pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Untuk SMP yang ditulis oleh Wasis dkk. Didalamnya saya menemukan sebuah tulisan yang menjelaskan tentang langkah-langkah penelitian dan sikap ilmiah, alangkah luar biasanya apabila kita menerapkan sikap ilmiah dan meniru sikap dasar seorang ilmuwan yang mampu merubah peradaban menjadi lebih maju. Lalu apa saja sih sikap-sikap tersebut?
1.     Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan kemampuan belajar yang besar.
Seorang ilmuwan mempunyai sikap ilmiah didalam dirinya, misalnya apabila melihat proses gejala alam, dia akan terangsang untuk ingin tahu lebih lanjut, apa, bagaimana, mengapa peristiwa atau gejala itu. Dengan pertanyaan-pertanyaan itu dia tak hanya diam dan merenung, namun juga mencari informasi melalui berbagai sumber, dan berusaha memecahkan masalah yang ia temukan.
2.     Jujur.
Dalam penelaahan ilmiah ada hal yang memaksa ilmuwan untuk jujur, yakni faktor kontrol. Misalnya, dalam suatu penelitian tentang pengaruh sejenis obat tertentu, dibuat kelompok penderita yang diberi obat tersebut dan kelompok lain yang tidak diberi obat sebagai kelompok kontrol. Dengan faktor kontrol ini, faktor-faktor kebetulan disingkirkan dan ilmuwan melakukan pengamatan dan wajib melaporkan hasil pengamatan secara objektif.
Artinya jika sikap jujur ini mampu kita aplikasikan dalam kehidupan kesehari-harian maka perlahan tapi pasti kemajuan dan kebaikan akan dengan sendirinya meliputi diri kita.
3.     Terbuka.
Seseorang ilmuwan mempunyai pandangan luas, terbuka, bebas dari prasangka. Ia meyakini bahwa prasangka dan kebencian baik pribadi maupun kelompok adalah sangat kejam. Ilmuwan akan membuat dugaan dan terus berusaha menguji dugaannya untuk mengetahui kebenaran tentang alam, materi, moral, politik, ekonomi, dan tentang hidup. Ilmuwan tidak akan meremehkan suatu gagasan baru. Ia akan menghargai setiap gagasan baru dan mengujinya sebelum diterima atau ditolak. Jadi ia terbuka akan pendapat orang lain.
4.     Toleran.
Seorang ilmuwan tidak merasa bahwa ia paling hebat. Ia bahkan bersedia mengakui bahwa orang lain mungkin lebih banyak pengetahuannya, bahwa pendapatnya mungkin saja salah, sedangkan pendapat orang lain mungkin benar. Ia bersedia menerima gagasan orang lain setelah diuji. Dalam usaha menambah ilmu pengetahuan, ia bersedia belajar dari orang lain, memperbandingkan pendapatnya dengan pendapat orang lain. Ia tidak akan memaksakan suatu pendapat kepada orang lain. Ia mempunyai tenggang rasa atau sikap toleran yang tinggi, jauh dari sikap angkuh.
5.     Optimis.
Seorang ilmuwan selalu berpengharapan baik. Ia tidak akan mengatakan bahwa sesuatu itu tidak dapat dikerjakan, tetapi akan mengatakan, “Berikan saya sesuatu kesempatan untuk memikirkan dan mencoba mengerjakan”. Ia selalu optimis. Rasa humor seorang ilmuwan ada hubungannya dengan tingkat kecerdasan maupun sikap optimis seseorang.
6.     Pemberani.
Ilmu Pengetahuan merupakan hasil kerja keras ilmuwan. Ilmuwan sebagai pencari kebenaran akan berani melawan semua ketidakbenaran, penipuan, dan kepura-puraan yang akan menghambat kemajuan. Keberanian Copernicus, Galileo, dan Socrates telah banyak diketahui orang. Copernicus dan Galileo disisihkan karena tidak mempercayai bahwa bumi adalah pusat Alam Semesta (Geosentris); tetapi menganggap mataharilah yang menjadi pusat tempat bumi dan planet-planet lainnya berputar (Heliosentris). Socrates memilih mati meminum racun dari pada menerima hal yang salah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar