Minggu, 17 Februari 2013

Citra guru dalam masyarakat modern

CITRA GURU DALAM MASYARAKAT MODERN

Dalam pandangan masyarakat modern, guru belum merupakan profesi yang profesional jika hanya mampu membuat murid membaca, menulis dan berhitung, atau mendapat nilai tinggi, naik kelas, dan lulus ujian. Masyarakat modern menganggap kompetensi guru belum lengkap jika hanya dilihat dari keahlian dan ketrampilan yang dimiliki melainkan juga dari orientasi guru terhadap perubahan dan inovasi.
Bagi masyarakat modern, eksistensi guru yang mandiri, kreatif, dan inovatif merupakan salah satu aspek penting untuk membangun kehidupan bangsa. Banyak ahli berpendapat bahwa keberhasilan negara Asia Timur (Cina, Korsel dan Jepang) muncul sebagai negara industri baru karena didukung oleh penduduk/ SDM terdidik dalam jumlah yang memadai sebagai hasil sentuhan manusiawi guru.
Salah satu bangsa modern yang menghargai profesi guru adalah bangsa Jepang. Bangsa Jepang menyadari bahwa guru yang bermutu merupakan kunci keberhasilan pembangunan. Menurut mereka, “Jasa guru lebih tinggi dari gunung yang paling tinggi, dan lebih dalam dari laut paling dalam”. Hal ini merupakan ungkapan penghargaan bangsa Jepang terhadap profesi guru.
Guru pada sejumlah negara maju sangat dihargai karena guru secara spesifik :
1.     Memiliki kecakapan dan kemampuan untuk memimpin dan mengelola pendidikan.
2.     Memiliki ketajaman pemahaman dan kecakapan intektual, cerdas emosional dan sosial untuk membangun pendidikan yang bermutu. 
3.     Memiliki perencanaan yang matang, bijaksana, kontekstual dan efektil untuk membangun humanware (SDM) yang unggul, bermartabat dan memiliki daya saing.
Keunggulan mereka adalah terus maju untuk mencapai yang terbaik dan memperbaiki yang terpuruk. Mereka secara berkelanjutan (sustainable) terus menigkatkan mutu diri dari guru biasa ke guru yang baik dan terus berupaya meningkat ke guru yang lebih baik dan akhirnya menjadi guru yang terbaik, yang mampu memberikan inspirasi, ahli dalam materi, memiliki moral yang tinggi dan menjadi teladan yang baik bagi siswa.
Di negara kita, guru yang memiliki keahlian spesialisasi harus diakui masih langka. Walaupun sudah sejak puluhan tahun disiapkan, namun hasilnya masih belum nampak secara nyata. Ini disebabkan karena masih cukup banyak guru yang belum memiliki konsep diri yang baik, tidak tepat menyandang predikat sebagai guru, dan mengajar mata pelajaran yang tidak sesuai dengan keahliannya. Semuanya terjadi karena kemandirian guru belum nampak secara nyata, yaitu sebagian guru belum mampu melihat konsep dirinya (self consept), ide dirinya (self idea), dan realita dirinya (self reality). Tipe guru seperti ini mustahil dapat menciptakan suasana kegiatan pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM).
Guru adalah bagian dari kesadaran sejarah pendidikan di dunia. Citra guru berkembang dan berubah sesuai dengan perkembangan dan perubahan konsep dan persepsi manusia terhadap pendidikan dan kehidupan itu sendiri. Dalam hal ini profesi guru pada mulanya dikonsep sebagai kemampuan memberi dan mengembangkan pengetahuan pesena didik. Namun, beberapa dasa warsa terakhir konsep, persepsi, dan penilaian terhadap profesi guru mulai bergeser.
Hal itu selain karena perubahan pandangan masyarakat terhadap integritas seseorang yang berkaitan dengan produktivitas ekonomisnya, juga karena perkembangan yang cukup radikal di bidang pengetahuan dan teknologi, terutama bidang informasi dan komunikasi, yang kemudian mendorong pengembangan media belajar dan paradigma teknologi pendidikan. Dalam perkembangan berikutnya, sekaligus sebagai biasnya, guru mulai mengalami dilema eksistensial. Artinya, penguasaan ilmu pengetahuan tidak lagi menjadi hegemoni guru, tetapi menyebar seluas perkembangan teknologi informasi dan komunikasi seperti dunia penerbitan, buku, majalah, koran, serta media elektronik lainnya. Untuk itu, posisi krusial guru perlu dijernihkan tatkala kita hendak merumuskan kembali pendidikan yang lebih memajukan masa depan generasi berikutnya.
Dengan demikian, para guru dituntut trampil lebih profesional, lebih tinggi ilmu pengetahuannya dan lebih cekatan dalam penguasaan teknologi komunikasi dan informasi. Artinya, guru mau tidak mau dan dituntut harus terus meningkatkan kecakapan dan pengetahuannya selangkah ke depan lebih dari pengetahuan masyarakat dan anak didiknya.
Dalam kehidupan bermasyarakat pun guru diharapkan lebih bermoral dan berakhlak daripada masyarakat kebanyakan, tetapi di situlah muncul problem tatkala para guru tidak memiliki kemampuan materi untuk memiliki segala akses dan jaringan informasi sepeti TV, buku-buku, majalah, dan koran. Guru-guru memiliki gaji dan tunjangan yang jauh dari cukup untuk meningkatkan profesinya sekaligus memperkaya informasi mengenai perkembangan pengetahuan dan berbagai dinamika kehidupan modern. Sehingga, rasanya sangat sulit di era modern ini guru dapat tampil lebih profesional, memiliki tanggung jawab moral profesi sebagai konsekuensi etisnya.
Di dalam bahasa Sansekerta, guru berarti yang dihormati. Rasa hormat ini sampai kini masih hidup di tengah masyarakat tradisional/ pedesaan. Mereka masih menaruh rasa hormat dan status sosial yang tinggi terhadap profesi guru. Di kepulauan Sangihe, misalnya, masyarakat menyebut guru pria dengan panggilan tuan, lengkapnya tuan guru, suatu panggilan yang penuh rasa kagum dan hormat terhadap profesi guru.
Masyarakat pedesaan umumnya menganggap profesi guru sebagai profesi orang suci (saint) yang mampu memberi pencerahan dan dapat mengembangkan potensi yang tersimpan di dalam diri siswa. Selain itu sebagian besar masyarakat tradisional memiliki mitos yang kuat bahwa guru adalah profesi yang tidak pernah mengeluh dengan gaji yang minim, profesi yang dapat dilakukan oleh siapa saja dan profesi yang bangga dengan gelar pahlawan tanpa tanda jasa.
Dalam pandangan masyarakat tradisional, guru dianggap profesional jika anak sudah dapat membaca, menulis dan berhitung, atau anak mendapat nilai tinggi, naik kelas dan lulus ujian.
 
Daftar Pustaka :
Wardiman Djojonegoro. Tanggal 21 Desember 1996. Citra Guru Masa depan. Seminar Nasional Wawasan Profesi Guru Tahun 2000 ICMI Orwil Jawa Timur di Surabaya.
Oemar Hamalik. 2008.  Pendidikan guru, Berdasarkan pendekatan kompetensi, Cet V. Jakarata: PT. Bumi Aksara
PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Rostiyah. 1989. Masalah masalah ilmu Keguruan, Jakarta: Bina Aksara
UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Jakarta: Sinar Grafika
UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar