Minggu, 17 Februari 2013

Penggabungan ( Regrouping) Beberapa Sekolah Dasar Di Daerah

PENGGABUNGAN (REGROUPING)
 
BEBERAPA SEKOLAH DASAR DI DAERAH
 
A.      Fakta Adanya Penggabungan (Regrouping) Beberapa Sekolah Dasar Di Daerah.
1.     Penggabungan beberapa SD di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur.
Dinas Pendidikan Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, telah menggabungkan (merger) atau yang lebih dikenal dengan nama “Regrouping” beberapa sekolah dasar (SD) di daerah tersebut yang mengalami kekurangan murid.
"Merger tersebut kami lakukan sebagai langkah efisiensi anggaran dan tenaga, sehingga gurunya bisa dialihkan untuk sekolah-sekolah yang saat ini kekurangan tenaga pendidik. Namun untuk jumlahnya kami masih menunggu pengusulan dari tingkat bawah," kata Kabid Pendidikan Dasar pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Trenggalek, Munib, yang telah kami kutib dari salah satu artikel di Kantor Berita Antara.
Beliau menjelaskan bahwa sejumlah SD yang mengalami kekurangan murid tersebut rata-rata memiliki siswa kurang dari 50 anak, bahkan dari catatan Dinas Pendidikan Kabupaten Trenggalek, ada sekolah yang hanya memiliki total murid kelas I sampai kelas VI sejumlah 23 anak. "Ini terjadi di SD Negeri Dermosari II Kecamatan Tugu. Di SD tersebut satu kelas ada yang hanya memiliki 4 siswa, bahkan ada juga yang 3 siswa saja. Kemudian lagi di SD Prambon 6 Tugu, yang hanya memiliki 38 siswa," katanya lagi.
2.     Penggabungan beberapa SD di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.
Bekas gedung SDN 8 Pamotan, Kabupaten Rembang yang tak lagi digunakan setelah sekolah itu digabung (regrouping) akan dimanfaatkan untuk mendirikan SLB baru.
Sekretaris Dewan Pendidikan Kabupaten Rembang Edi Winarno mengatakan, pendirian SLB di tempat itu akan membantu orang tua Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) untuk bisa menyekolahkan anaknya. Selain itu Edi juga mengatakan, ada ribuan ABK di Kabupaten Rembang yang kesulitan bersekolah karena jauhnya akses ke SLB di kabupaten Rembang. Kabupaten Rembang baru memiliki satu SLB di Rembang Kota dan satu SLB filial di Kecamatan Lasem. “Idealnya memang harus ada satu SLB di eks wilayah kawedanan. Dengan begitu para orang tua anak berkebutuhan khusus tidak kesulitan lagi untuk menyekolahkan anaknya,” jelasnya.
Para orang tua kerap kewalahan karena harus mengantar jemput anaknya ke sekolah. Karena jarak yang jauh, mereka akhirnya memutuskan tidak menyekolahkan anaknya. Sebagian memilih sekolah inklusif bagi anaknya. “Namun karena guru di sekolah umum berstatus inklusif belum banyak yang memiliki keahlian, akhirnya kebutuhan belajar para ABK juga masih sedikit terabaikan,” katanya. Edi Winarno menambahkan, setelah SLB di Pamotan berdiri, pihaknya akan memperjuangkan pendirian sekolah serupa di wilayah Sulang dan Kragan. SLB di Sulang penting untuk melayani ABK di wilayah selatan kabupaten tersebut. Sedangkan di Kragan bisa untuk melayani wilayah timur Kabupaten Rembang.
Selain itu Kepala Bidang Kurikulum Dinas Pendidikan (Disdik) Rembang Mardi membenarkan pembukaan SLB baru di wilayah Pamotan. Pemkab sudah mengucurkan bantuan Rp 130 juta kepada Dewan Pendidikan untuk merealisasikan rencana itu pada tahun ini. (Suara Merdeka, Minggu (21/10/2012).
3.     Penggabungan beberapa SD di Kabupaten Kulonprogo.
Sebagai contoh adalah regrouping SD Balangan 1 dan SD Sendangrejo, Kabupaten Kulonprogo. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kulon progo mengatakan bahwa perencanaan sarana dan prasarana pendidikan  SDN yang terkena kebijakan regrouping yang tidak digunakan untuk KBM umumnya sudah direncanakan dan dimusyawarahkan terlebih dahulu oleh kedua belah pihak (sekolah yang digabungi dengan yang digabung) yang dihadiri oleh kepala sekolah, guru, komite sekolah/BP3 kedua SD serta dihadiri oleh perangkat desa setempat dan Dinas Pendidikan Kecamatan maupun Kabupaten sehingga tidak terjadi masalah yang tidak diinginkan. Seperti yang terjadi di SD Balangan 1 dan SD Sendangrejo tersebut. Sebelum diadakan regrouping, para guru di ke dua SD tersebut sudah dikumpulkan dan diajak bermusyawarah, apa dan bagaimana hingga ada wacana penggabungan (Regrouping ). Regrouping ke dua SD tersebut juga mampu mengatasi kekurangan guru SD di kecamatan Minggir.
4.     Penggabungan beberapa SD di Kecamatan Tulakan.
SDN Losari 1 dan SDN Losari 3 merupakan dua sekolah yang secara teknis layak digabung. Kedua sekolah memiliki halaman yang sama ( satu tapak sekolah ), tetapi berbeda jumlah muridnya. SDN 1 banyak muridnya 125 orang , sedangkan SDN 3 sebanyak 75 orang dan ada kecenderungan jumlah muris kian meturun. Kepala Cabang Dinas Pendidikan Kec. Tulakan, Bapak Sulistyo berani mengambil inisiatif untuk melakukan regrouping pada tahun ajaran 2000/2001 tanpa menunggu SK Bupati, dan berhasil melakukannya tanpa menimbulkan konflik yang tidak perlu.
5.     Rencana/ wacana penggabungan beberapa SD di Kabupaten Batang, Jawa Tengah.
Sebagai contoh adalah SDN Kauman 3 dan 4, Kabupaten Batang terletak di lokasi yang sama dan mempunyai satu halaman yang tidak terlalu besar. SD Kauman 4 mempunyai 175 siswa dan SD Kauman 3 mempunyai 116 murid. Di SD Kauman 4, kelas V nya memiliki 28 siswa sedangkan di SD Kauman 3 hanya ada 14 siswa.
Di kedua sekolah tersebut gurunya cukup lengkap, hanya kekurangan guru olah raga di SD Kauman 3. Di Kecamatan Batang banyak sekolah yang jumlah gurunya masih kurang. Kedua sekolah tersebut juga sudah mempunyai buku perpustakaan tetapi belum ada ruangan khusus untuk perpustakaa. Kondisi beberapa ruang kelas di SD Kauman 3 sudah sangat buruk ( atapnya berlubang-lubang dan sangat mengkhawatirkan ) dan tentu saja bila terjadi hujan akan sangat merepotkan. Kedua sekolah ini ternyata mempunyai satu Komite Sekolah bersama. Dari hasil analisis data pemetaan, penggabungan kedua sekolah ini menjadi satu SD diusulkan. Siswa dapat dibagikan lebih merata setiap kelas, kalau tetap ada kelas paralel. Kalau tidak ada kelas paralel beberapa guru dapat dimanfaatkan di sekolah lain yang kekurangan guru. Salah satu ruang yang tidak lagi digunakan dapat dimanfaatkan sebagai perpustakaan sekolah. Mungkin ruang kelas yang rusak berat tidak perlu digunakan lagi. Kepala Sekolah SDN Kauman 3 dan 4 mengatakan bahwa animo pendaftaran siswa di sekolah mereka menurun, sehingga ada baiknya jika dilakukan penggabungan Regrouping.
B.      Faktor  Yang Menyebabkan Terjadinya Penggabungan ( Regrouping) Beberapa Sekolah Dasar Di Daerah.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya penggabungan (Regrouping ) beberapa Sekolah Dasar di daerah :
1.     Himbauan dari pemerintah.
Regrouping/ penggabungan beberapa SD dilakukan karena adanya himbauan dari pemerintah melalui Mendagri  yang telah mengeluarkan surat Nomor: 421.2/2501/Bangda/1998 tentang Pedoman Pelaksanaan Penggabungan (Regrouping) Sekolah Dasar, yang mana tujuan penggabungan tersebut adalah untuk mengatasi masalah kekurangan tenaga guru, peningkatan mutu, efisiensi biaya bagi perawatan gedung sekolah. Sedangkan sekolah yang ditinggalkan dimungkinkan penggunaannya untuk rencana pembukaan SMP kecil/SMP kelas jauh atau setara sekolah lanjutan sesuai ketentuan setempat untuk menampung lulusan Sekolah Dasar.
2.     Sebagai implementasi keputusan Mendiknas.
Selain itu Regrouping/ penggabungan beberapa SD tersebut dilakukan sebagai Implementasi Kepmendiknas Nomor 060/U/2002 tentang Pedoman Pendirian Sekolah, dalam ayat 1 pasal 23 dinyatakan bahwa pengintegrasian sekolah merupakan peleburan atau penggabungan dua atau lebih sekolah sejenis menjadi satu sekolah.
3.     Kekurangan guru.
Adanya permasalahan di beberapa daerah yang mengeluh kekurangan guru, padahal di beberapa daerah yang lain rasio siswa dibanding guru di SD cukup rendah. Dasar perhitungan guru perlu diadakan perubahan. Saat ini jumlah guru kelas dihitung menurut jumlah rombongan belajar. Meskipun hanya ada beberapa murid di satu kelas   ( kadang-kadang kurang dari 5 orang ) tetap dianggap perlu ada satu guru kelas. Akibatnya, ada beberapa guru mempunyai sedikit murid (sering di bawah 15 orang), sedangkan guru lain harus mengajar lebih dari 60 orang.
4.     Kekurangan murid.
Beberapa SD hanya memiliki jumlah siswa kurang dari 50 orang, dan dengan demikian tiap-tiap kelas hanya mempunyai siswa relatif sedikit.
5.     Sarana/ prasarana untuk pembelajaran kurang memadai.
Beberapa sarana/ prasarana di suatu Sekolah Dasar terutama gedung/ lokal kurang memadai, ditunjang dengan jumlah siswa yang relatif sedikit, sehingga demi efisiensi biaya, dan lain-lain perlu diadakan penggabungan dengan sekolah lain.
6.     Dua sekolah satu halaman.
Jika ada dua Sekolah Dasar yang gedungnya satu halaman, sedangkan keadaan/ kondisi ke duanya sangat bertolak belakang, maka perlu dilakukan penggabungan ( Regrouping )
C.      Dampak dari penggabungan ( Regrouping ) Beberapa Sekolah Dasar Di Daerah .
1.     Dampak positif.
Dari beberapa penelitian, penggabungan ( Regrouping ) beberapa SD di daerah memiliki dampak positif sebagai berikut
a.      Terjadi efisiensi biaya
b.     Alokasi dana BOS lebih terarah.
c.      Pemerataan jumlah murid di beberapa SD di suatu daerah.
d.     Dapat mengatasi kekurangan guru di suatu SD.
e.     Dapat mengatasi kekurangan sarana/prasarana berupa lokal/ ruangan tempat pembelajaran maupun kegiatan lain, misalnya : ruang perpustakaan, ruang UKS, ruang Kepala Sekolah, dan sebagainya
f.      Gedung bekas SD yang lama bisa digunakan untuk kegiatan yang lain, sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah
g.     Dapat meningkatkan mutu pendidikan di SD yang di regroup, karena terpenuhinya sarana/prasarana yang dibutuhkan.
2.     Dampak negatif.
                  Regrouping dapat menimbulkan masalah, baik bagi siswa, orang tua murid, guru  yang dimutasi, personal Kepala Sekolah ataupun  stakeholder yang berkompeten demi tercapainya sejumlah manfaat dan tujuan dari pendirian suatu sekolah dasar tersebut.
                  Selain itu juga akan terjadi masalah organisasi, kesiswaan, kurikulum (pengajaran), kepegawaian, pembiayaan, hubungan sekolah dengan masyarakat, ketatalaksanaan, terutama jika pelaksanaan penggabungan sudah dilakukan, tetapi surat keputusan penggabungan dari pejabat yang berwenang belum terbit
D.    Cara-cara Yang Baik Untuk Melakukan Penggabungan Sekolah Dasar ( Regrouping ).
Ada beberapa proses yang harus diperhatikan dan dilaksanakan sebelum pelaksaan penggabungan ( regrouping ) yakni :
1.     Lakukan  pengkajian yang mendalam serta pemetaan terlebih dahulu di sekitar sekolah yang bersangkutan, sehingga tidak terkesan  asal-asalan. Karena bisa saja, meskipun sebuah sekolah mengalami kekurangan murid tetapi keberadaannya dibutuhkan, karena mungkin sekolah itu satu-satunya wilayah tersebut. Kalau nekad di merger  maka bisa saja anak-anak di sekitar itu tidak mau bersekolah karena kejauhan, misalnya.
2.     Lakukan analisa lapangan dengan melihat tingkat pertumbuhan penduduk dan jumlah sekolah yang ada di sekitarnya. Hal ini harus dilakukan untuk mengetahui kondisi riil di masing-masing sekolah tersebut.
3.     Melakukan koordinasi dengan instansi terkait (camat, kepala desa, Dinas PU untuk menilai kelayakan bangunan ).
4.     Apabila dari analisa yang diperoleh di lapangan diketahui bahwa memang sekolah tersebut tidak prospektif lagi dan terancam bubar, kemudian lakukan pertemuan antar guru, kepala sekolah, orang tua murid, komite sekolah, serta pejabat setempat kedua belah pihak (sekolah yang digabungi dengan yang digabungi ) untuk melakukan musyawarah, termasuk penggunaan sarana/ prasarana dari sekolah yang ditinggalkan.
5.     Setelah mendapat tanggapan yang positif dari para guru, kepala sekolah, orang tua murid, dan komite sekolah, pihak UDP segera mengajukan proposal penggabungan ke dinas pendidikan.
6.     Lakukan sosialisasi kepada murid dan seluruh warga sekolah, akan adanya penggabungan ( Regrouping ) dengan sekolah lain. 
7.     Merencanakan karier kepala sekolah yang akan kehilangan posisinya.
8.     Merencanakan penempatan guru ke sekolah lain yang membutuhan.
9.    Setelah turun Surat Keputusan dari pejabat yang berwenang baru dilaksanakan penggabungan. Jadi jangan sekali-sekali pelaksanaan di lapangan sudah terjadi, padahal SK Bupati belum turun, karena proses penggabungan sekolah membutuhkan landasan hukum yang kuat agar tidak menimbulkan persoalan lain di kemudian hari.
Namun demikian, diberikan alternatif bahwa untuk sekolah yang muridnya sedikit, tetapi lokasinya berjauhan (sehingga menyulitkan regrouping), yang dilakukan adalah mengubah status dari SD konvensional (dengan 6 guru kelas) menjadi SD kecil (dengan 3 guru kelas). Sementara itu, untuk sekolah-sekolah swasta, keputusan diserahkan kepada pengelola sekolah, tetapi Pemda menentukan syarat jumlah murid minimal untuk dapat menerima bantuan tertentu. Dengan mekanisme demikian, esensi program akan berjalan dengan baik.
 
DAFTAR PUSTAKA
1.      http://m.suaramerdeka.com /dampak penggabungan (regrouping) beberapa SD di daera
2.      http://Antara.com / penggabungan (regrouping) beberapa SD di daerah Jawa timur
3.  http://m.suaramerdeka.com/bb/bblauncher/SMLauncher.jad/ penggabungan (regrouping) beberapa SD di kab.Rembang
4.      http:// www.UNY.com/ Kajian Kasus SD Balangan 1 dan SD Sendangrejo
5.     http:// www.Lembaga_pen_UNY.com/ Beberapa kasus penggabungan beberapa SD di Kulonprogo
 

1 komentar: